Tafsir Surat Al-Baqarah ayat 229 , At-Talaqu Marratani Faimsakun Bimarufin Aw Tasrihun Biihsanin Wa
﴿الطَّلَاقُ مَرَّتَانِ ۖ فَإِمْسَاكٌ بِمَعْرُوفٍ أَوْ تَسْرِيحٌ بِإِحْسَانٍ ۗ وَلَا يَحِلُّ لَكُمْ أَن تَأْخُذُوا مِمَّا آتَيْتُمُوهُنَّ شَيْئًا إِلَّا أَن يَخَافَا أَلَّا يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ ۖ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا فِيمَا افْتَدَتْ بِهِ ۗ تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلَا تَعْتَدُوهَا ۚ وَمَن يَتَعَدَّ حُدُودَ اللَّهِ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ﴾
[ البقرة: 229]
Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang zalim. [Baqarah: 229]
At-Talaqu Marratani Faimsakun Bimarufin Aw Tasrihun Biihsanin Wa La Yahillu Lakum An Takhudhu Mimma Ataytumuhunna Shayaan Illa An Yakhafa Alla Yuqima Hududa Allahi Fain Khiftum Alla Yuqima Hududa Allahi Fala Junaha Alayhima Fima Aftadat Bihi Tilka Hududu Allahi Fala Tataduha Wa Man Yataadda Hududa Allahi Faulaika Humu Az-Zalimuna
Tafsir Al-mokhtasar
Talak ( perceraian ) yang suami mempunyai hak untuk rujuk adalah sebanyak dua kali.
Yakni ia mentalak istrinya kemudian merujuknya, kemudian mentalaknya ( lagi ) kemudian merujuknya.
Kemudian setelah talak kedua tersebut si suami hanya mempunyai dua pilihan, mempertahankan rumah tangganya bersama sang istri dengan perlakuan yang baik, atau mentalaknya untuk ketiga kalinya dengan perlakuan yang baik kepadanya dan memberikan hak-haknya.
Dan tidak halal bagi kalian -wahai para suami- mengambil kembali mahar yang telah kalian berikan kepada istri-istri kalian, kecuali apabila ada seorang istri yang membenci suaminya, baik karena kondisi fisik maupun perangainya, dan keduanya merasa bahwa kebencian itu membuat keduanya tidak dapat melaksanakan kewajibannya masing-masing.
Hendaklah mereka berdua menyampaikan permasalahan mereka kepada orang dekat mereka atau orang lainnya.
Apabila wali mereka merasa bahwa keduanya tidak bisa menjalankan tugas sebagai suami-istri, maka tidak ada masalah jika si istri melakukan khulu’ ( melepaskan diri dari ikatan pernikahan dengan suaminya ) dengan memberikan sejumlah harta kepada suaminya sebagai imbalan atas perceraiannya.
Hukum-hukum syariat itu adalah garis pemisah antara halal dan haram.
Jadi, jangan pernah melampaui garis tersebut.
Barangsiapa melampaui batas-batas yang Allah tetapkan antara halal dan haram, mereka itulah orang-orang yang menganiaya diri mereka dengan menjerumuskannya ke dalam kebinasaan dan membuatnya rentan terkena hukuman dan murka Allah.
Terjemahan - Muhammad Quraish Shihab
Talak ( yang dapat dirujuk ) itu dua kali.
( 1 ) Suami dapat merujuk kembali istrinya setelah talak pertama dan kedua selama masa idah atau mengembalikannya sebagai istri dengan akad baru.
Dalam kondisi demikian suami wajib meniatkan usaha mengembalikan istri itu sebagai tindakan yang adil demi perbaikan.
Meskipun jika suami bermaksud mengakhiri perkawinan, tetap diharuskan menempuh jalan terbaik dengan tetap menghormati wanita bekas istrinya itu tanpa memperlakukannya dengan kasar.
Tidak diperbolehkan bagi kalian, wahai para suami, untuk meminta kembali harta yang telah kalian serahkan kepada istri itu, kecuali apabila kalian merasa khawatir tidak mampu melaksanakan hak dan kewajiban hidup bersuami istri sebagaimana dijelaskan dan diwajibkan Allah Swt.
