Tafsir Surat Al-Fath ayat 1 , Inna Fatahna Laka Fathaan Mubinaan

  1. Jalalain
  2. Mokhtasar
  3. Quraish
  4. Al-tahlili
Bahasa Indonesia , Terjemahan - Tafsir surat Al-Fath ayat 1 | Inna Fatahna Laka Fathaan Mubinaan - Suci Quran (indonesia) Koran - Al-Qur'an terjemahan, Tafsir Jalalayn & English, Indonesian - Tafsir Muntakhab .
  
   

﴿إِنَّا فَتَحْنَا لَكَ فَتْحًا مُّبِينًا﴾
[ الفتح: 1]

Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata, [Al Fath: 1]

Inna Fatahna Laka Fathaan Mubinaan

Tafsir Al-mokhtasar


Sesungguhnya Kami telah memberikan kemenangan kepadamu -wahai Rasul- dengan kemenangan yang nyata dengan perjanjian Hudaibiyah.


Terjemahan - Muhammad Quraish Shihab

AL-FATH ( KEMENANGAN ) Pendahuluan: Madaniyyah, 29 ayat ~ Surat ini diawali dengan pembicaraan tentang kemenangan yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya yang berpengaruh begitu besar pada tersebarnya agama Islam dan kejayaan umat Islam.
Di samping itu, dijelaskan pula bahwa Allah meneguhkan hati umat Islam agar keimanan mereka semakin bertambah kuat.
Disebutkan juga, dalam surat ini, siksaan yang diterima orang-orang munafik dan musyrik akibat meragukan bahwa Allah akan membela Rasul-Nya, dan bahwa Nabi Muhammad diutus sebagai saksi dan pembawa kabar gembira demi mewujudnyatakan keimanan kepada Allah.
Setelah itu surat ini berbicara mengenai baiat orang-orang yang percaya dan memenuhi janji Rasulullah, kebohongan orang-orang yang meminta izin untuk tidak ikut berperang bersama Rasulullah karena mengira bahwa Allah tidak akan membela Rasul-Nya, dan permintaan mereka untuk berperang bersama Rasulullah demi mencari harta rampasan perang belaka.
Pada bagian lain diterangkan bahwa orang-orang yang meminta izin itu diajak untuk memerangi kaum yang mempunyai kakuatan besar dan bahwa tidak ada dosa bagi siapa yang tidak ikut berperang dengan alasan yang benar.
Dijelaskan pula mengenai kebaikan besar yang telah dijanjikan Allah kepada orang-orang yang diridai-Nya pada Bay’at al-Ridlwân, kehancuran orang-orang munafik ketika memerangi orang-orang Mukmin, hikmah larangan Allah bagi orang-orang kafir untuk memerangi orang-orang Mukmin dan larangan bagi orang-orang Mukmin untuk memerangi orang-orang kafir pada hari penaklukan kota Mekah ( Fath Makkah ).
Sebagai khatimah, surat ini ditutup dengan penjelasan bahwa Allah telah membenarkan mimpi Rasul-Nya yang akan memasuki Masjidil Haram bahwa sesungguhnya Nabi Muhammad dan para pengikutnya yang beriman bersikap keras terhadap orang-orang kafir dan berkasih sayang terhadap sesamanya, sifat dan tanda-tanda orang-orang Mukmin yang ada dalam kitab Tawrât dan Injîl, serta janji Allah kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh untuk diampuni dosanya dan diberi pahala yang besar.]] Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu, hai Muhammad, kemenangan yang nyata, yaitu kemenangan kebenaran melawan kebatilan, agar Allah mengampuni dosa-dosamu yang telah lalu dan yang akan datang dan menyempurnakan nikmat-Nya kepadamu dengan tersebarnya dakwahmu.
Selain itu, juga agar Allah meneguhkan kamu di atas jalan yang lurus dan menolong kamu dari musuh-musuh yang menentang kerasulanmu dengan pertolongan yang kuat

Tafsir al-Jalalain


( Sesungguhnya Kami telah memberikan kemenangan kepadamu ) maksudnya Kami telah memastikan kemenangan bagimu atas kota Mekah dan kota-kota lainnya di masa mendatang secara paksa melalui jihadmu ( yaitu kemenangan yang nyata ) artinya, kemenangan yang jelas dan nyata.

