Tafsir Surat Al-Baqarah ayat 190 , Wa Qatilu Fi Sabili Allahi Al-Ladhina Yuqatilunakum Wa
﴿وَقَاتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَكُمْ وَلَا تَعْتَدُوا ۚ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ﴾
[ البقرة: 190]
Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. [Baqarah: 190]
Wa Qatilu Fi Sabili Allahi Al-Ladhina Yuqatilunakum Wa La Tatadu Inna Allaha La Yuhibbu Al-Mutadina
Tafsir Al-mokhtasar
Berperanglah kalian untuk meninggikan kalimat Allah melawan orang-orang kafir yang hendak memalingkan kalian dari agama Allah.
Dan janganlah kalian melampaui batas-batas yang telah ditetapkan oleh Allah dengan membunuh anak-anak, kaum wanita dan orang-orang lanjut usia, atau memutilasi tubuh korban dan sebagainya.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas-batas yang ditetapkan-Nya melalui syariat dan hukum-Nya.
Terjemahan - Muhammad Quraish Shihab
Di antara ketakwaan kepada Allah adalah menanggung beban dalam menaati-Nya.
Dan beban terberat bagi manusia adalah berperang melawan musuh-musuh Allah( 1 ) yang menyerang lebih dulu.
Dari itu, janganlah kalian lebih dulu menyerang atau membunuh mereka yang ikut berperang dan mereka yang tidak ada sangkut pautnya dengan peperangan itu.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai mereka yang melampaui batas.
{( 1 ) Ayat ini merupakan salah satu ayat yang menolak tuduhan bahwa Islam adalah "agama pedang", agama yang tersebar melalui perang, seperti yang dikatakan sebagian orang.
Dalam ayat ini ditegaskan bahwa kaum Muslimin tidak dibolehkan memulai serangan ( agresi ).
Ayat ini merupakan ayat kedua yang diturunkan seputar masalah perang, setelah lebih dulu turun surat al-Hajj: "Telah diizinkan ( beperang ) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya.
Dan sesungguhnya Allah benar-benar Mahakuasa menolong mereka." Bukti bahwa Islam bukanlah agama yang disebarkan dengan pedang, adalah karakter dakwah Islam--seperti yang diperintahkan Allah kepada Rasul-Nya--yang dilakukan dengan hikmah, nasihat dan berdebat dengan cara yang terbaik.
Di samping itu, Islam mengajak umat manusia untuk beriman melalui pemberdayaan rasio guna merenungi ciptaan-ciptaan Allah.
Dengan cara itulah Rasul menyebarkan dakwahnya selama 13 tahun di Mekah.
Tak ada pedang yang terhunus, dan tak setetes darah pun yang mengalir.
Bahkan ketika kaum Quraisy menyiksa para pengikut-Nya, beliau tidak menyuruh mereka membalas.
Rasul malah menyuruh para pengikutnya yang setia untuk berhijrah ke Habasyah ( Etiopia ) untuk menyelamatkan keyakinan mereka.
Suatu saat, kaum Quraisy mengisolasikan Banû Hâsyim dan Banû ’Abd al-Muththalib, dua klan yang merupakan kerabat dekat Nabi.
Mereka dipaksa menyerahkan Nabi untuk dibunuh atau, jika tidak, mereka akan diusir dari kota Mekah.
Ketika mereka menolak menyerahkan Rasul, kaum Quraisy pun mulai melakukan tindakan perang yang nyata, yaitu memboikot mereka di Syi’b Banû Hâsyim, Mekah.
Dibuatlah perjanjian untuk tidak melakukan jual beli dan tidak melakukan perkawinan dengan Banû Hâsyim.
Perjanjian ini kemudian digantung di dalam Ka’bah.
Pemboikotan yang berlangsung selama tiga tahun ini membuat kaum Muslim hidup sangat sengsara, hingga ada yang mengganjal perut dengan rerumputan menahan rasa lapar.
Melihat itu, Rasul memerintahkan mereka--secara sembunyi-sembunyi--untuk berhijrah ke Habasyah untuk kedua kalinya.
Ketika kaum Quraisy mendengar berita bahwa Rasul akan berhijrah ke Madinah, mereka pun bersekongkol untuk segera membunuh Nabi.
Tetapi, dengan pertolongan Allah, Rasul selamat dari makar mereka ini.
Kegagalan ini membuat kebencian Quraisy terhadap kaum Muslim semakin bertambah.
Siksaan terhadap kaum Muslim semakin sering dilakukan, sehingga mereka memutuskan untuk menyusul Nabi berhijrah ke Madinah dengan meninggalkan harta, rumah dan sanak saudara.
Kendatipun kaum Muslim sudah menetap di Madinah, genderang perang yang telah dibunyikan kaum Quraisy sejak peristiwa pemboikotan masih terus berkumandang.
Kedua belah pihak pun saling mengintai.
Dan ketika kaum Muslim membuntuti kafilah Abû Sufyân, kaum Quraisy semakin beralasan untuk menyerang kaum Muslim di Madinah, meskipun kafilah Abû Sufyân itu tidak diserang oleh kaum Muslim.