Apabila kalian, wahai orang-orang Muslim, merasa khawatir istri-istri kalian tidak akan sanggup melaksanakan kewajiban mereka sebagai istri secara sempurna, maka mereka juga telah diberi ketetapan hukum untuk menyerahkan sejumlah harta kepada suami sebagai imbalan perceraian istri-istri itu dari suami mereka.
Inilah adanya ketentuan hukum Allah itu, maka barang siapa melanggar atau menyalahi ketentuan itu, ia benar-benar telah berbuat zalim terhadap diri sendiri dan pada masyarakatnya.
( 1 ) Allah mensyariatkan talak dan menjadikannya sebagai hak prerogatif di tangan suami.
Sebagian kalangan mengklaim bahwa kedudukan hak semacam ini akan menjadi faktor yang bisa membahayakan tata kehidupan sosial dan menghancurkan institusi keluarga.
Statemen ganjil itu, menurut mereka, telah dikuatkan oleh kenyataan bahwa persentase kasus talak di Mesir ( sebagai sampel ) dinyatakan termasuk cukup tinggi jumlahnya hingga mencapai angka 30 %, bahkan lebih.
Hal itu akan berujung pada meningkatnya jumlah anak-anak terlantar.
Di sini kita mencoba mengklarifikasikan persoalan, dengan mengulas maksud hak prerogatif suami dalam talak dan menjelaskan benar tidaknya statemen di atas.
Pertama, hak talak yang diberikan kepada suami tidak bebas begitu saja, tapi ada ketentuannya--baik yang bersifat psikologis atau kwantitatif--berkaitan dengan istri yang sudah digauli.
Ketentuan- ketentuan tersebut di antaranya: ( 1 ) Suami tidak menjatuhkan talak kepada istri lebih dari satu kali talak raj’iy, yang mengandung pengetian bahwa suami berhak merujuk kembali istrinya selama masa idah atau membiarkannya tanpa rujuk.
Alternatif kedua ini menandakan bahwa suami tidak lagi menyukai istrinya.
Dan sebagaimana dimaklumi, tidak akan ada perkawinan tanpa didasari oleh rasa suka sama suka.
( 2 ) Suami tidak boleh mencerai istrinya jika sedang dalam masa haid, karena dalam kondisi seperti ini istri mudah marah.
Di samping itu, selama masa haid wanita tidak bisa melaksanakan tugas ( menuruti kehendak suami untuk melakukan hubungan seksual ) seperti pada masa suci.
Barangkali persoalan sepele ini justru sebagai hal yang melatarbelakangi perceraian.
( 3 ) Suami tidak boleh menjatuhkan talak kepada istrinya dalam keadaan suci tapi telah terjadi hubungan seksual pada masa itu.
Kedua, pendapat yang menyatakan bahwa kasus perceraian di Mesir tergolong tinggi, kalau saja benar itu masih berada di bawah jumlah kasus yang terjadi di beberapa negara maju seperi Inggris, Amerika Serikat dan Perancis.
Di sisi lain bahwa kasus-kasus semacam itu tidak seluruhnya berakibat pada perceraian yang mengakhiri perkawinan atau bubarnya sebuah rumah tangga.
Dapat dijelaskan, bahwa talak yang terjadi sebelum suami berhubungan dengan istri tidak tergolong sebagai bencana, tapi justru sebagai upaya menghindari bencana itu sendiri.
Sementara kita juga menemukan bukti bahwa kasus rujuk, kasus talak sebelum suami istri berhubungan, talak yang sama-sama dikehendaki oleh kedua belah pihak secara sukarela dan termasuk perkawinan yang diperbarui lagi sesudah talak, cukup besar jumlahnya.
Kalau saja jumlah itu kita bandingkan dengan kasus talak yang 30% dan bersifat umum itu, maka persentase itu akan turun drastis sehingga kasus talak yang benar-benar berakhir dengan perpisahan suami istri hanya akan berkisar antara 1 sampai dengan 2% saja.
Ketiga, menyangkut persoalan anak terlantar akibat perceraian orang tua bisa dipastikan tidak benar.
Penelitian yang pernah dilakukan membuktikan bahwa kasus talak jarang sekali terjadi setelah kelahiran anak.
Secara rinci dibuktikan bahwa 75% kasus talak terjadi pada pasangan muda yang belum mempunyai keturunan, dan 17% terjadi pada pasangan suami istri yang mempunyai tidak lebih dari seorang anak.