Tafseer Muntakhab - Indonesian

[ [48 ~ AL-FATH ( KEMENANGAN ) Pendahuluan: Madaniyyah, 29 ayat ~ Surat ini diawali dengan pembicaraan tentang kemenangan yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya yang berpengaruh begitu besar pada tersebarnya agama Islam dan kejayaan umat Islam.
Di samping itu, dijelaskan pula bahwa Allah meneguhkan hati umat Islam agar keimanan mereka semakin bertambah kuat.
Disebutkan juga, dalam surat ini, siksaan yang diterima orang-orang munafik dan musyrik akibat meragukan bahwa Allah akan membela Rasul-Nya, dan bahwa Nabi Muhammad diutus sebagai saksi dan pembawa kabar gembira demi mewujudnyatakan keimanan kepada Allah.
Setelah itu surat ini berbicara mengenai baiat orang-orang yang percaya dan memenuhi janji Rasulullah, kebohongan orang-orang yang meminta izin untuk tidak ikut berperang bersama Rasulullah karena mengira bahwa Allah tidak akan membela Rasul-Nya, dan permintaan mereka untuk berperang bersama Rasulullah demi mencari harta rampasan perang belaka.
Pada bagian lain diterangkan bahwa orang-orang yang meminta izin itu diajak untuk memerangi kaum yang mempunyai kakuatan besar dan bahwa tidak ada dosa bagi siapa yang tidak ikut berperang dengan alasan yang benar.
Dijelaskan pula mengenai kebaikan besar yang telah dijanjikan Allah kepada orang-orang yang diridai-Nya pada Bay'at al-Ridlwân, kehancuran orang-orang munafik ketika memerangi orang-orang Mukmin, hikmah larangan Allah bagi orang-orang kafir untuk memerangi orang-orang Mukmin dan larangan bagi orang-orang Mukmin untuk memerangi orang-orang kafir pada hari penaklukan kota Mekah ( Fath Makkah ).
Sebagai khatimah, surat ini ditutup dengan penjelasan bahwa Allah telah membenarkan mimpi Rasul-Nya yang akan memasuki Masjidil Haram bahwa sesungguhnya Nabi Muhammad dan para pengikutnya yang beriman bersikap keras terhadap orang-orang kafir dan berkasih sayang terhadap sesamanya, sifat dan tanda-tanda orang-orang Mukmin yang ada dalam kitab Tawrât dan Injîl, serta janji Allah kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh untuk diampuni dosanya dan diberi pahala yang besar.
]] Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu, hai Muhammad, kemenangan yang nyata, yaitu kemenangan kebenaran melawan kebatilan, agar Allah mengampuni dosa-dosamu yang telah lalu dan yang akan datang dan menyempurnakan nikmat-Nya kepadamu dengan tersebarnya dakwahmu.
Selain itu, juga agar Allah meneguhkan kamu di atas jalan yang lurus dan menolong kamu dari musuh-musuh yang menentang kerasulanmu dengan pertolongan yang kuat.

Tafsir Al-wajiz


Sungguh, Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata yang tidak ada keraguan sedikitpun tentang kemenangan itu.