Tidak ada yang bisa dilakukan oleh kaum Muslim kecuali bertahan.
Di sinilah lalu turun ayat yang mengizinkan Rasul dan pengikutnya berperang, ayat pertama yang berbicara tentang perang ( al-Hajj: 39-41 ).
Ayat ini secara eksplisit menegaskan bahwa perang ini dibolehkan, adalah karena adanya serangan kaum Quraisy yang zalim.
Setelah kekalahan kaum Quraisy dalam perang Badar ini, sebelum meninggalkan medan pertempuran, salah seorang pembesar Quraisy berkata, "Perang telah tercatat, pertemuan kita tahun depan di Uhud." Ini jelas merupakan ultimatum bahwa kaum Quraisy masih ingin melanjutkan peperangan.
Dan begitulah, peperangan kemudian berkecamuk di Uhud, 6 mil dari Madinah.
Kaum Muslim harus bertahan dari serangan Quraisy.
Serangan Quraisy seperti ini juga terjadi di perang Khandak ketika kaum Muslim dikepung di Madinah.
Lalu Rasul pun memerintahkan membuat parit-parit ( khandaq ) untuk bertahan dari serangan musuh.
Alhasil, umat Islam di Madinah kemudian menjadi suatu kekuatan yang diperhitungkan.
Rasul pun mengutus delegasi ke beberapa kerajaan untuk mengajak mereka kepada Islam.
Tetapi di Persia, Raja Kisra menyobek surat Rasul dan mengutus orang yang sanggup memenggal kepala Muhammad.
Dengan demikian, Rraja Kisra telah menyatakan perang terhadap kaum Muslim.
Kaum Muslim harus bertahan dan akhirnya dapat menaklukkan imperium Persia dan kerajaan-kerajaan Arab yang berada di bawah koloninya.
Penaklukan Islam atas imperium Romawi Timur juga tidak keluar dari konteks di atas.
Adalah Syarhabîl ibn ’Amr, raja Ghassasinah di Syâm, kerajaan yang berada di bawah kekuasaan Romawi, membunuh kurir Rasul yang bermaksud menemui Heraclius.
Dia pun membunuh setiap warganya yang memeluk Islam.
Puncaknya, ia mempersiapkan satu balatentara untuk menyerang negara Islam di Jazirah Arab.
Kaum Muslim harus bertahan hingga akhirnya dapat menaklukkan imperium Romawi di Timur.
Demikianlah, Islam tidak pernah memerintahkan menghunus pedang kecuali untuk bertahan dan menjamin keamanan dakwah Islam.
Mahabenar Allah ketika berfirman, "Tidak ada paksaan untuk ( memasuki ) agama ( Islam ).
Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar dari jalan yang salah" ( Q., s.
al-Baqarah )
Tafsir al-Jalalain
Tatkala Nabi saw.
dihalangi kaum Quraisy untuk mengunjungi Baitullah pada perjanjian Hudaibiah dan berdamai dengan orang-orang kafir itu untuk kembali di tahun depan, di mana ia diberi kesempatan untuk memasuki Mekah selama tiga hari, kemudian tatkala ia telah bersiap-siap untuk umrah kada, sedangkan kaum muslimin merasa khawatir kalau-kalau Quraisy tidak menepati janjinya lalu memerangi mereka, padahal kaum muslimin tak mau melayani mereka jika di saat ihram, di tanah haram dan di bulan haram; maka turunlah ayat, ( Dan perangilah di jalan Allah ), maksudnya untuk menjunjung tinggi agama-Nya ( orang-orang yang memerangi kamu ) di antara orang-orang kafir ( tetapi janganlah kamu melampaui batas ) misalnya dengan memulai peperangan terhadap mereka ( karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas ), artinya yang melanggar apa-apa yang telah digariskan bagi mereka.
Dan ini dinasakh dengan ayat Bara-ah atau dengan firman-Nya:
Tafseer Muntakhab - Indonesian
Di antara ketakwaan kepada Allah adalah menanggung beban dalam menaati-Nya.
Dan beban terberat bagi manusia adalah berperang melawan musuh-musuh Allah( 1 ) yang menyerang lebih dulu.
Dari itu, janganlah kalian lebih dulu menyerang atau membunuh mereka yang ikut berperang dan mereka yang tidak ada sangkut pautnya dengan peperangan itu.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai mereka yang melampaui batas.
{( 1 ) Ayat ini merupakan salah satu ayat yang menolak tuduhan bahwa Islam adalah "agama pedang", agama yang tersebar melalui perang, seperti yang dikatakan sebagian orang.
Dalam ayat ini ditegaskan bahwa kaum Muslimin tidak dibolehkan memulai serangan ( agresi ).
Ayat ini merupakan ayat kedua yang diturunkan seputar masalah perang, setelah lebih dulu turun surat al-Hajj: "Telah diizinkan ( beperang ) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya.