Persentase itu semakin menurun sebanding dengan bertambahnya anak hingga mencapai 0,25% pada pasangan suami istri yang mempunyai lima orang anak atau lebih.
Dari hasil penelitian ini sepertinya tidak ada lagi bukti yang menguatkan bahwa keterlantaran anak itu sebagai akibat dari talak.
Justru yang benar adalah bahwa problem anak terlantar itu diakibatkan oleh lemahnya pengawasan orangtua dalam pendidikan anak.
Hal itu diperkuat oleh hasil penelitian lain bahwa kasus kriminalitas lebih banyak disebabkan oleh kurangnya perhatian edukatif orangtua dan bukan faktor perceraian
Tafsir al-Jalalain
( Talak ) atau perceraian yang dapat kembali rujuk itu ( dua kali ) ( setelah itu boleh memegang mereka ) dengan jalan rujuk ( secara baik-baik ) tanpa menyusahkan mereka ( atau melepas ), artinya menceraikan mereka ( dengan cara baik pula.
Tidak halal bagi kamu ) hai para suami ( untuk mengambil kembali sesuatu yang telah kami berikan kepada mereka ) berupa mahar atau maskawin, jika kamu menceraikan mereka itu, ( kecuali kalau keduanya khawatir ), maksudnya suami istri itu ( tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah ), artinya tidak dapat melaksanakan kewajiban-kewajiban yang telah digariskan-Nya.
Menurut satu qiraat dibaca ’yukhaafaa’ secara pasif, Sedangkan ’an laa yuqiimaa’ menjadi badal isytimal bagi dhamir yang terdapat di sana.
Terdapat juga bacaan dengan baris di atas pada kedua fi`il tersebut.
( Jika kamu merasa khawatir bahwa mereka berdua tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidaklah mereka itu berdosa mengenai uang tebusan ) yang dibayarkan oleh pihak istri untuk menebus dirinya, artinya tak ada salahnya jika pihak suami mengambil uang tersebut begitu pula pihak istri jika membayarkannya.
( Itulah ), yakni hukum-hukum yang disebutkan di atas ( peraturan-peraturan Allah, maka janganlah kamu melanggarnya.
Barang siapa yang melanggar peraturan-peraturan Allah, maka merekalah orang-orang yang aniaya ).
Tafseer Muntakhab - Indonesian
Talak ( yang dapat dirujuk ) itu dua kali.
( 1 ) Suami dapat merujuk kembali istrinya setelah talak pertama dan kedua selama masa idah atau mengembalikannya sebagai istri dengan akad baru.
Dalam kondisi demikian suami wajib meniatkan usaha mengembalikan istri itu sebagai tindakan yang adil demi perbaikan.
Meskipun jika suami bermaksud mengakhiri perkawinan, tetap diharuskan menempuh jalan terbaik dengan tetap menghormati wanita bekas istrinya itu tanpa memperlakukannya dengan kasar.
Tidak diperbolehkan bagi kalian, wahai para suami, untuk meminta kembali harta yang telah kalian serahkan kepada istri itu, kecuali apabila kalian merasa khawatir tidak mampu melaksanakan hak dan kewajiban hidup bersuami istri sebagaimana dijelaskan dan diwajibkan Allah Swt.
Apabila kalian, wahai orang-orang Muslim, merasa khawatir istri-istri kalian tidak akan sanggup melaksanakan kewajiban mereka sebagai istri secara sempurna, maka mereka juga telah diberi ketetapan hukum untuk menyerahkan sejumlah harta kepada suami sebagai imbalan perceraian istri-istri itu dari suami mereka.
Inilah adanya ketentuan hukum Allah itu, maka barang siapa melanggar atau menyalahi ketentuan itu, ia benar-benar telah berbuat zalim terhadap diri sendiri dan pada masyarakatnya.
( 1 ) Allah mensyariatkan talak dan menjadikannya sebagai hak prerogatif di tangan suami.
Sebagian kalangan mengklaim bahwa kedudukan hak semacam ini akan menjadi faktor yang bisa membahayakan tata kehidupan sosial dan menghancurkan institusi keluarga.
Statemen ganjil itu, menurut mereka, telah dikuatkan oleh kenyataan bahwa persentase kasus talak di Mesir ( sebagai sampel ) dinyatakan termasuk cukup tinggi jumlahnya hingga mencapai angka 30 %, bahkan lebih.