Tafsir Al-tahlili


Para ahli tafsir berbeda pendapat tentang maksud dari kata “ kemenangan ” ( fatḥ ) dalam ayat ini.
Sebagian mereka berpendapat penaklukan Mekah.
Ada yang berpendapat, penaklukan negeri-negeri yang waktu itu berada di bawah kekuasaan bangsa Romawi, dan ada pula yang berpendapat, Perdamaian Hudaibiyyah.
Kebanyakan ahli tafsir mengikuti pendapat terakhir ini.
Di antaranya ialah:
1.
Menurut pendapat Ibnu ‘Abbās, kemenangan dalam ayat ini adalah Perdamaian Hudaibiyyah karena perdamaian itu menjadi sebab terjadinya penaklukan Mekah.
2.
Diriwayatkan dari Ibnu Mas‘ūd bahwa ia berkata, “ Kalian berpendapat bahwa yang dimaksud dengan kemenangan dalam ayat ini ialah penaklukan Mekah, sedangkan kami berpendapat Perdamaian Hudaibiyyah.
Pada riwayat yang lain diterangkan bahwa Surah al-Fatḥ ini diturunkan pada suatu tempat yang terletak antara Mekah dan Medinah, setelah terjadi Perdamaian Hudaibiyyah, mulai dari permulaan sampai akhir surah.
3.
Az-Zuhri mengatakan, “Tidak ada kemenangan yang lebih besar daripada kemenangan yang ditimbulkan oleh Perdamaian Hudaibiyyah dalam sejarah penyebaran agama Islam pada masa Rasulullah.
Sejak terjadinya perdamaian itu, terjadilah hubungan yang langsung antara orang-orang Muslim dan orang-orang musyrik Mekah.
Orang Muslim dapat menginjak kembali kampung halaman dan bertemu dengan keluarga mereka yang telah lama ditinggalkan.
Dalam hubungan dan pergaulan yang demikian itu, orang-orang kafir telah mendengar secara langsung percakapan kaum Muslimin, baik yang dilakukan sesama kaum Muslimin, maupun yang dilakukan dengan orang kafir sehingga dalam masa tiga tahun, banyak di antara mereka yang masuk Islam.
Demikianlah proses itu berlangsung sampai saat penaklukan Mekah, kaum Muslimin dapat memasuki kota itu tanpa pertumpahan darah.
Hudaibiyyah adalah nama sebuah desa, kira-kira 30 km di sebelah barat kota Mekah.
Nama itu berasal dari nama sebuah perigi yang ada di desa tersebut.
Nama desa itu kemudian dijadikan sebagai nama suatu perjanjian antara kaum Muslimin dengan orang-orang kafir Mekah, yang terjadi pada bulan Zulkaidah tahun 6 H ( Februari 628 M ) di desa itu.
Pada tahun keenam Hijriah, Nabi Muhammad beserta kaum Muslimin yang berjumlah hampir 1.500 orang memutuskan untuk berangkat ke Mekah untuk melepaskan rasa rindu mereka kepada Baitullah kiblat mereka, dengan melakukan umrah dan untuk melepaskan rasa rindu kepada sanak keluarga yang telah lama mereka tinggalkan.
Untuk menghilangkan prasangka yang tidak benar dari orang kafir Mekah, maka kaum Muslimin mengenakan pakaian ihram, membawa hewan-hewan untuk disembelih yang akan disedekahkan kepada penduduk Mekah.
Mereka pun berangkat tidak membawa senjata, kecuali sekedar senjata yang biasa dibawa orang dalam perjalanan jauh.
Sesampainya di Hudaibiyyah, rombongan besar kaum Muslimin itu bertemu dengan Basyar bin Sufyān al-Ka‘bī.
Basyar mengatakan kepada Rasulullah bahwa orang-orang Quraisy telah mengetahui kedatangan beliau dan kaum Muslimin.
Oleh karena itu, mereka telah mempersiapkan bala tentara dan senjata untuk menyambut kedatangan kaum Muslimin.
Mereka sedang berkumpul di Żi Ṭuwa.
Rasulullah saw lalu mengutus ‘Uṡmān bin ‘Affān menemui pimpinan dan pembesar Quraisy untuk menyampaikan maksud kedatangan beliau beserta kaum Muslimin.