Hal itu akan berujung pada meningkatnya jumlah anak-anak terlantar.
Di sini kita mencoba mengklarifikasikan persoalan, dengan mengulas maksud hak prerogatif suami dalam talak dan menjelaskan benar tidaknya statemen di atas.
Pertama, hak talak yang diberikan kepada suami tidak bebas begitu saja, tapi ada ketentuannya--baik yang bersifat psikologis atau kwantitatif--berkaitan dengan istri yang sudah digauli.
Ketentuan- ketentuan tersebut di antaranya: ( 1 ) Suami tidak menjatuhkan talak kepada istri lebih dari satu kali talak raj'iy, yang mengandung pengetian bahwa suami berhak merujuk kembali istrinya selama masa idah atau membiarkannya tanpa rujuk.
Alternatif kedua ini menandakan bahwa suami tidak lagi menyukai istrinya.
Dan sebagaimana dimaklumi, tidak akan ada perkawinan tanpa didasari oleh rasa suka sama suka.
( 2 ) Suami tidak boleh mencerai istrinya jika sedang dalam masa haid, karena dalam kondisi seperti ini istri mudah marah.
Di samping itu, selama masa haid wanita tidak bisa melaksanakan tugas ( menuruti kehendak suami untuk melakukan hubungan seksual ) seperti pada masa suci.
Barangkali persoalan sepele ini justru sebagai hal yang melatarbelakangi perceraian.
( 3 ) Suami tidak boleh menjatuhkan talak kepada istrinya dalam keadaan suci tapi telah terjadi hubungan seksual pada masa itu.
Kedua, pendapat yang menyatakan bahwa kasus perceraian di Mesir tergolong tinggi, kalau saja benar itu masih berada di bawah jumlah kasus yang terjadi di beberapa negara maju seperi Inggris, Amerika Serikat dan Perancis.
Di sisi lain bahwa kasus-kasus semacam itu tidak seluruhnya berakibat pada perceraian yang mengakhiri perkawinan atau bubarnya sebuah rumah tangga.
Dapat dijelaskan, bahwa talak yang terjadi sebelum suami berhubungan dengan istri tidak tergolong sebagai bencana, tapi justru sebagai upaya menghindari bencana itu sendiri.
Sementara kita juga menemukan bukti bahwa kasus rujuk, kasus talak sebelum suami istri berhubungan, talak yang sama-sama dikehendaki oleh kedua belah pihak secara sukarela dan termasuk perkawinan yang diperbarui lagi sesudah talak, cukup besar jumlahnya.
Kalau saja jumlah itu kita bandingkan dengan kasus talak yang 30% dan bersifat umum itu, maka persentase itu akan turun drastis sehingga kasus talak yang benar-benar berakhir dengan perpisahan suami istri hanya akan berkisar antara 1 sampai dengan 2% saja.
Ketiga, menyangkut persoalan anak terlantar akibat perceraian orang tua bisa dipastikan tidak benar.
Penelitian yang pernah dilakukan membuktikan bahwa kasus talak jarang sekali terjadi setelah kelahiran anak.
Secara rinci dibuktikan bahwa 75% kasus talak terjadi pada pasangan muda yang belum mempunyai keturunan, dan 17% terjadi pada pasangan suami istri yang mempunyai tidak lebih dari seorang anak.
Persentase itu semakin menurun sebanding dengan bertambahnya anak hingga mencapai 0,25% pada pasangan suami istri yang mempunyai lima orang anak atau lebih.
Dari hasil penelitian ini sepertinya tidak ada lagi bukti yang menguatkan bahwa keterlantaran anak itu sebagai akibat dari talak.
Justru yang benar adalah bahwa problem anak terlantar itu diakibatkan oleh lemahnya pengawasan orangtua dalam pendidikan anak.
Hal itu diperkuat oleh hasil penelitian lain bahwa kasus kriminalitas lebih banyak disebabkan oleh kurangnya perhatian edukatif orangtua dan bukan faktor perceraian.
Tafsir Al-wajiz
Talak yang memungkinkan suami untuk merujuk istrinya itu dua kali.
Setelah talak itu jatuh, suami dapat menahan untuk merujuk istrinya dengan baik atau melepaskan dengan menjatuhkan talak yang ketiga kalinya dengan baik tanpa boleh kembali lagi sesudahnya.
Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka seperti maskawin, hadiah, atau pemberian lainnya, kecuali keduanya khawatir tidak mampu menjalankan hukum-hukum Allah karena tidak ada kecocokan.
Jika kamu, para wali, khawatir bahwa keduanya tidak mampu menjalankan hukum-hukum Allah dalam berumah tangga, maka keduanya tidak berdosa atas bayaran yang harus diberikan oleh istri berupa maskawin yang pernah ia terima dari suaminya sebagai pengganti untuk menebus dirinya.4 Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggar ketetapan Allah berupa perintah dan larangan-Nya.
Barang siapa melanggar hukum-hukum Allah yang telah ditetapkan maka mereka itulah orang-orang zalim yang menganiaya diri sendiri.
Talak yang masih memungkinkan suami untuk merujuk istrinya hanya dua kali, dan disebut talak raj’i.
Suami tidak boleh meminta kembali pemberian yang sudah diberikan kepada istrinya bila telah bercerai.
Suami bahkan dianjurkan menambah lagi pemberiannya sebagai mut’ah untuk menjamin hidup istrinya itu di masa depan.
Tafsir Al-tahlili
Dalam ayat ini dijelaskan, bahwa talak raj‘i itu hanya berlaku dua kali.
Kalau talak sudah tiga kali, tidak boleh rujuk lagi dan dinamakan talak ba’in.
Para ulama berpendapat bahwa seseorang yang menjatuhkan talak tiga kali sekaligus, maka talaknya dihitung jatuh tiga, tetapi ada pula ulama yang berpendapat jatuh talak satu.
Pada masa jahiliah, orang Arab menjatuhkan talak itu menurut kehendak hatinya dan tidak terbatas, kemudian mereka rujuk sekehendak hatinya pula.
Pekerjaan seperti itu mempermainkan perempuan dan menghina mereka, padahal mereka adalah hamba Allah yang harus dihormati dan dimuliakan, seperti halnya laki-laki.
Maka turunnya ayat ini adalah untuk mengubah dan memperbaiki keadaan yang buruk itu, untuk mengatur urusan pernikahan, talak, dan rujuk dengan sebaik-baiknya.
Selama masih dalam talak satu atau talak dua, suami boleh rujuk dengan cara yang baik, atau tetap bercerai dengan cara yang baik pula.
Yang dimaksud dengan yang baik, ialah selama dalam idah perempuan masih mendapat uang belanja, masih boleh tinggal menumpang di rumah suaminya, kemudian diadakan pembagian harta perceraian dengan cara yang baik pula, sehingga perempuan itu sudah diberikan haknya menurut semestinya.
Kalau sudah benar-benar cerai, suami tidak boleh mengambil kembali apa yang sudah diberikan kepada istrinya seperti mahar dan lain-lain, bahkan sebaliknya mahar ditambah lagi dengan pemberian, agar terjamin hidupnya sesudah diceraikan.
Apabila suami istri dikhawatirkan tidak akan dapat menjalankan ketentuan-ketentuan Allah, jika hal ini disebabkan oleh pihak suami, maka ia tidak dibenarkan mengambil kembali apa yang telah diberikan kepada istrinya.
Tetapi kalau hal itu disebabkan oleh istri karena kebencian kepada suaminya atau takut ia tidak akan berlaku adil terhadapnya maka istri boleh memberikan kembali harta yang telah diberikan suaminya kepadanya untuk melepaskan dirinya dari ikatan perkawinan, agar suaminya mau menceraikannya, dan suaminya tidaklah berdosa mengambil kembali pemberiannya itu.
Perbuatan seorang istri yang seperti ini yaitu rela memberikan sebagian hartanya kepada suaminya asal dapat diceraikan, dinamakan khulu’.
Diriwayatkan oleh al-Bukhārī, Ibnu Mājah dan an-Nasā’i’ dari Ibnu ‘Abbas bahwa seorang wanita bernama Jamīlah, saudara ‘Abdullah bin Ubay bin Salūl, istri Sābit bin Qais datang menghadap Rasulullah saw dan berkata, “ Ya Rasulullah, suamiku Sābit bin Qais tidak akan kupatuhi perintahnya lagi karena aku marah melihat tingkah lakunya yang tidak baik, aku takut kalau aku jadi orang kafir kembali karena berkhianat dan durhaka kepada suamiku itu. ” Rasulullah saw bertanya, "Apakah engkau bersedia memberikan kembali kebun yang sudah diberikan suamimu sebagai maskawin dulu dan dengan demikian engkau akan dicerainya?" Jamilah menjawab, "Saya bersedia mengembalikannya asal aku diceraikan, ya Rasulullah." Maka Rasulullah saw berkata, “ Hai Sābit, terimalah kembali kebunmu itu dan ceraikanlah dia kembali. ”
Memberikan kembali dengan rela hati kebun yang sudah menjadi miliknya, asal dia diceraikan, itu namanya menebus diri dan kata kebun adalah kuniyah dari mahar.
Perceraian itu dinamakan khulu‘, tidak boleh rujuk lagi kecuali dengan akad dan mahar yang baru, dan tebusan itu disebut ‘iwaḍ.
Ketentuan tersebut adalah ketetapan Allah yang mengatur kehidupan rumah tangga yang tidak boleh dilanggar, agar terwujud rumah tangga yang bahagia.
Maka siapa yang tidak mematuhinya, mereka adalah orang-orang yang zalim.
Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan - Terjemahan
English | Türkçe | Indonesia |
Русский | Français | فارسی |
تفسير | Bengali | Urdu |
الطلاق مرتان فإمساك بمعروف أو تسريح بإحسان ولا يحل لكم أن تأخذوا مما آتيتموهن شيئا إلا أن يخافا ألا يقيما حدود الله فإن خفتم ألا يقيما حدود الله فلا جناح عليهما فيما افتدت به تلك حدود الله فلا تعتدوها ومن يتعد حدود الله فأولئك هم الظالمون
سورة: البقرة - آية: ( 229 ) - جزء: ( 2 ) - صفحة: ( 36 )transliterasi Indonesia
aṭ-ṭalāqu marratāni fa imsākum bima'rụfin au tasrīḥum bi`iḥsān, wa lā yaḥillu lakum an ta`khużụ mimmā ātaitumụhunna syai`an illā ay yakhāfā allā yuqīmā ḥudụdallāh, fa in khiftum allā yuqīmā ḥudụdallāhi fa lā junāḥa 'alaihimā fīmaftadat bih, tilka ḥudụdullāhi fa lā ta'tadụhā, wa may yata'adda ḥudụdallāhi fa ulā`ika humuẓ-ẓālimụn
We try our best to translate, keeping in mind the Italian saying: "Traduttore, traditore", which means: "Translation is a betrayal of the original text".
Ayats from Quran in Bahasa Indonesia
- Tidaklah mereka tahu bahwasanya Allah mengetahui rahasia dan bisikan mereka, dan bahwasanya Allah amat mengetahui
- Bukankah Allah cukup untuk melindungi hamba-hamba-Nya. Dan mereka mempertakuti kamu dengan (sembahan-sembahan) yang selain Allah?
- Fir'aun berkata: "Sesungguhnya Rasulmu yang diutus kepada kamu sekalian benar-benar orang gila".
- Dan orang-orang yang memelihara shalatnya.
- Apakah kamu tidak melihat orang-orang yang telah diberi bahagian dari Al Kitab (Taurat)? Mereka membeli
- Tuhan langit dan bumi dan apa yang berada di antara keduanya dan Tuhan tempat-tempat terbit
- Atau adakah kamu (berbuat demikian): bagaimanakah kamu mengambil keputusan?
- dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya.
- Dan tidaklah Kami mengutus rasul-rasul hanyalah sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan; tetapi
- Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
Surah Al-Qur'an dalam bahasa Indonesia :
Unduh surat dengan suarh qari paling terkenal:
surah mp3 : choose the reciter to listen and download the chapter Complete with high quality
Ahmed El Agamy
Bandar Balila
Khalid Al Jalil
Saad Al Ghamdi
Saud Al Shuraim
Al Shatri
Abdul Basit
Abdul Rashid Sufi
Fares Abbad
Maher Al Muaiqly
Al Minshawi
Al Hosary
Mishari Al-afasi
Nasser Al Qatami
Yasser Al Dosari
Wednesday, December 18, 2024
لا تنسنا من دعوة صالحة بظهر الغيب