Maka berangkatlah ‘Uṡmān.
Kaum Muslimin menunggu-nunggu kepulangan ‘Uṡmān, tetapi ia tidak juga kunjung kembali.
Hal itu terjadi karena ‘Uṡmān ditahan oleh pembesar-pembesar Quraisy.
Kemudian tersiar berita di kalangan kaum Muslimin bahwa ‘Uṡmān telah mati dibunuh oleh para pembesar Quraisy.
Mendengar berita itu, banyak kaum Muslimin yang telah hilang kesabarannya.
Rasulullah bersumpah akan memerangi kaum kafir Quraisy.
Menyaksikan hal itu, kaum Muslimin membaiat beliau bahwa mereka akan berperang bersama Nabi melawan kaum kafir.
Hanya satu orang yang tidak membaiat, yaitu Jadd bin Qais al-Anṣārī.
Baiat para sahabat itu diridai Allah sebagaimana disebutkan dalam ayat 18 surah ini.
Oleh karena itu, baiat itu disebut Bai‘atur-Riḍwān yang berarti “baiat yang diridai ”
.
Bai‘atur-Riḍwān ini menggetarkan hati orang-orang musyrik Mekah karena takut kaum Muslimin akan menuntut balas bagi kematian ‘Uṡmān, sebagaimana yang mereka duga.
Oleh karena itu, mereka mengirimkan utusan yang menyatakan bahwa berita tentang pembunuhan ‘Uṡmān itu tidak benar dan mereka datang untuk berunding dengan Rasulullah saw.
Perundingan itu menghasilkan perdamaian yang disebut Perjanjian Hudaibiyyah ( Sulḥul-Hudaibiyyah ).
Isi perdamaian itu ialah:
1.
Menghentikan peperangan selama 10 tahun.
2.
Setiap orang Quraisy yang datang kepada Rasulullah saw tanpa seizin wali yang mengurusnya, harus dikembalikan, tetapi setiap orang Islam yang datang kepada orang Quraisy, tidak dikembalikan kepada walinya.
3.
Kabilah-kabilah Arab boleh memilih antara mengadakan perjanjian dengan kaum Muslimin atau dengan orang musyrik Mekah.
Sehubungan dengan ini, maka kabilah Khuza‘ah memilih kaum Muslimin, sedangkan golongan Bani Bakr memilih kaum musyrik Mekah.
4.
Nabi Muhammad dan rombongan tidak boleh masuk Mekah pada tahun perjanjian itu dibuat, tetapi baru dibolehkan pada tahun berikutnya dalam masa tiga hari.
Selama tiga hari itu, orang-orang Quraisy akan mengosongkan kota Mekah.
Nabi Muhammad dan kaum Muslimin tidak boleh membawa senjata lengkap memasuki kota Mekah.
Setelah perjanjian itu, Rasulullah saw beserta kaum Muslimin kembali ke Medinah.
Perjanjian perdamaian itu ditentang oleh sebagian sahabat karena mereka menganggap perjanjian itu merugikan kaum Muslimin dan lebih menguntungkan orang-orang musyrik Mekah.
Apabila dilihat sepintas lalu, memang benar anggapan sebagian para sahabat itu, seperti yang tersebut pada butir dua dan butir empat.
Dalam perjanjian itu ditetapkan bahwa setiap orang musyrik yang datang kepada nabi tanpa seizin walinya harus dikembalikan, sebaliknya kalau orang Muslimin datang kepada orang Quraisy tidak dikembalikan.
Di samping itu, kaum Muslimin dilarang masuk kota Mekah pada tahun itu.
Sekalipun dibolehkan pada tahun berikutnya, namun hanya dalam waktu tiga hari, sedang kota Mekah adalah kampung halaman mereka sendiri.
Pada waktu itu, kaum Muslimin merasa telah mempunyai kekuatan yang cukup untuk memerangi dan mengalahkan orang-orang musyrik, mengapa tidak langsung saja memerangi mereka?
Lain halnya dengan Rasulullah saw dan para sahabat yang lain, yang memandangnya dari segi politik dan mempunyai pandangan yang jauh ke depan.
Sesuai dengan ilham dari Allah, beliau yakin bahwa perjanjian itu akan merupakan titik pangkal kemenangan yang akan diperoleh kaum Muslimin pada masa-masa yang akan datang.
Sekalipun butir dua dan empat dari perjanjian itu seakan-akan merugikan kaum Muslimin, beliau yakin bahwa tidak akan ada kaum Muslimin yang menjadi kafir kembali, karena mereka telah banyak mendapat ujian dari Tuhan mereka.
Keyakinan beliau itu tergambar dalam sikap beliau setelah terjadinya perjanjian itu.
Jika dipelajari, maka apa yang diyakini oleh Rasulullah saw dapat dipahami, di antaranya ialah:
1.
Dengan adanya Perjanjian Hudaibiyyah, berarti orang-orang musyrik Mekah secara tidak langsung telah mengakui secara de facto pemerintahan kaum Muslimin di Medinah.
Selama ini, mereka menyatakan bahwa Nabi dan kaum Muslimin tidak lebih dari sekelompok pemberontak yang ingin memaksakan kehendaknya kepada mereka.
2.
Dengan dibolehkannya Rasulullah saw bersama kaum Muslimin memasuki kota Mekah pada tahun yang akan datang untuk melaksana-kan ibadah di sekitar Ka‘bah, terkandung pengertian bahwa orang-orang musyrik Mekah telah mengakui agama Islam sebagai agama yang berhak menggunakan Ka‘bah sebagai rumah ibadah mereka dan hal ini juga berarti bahwa mereka telah mengakui agama Islam sebagai salah satu dari agama-agama yang ada di dunia.
3.
Dengan terjadinya perjanjian itu, berarti kaum Muslimin telah memperoleh jaminan keamanan dari orang-orang musyrik Mekah.
Hal ini memungkinkan mereka menyusun dan membina masyarakat Islam dan melakukan dakwah Islamiyah ke seluruh penjuru tanah Arab, tanpa mendapat gangguan dari orang-orang musyrik Mekah.
Selama ini, setiap usaha Rasulullah saw selalu mendapat rintangan dan gangguan dari mereka.
Sejak itu pula, Rasulullah dapat mengirim surat untuk mengajak raja-raja yang berada di kawasan Jazirah Arab dan sekitarnya untuk masuk Islam, seperti Kisra Persia, Muqauqis dari Mesir, Heraklius kaisar Romawi, raja Gassan, pembesar-pembesar Yaman, raja Najasyi ( Negus ) dari Ethiopia dan sebagainya.
Pada tahun kedelapan Hijriah, orang Quraisy menyerang Bani Khuza‘ah, sekutu kaum Muslimin.
Dalam Perjanjian Hudaibiyyah disebutkan bahwa penyerangan kepada salah satu dari sekutu kaum Muslimin berarti penye-rangan kepada kaum Muslimin.
Hal ini berarti bahwa pihak yang menyerang telah melanggar secara sepihak perjanjian yang telah dibuat.
Oleh karena itu, pada tahun kedelapan Hijriah tanggal 10 Ramadan, berangkatlah Rasulullah bersama 10.000 kaum Muslimin menuju Mekah.
Setelah mendengar kedatangan kaum Muslimin dalam jumlah yang demikian besar, maka orang-orang Quraisy menjadi gentar dan takut, sehingga Abū Sufyān, pemimpin Quraisy waktu itu, segera menemui Rasulullah di luar kota Mekah.
Ia menyatakan kepada Rasulullah saw bahwa ia dan seluruh kaumnya menyerahkan diri kepada beliau dan ia sendiri menyatakan masuk Islam saat itu juga.
Dengan pernyataan Abū Sufyān itu, maka Rasulullah saw bersama kaum Muslimin memasuki kota Mekah dengan suasana aman, damai, dan tenteram, tanpa pertumpahan darah.
Dengan demikian, sempurnalah kemenangan Rasulullah saw dan kaum Muslimin, yang terjadi dua tahun setelah Perjanjian Hudaibiyyah.
Sejak itu pula, agama Islam tersebar dengan mudah ke segala penjuru Jazirah Arab.
Sejak itu pula, pemerintahan Islam mulai melebarkan sayapnya ke daerah-daerah yang dikuasai oleh negara-negara besar pada waktu itu, seperti daerah-daerah kerajaan Romawi dan kerajaan Persia.


Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata, - Terjemahan

English Türkçe Indonesia
Русский Français فارسی
تفسير Bengali Urdu

إنا فتحنا لك فتحا مبينا

سورة: الفتح - آية: ( 1 )  - جزء: ( 26 )  -  صفحة: ( 511 )

transliterasi Indonesia

innā fataḥnā laka fat-ḥam mubīnā



⚠️Disclaimer: there's no literal translation to Allah's holy words, but we translate the meaning.
We try our best to translate, keeping in mind the Italian saying: "Traduttore, traditore", which means: "Translation is a betrayal of the original text".

Ayats from Quran in Bahasa Indonesia

  1. Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu) mati;
  2. Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah
  3. Apakah mereka (kaum musyrikin) yang lebih baik ataukah kaum Tubba' dan orang-orang yang sebelum mereka.
  4. mereka tinggal di dalamnya berabad-abad lamanya,
  5. Dan itulah surga yang diwariskan kepada kamu disebabkan amal-amal yang dahulu kamu kerjakan.
  6. dan timbanglah dengan timbangan yang lurus.
  7. Atau seperti gelap gulita di lautan yang dalam, yang diliputi oleh ombak, yang di atasnya
  8. Apakah telah sampai kepadamu kisah Musa?
  9. Mereka tidak menunggu-nunggu kecuali (kejadian-kejadian) yang sama dengan kejadian-kejadian (yang menimpa) orang-orang yang telah terdahulu
  10. Sebelum mereka, telah mendustakan (pula) kamu Nuh, maka mereka mendustakan hamba Kami (Nuh) dan mengatakan:

Surah Al-Qur'an dalam bahasa Indonesia :

Al-Baqarah Al-'Imran An-Nisa'
Al-Ma'idah Yusuf Ibrahim
Al-Hijr Al-Kahf Maryam
Al-Hajj Al-Qasas Al-'Ankabut
As-Sajdah Ya Sin Ad-Dukhan
Al-Fath Al-Hujurat Qaf
An-Najm Ar-Rahman Al-Waqi'ah
Al-Hashr Al-Mulk Al-Haqqah
Al-Inshiqaq Al-A'la Al-Ghashiyah

Unduh surat dengan suarh qari paling terkenal:

surah mp3 : choose the reciter to listen and download the chapter Complete with high quality
surah   in the voice of Ahmed El Agamy
Ahmed El Agamy
surah   in the voice of Bandar Balila
Bandar Balila
surah   in the voice of Khalid Al Jalil
Khalid Al Jalil
surah   in the voice of Saad Al Ghamdi
Saad Al Ghamdi
surah   in the voice of Saud Al Shuraim
Saud Al Shuraim
surah   in the voice of  Al Shatri
Al Shatri
surah   in the voice of Abdul Basit Abdul Samad
Abdul Basit
surah   in the voice of Abdul Rashid Sufi
Abdul Rashid Sufi
surah   in the voice of Fares Abbad
Fares Abbad
surah   in the voice of Maher Al Muaiqly
Maher Al Muaiqly
surah   in the voice of Muhammad Siddiq Al Minshawi
Al Minshawi
surah   in the voice of Al Hosary
Al Hosary
surah   in the voice of Al-afasi
Mishari Al-afasi
surah   in the voice of Nasser Al Qatami
Nasser Al Qatami
surah   in the voice of Yasser Al Dosari
Yasser Al Dosari



Sunday, May 5, 2024

لا تنسنا من دعوة صالحة بظهر الغيب