Dan sesungguhnya Allah benar-benar Mahakuasa menolong mereka." Bukti bahwa Islam bukanlah agama yang disebarkan dengan pedang, adalah karakter dakwah Islam--seperti yang diperintahkan Allah kepada Rasul-Nya--yang dilakukan dengan hikmah, nasihat dan berdebat dengan cara yang terbaik.
Di samping itu, Islam mengajak umat manusia untuk beriman melalui pemberdayaan rasio guna merenungi ciptaan-ciptaan Allah.
Dengan cara itulah Rasul menyebarkan dakwahnya selama 13 tahun di Mekah.
Tak ada pedang yang terhunus, dan tak setetes darah pun yang mengalir.
Bahkan ketika kaum Quraisy menyiksa para pengikut-Nya, beliau tidak menyuruh mereka membalas.
Rasul malah menyuruh para pengikutnya yang setia untuk berhijrah ke Habasyah ( Etiopia ) untuk menyelamatkan keyakinan mereka.
Suatu saat, kaum Quraisy mengisolasikan Banû Hâsyim dan Banû 'Abd al-Muththalib, dua klan yang merupakan kerabat dekat Nabi.
Mereka dipaksa menyerahkan Nabi untuk dibunuh atau, jika tidak, mereka akan diusir dari kota Mekah.
Ketika mereka menolak menyerahkan Rasul, kaum Quraisy pun mulai melakukan tindakan perang yang nyata, yaitu memboikot mereka di Syi'b Banû Hâsyim, Mekah.
Dibuatlah perjanjian untuk tidak melakukan jual beli dan tidak melakukan perkawinan dengan Banû Hâsyim.
Perjanjian ini kemudian digantung di dalam Ka'bah.
Pemboikotan yang berlangsung selama tiga tahun ini membuat kaum Muslim hidup sangat sengsara, hingga ada yang mengganjal perut dengan rerumputan menahan rasa lapar.
Melihat itu, Rasul memerintahkan mereka--secara sembunyi-sembunyi--untuk berhijrah ke Habasyah untuk kedua kalinya.
Ketika kaum Quraisy mendengar berita bahwa Rasul akan berhijrah ke Madinah, mereka pun bersekongkol untuk segera membunuh Nabi.
Tetapi, dengan pertolongan Allah, Rasul selamat dari makar mereka ini.
Kegagalan ini membuat kebencian Quraisy terhadap kaum Muslim semakin bertambah.
Siksaan terhadap kaum Muslim semakin sering dilakukan, sehingga mereka memutuskan untuk menyusul Nabi berhijrah ke Madinah dengan meninggalkan harta, rumah dan sanak saudara.
Kendatipun kaum Muslim sudah menetap di Madinah, genderang perang yang telah dibunyikan kaum Quraisy sejak peristiwa pemboikotan masih terus berkumandang.
Kedua belah pihak pun saling mengintai.
Dan ketika kaum Muslim membuntuti kafilah Abû Sufyân, kaum Quraisy semakin beralasan untuk menyerang kaum Muslim di Madinah, meskipun kafilah Abû Sufyân itu tidak diserang oleh kaum Muslim.
Tidak ada yang bisa dilakukan oleh kaum Muslim kecuali bertahan.
Di sinilah lalu turun ayat yang mengizinkan Rasul dan pengikutnya berperang, ayat pertama yang berbicara tentang perang ( al-Hajj: 39-41 ).
Ayat ini secara eksplisit menegaskan bahwa perang ini dibolehkan, adalah karena adanya serangan kaum Quraisy yang zalim.
Setelah kekalahan kaum Quraisy dalam perang Badar ini, sebelum meninggalkan medan pertempuran, salah seorang pembesar Quraisy berkata, "Perang telah tercatat, pertemuan kita tahun depan di Uhud." Ini jelas merupakan ultimatum bahwa kaum Quraisy masih ingin melanjutkan peperangan.
Dan begitulah, peperangan kemudian berkecamuk di Uhud, 6 mil dari Madinah.
Kaum Muslim harus bertahan dari serangan Quraisy.
Serangan Quraisy seperti ini juga terjadi di perang Khandak ketika kaum Muslim dikepung di Madinah.
Lalu Rasul pun memerintahkan membuat parit-parit ( khandaq ) untuk bertahan dari serangan musuh.
Alhasil, umat Islam di Madinah kemudian menjadi suatu kekuatan yang diperhitungkan.
Rasul pun mengutus delegasi ke beberapa kerajaan untuk mengajak mereka kepada Islam.
Tetapi di Persia, Raja Kisra menyobek surat Rasul dan mengutus orang yang sanggup memenggal kepala Muhammad.
Dengan demikian, Rraja Kisra telah menyatakan perang terhadap kaum Muslim.
Kaum Muslim harus bertahan dan akhirnya dapat menaklukkan imperium Persia dan kerajaan-kerajaan Arab yang berada di bawah koloninya.
Penaklukan Islam atas imperium Romawi Timur juga tidak keluar dari konteks di atas.
Adalah Syarhabîl ibn 'Amr, raja Ghassasinah di Syâm, kerajaan yang berada di bawah kekuasaan Romawi, membunuh kurir Rasul yang bermaksud menemui Heraclius.
Dia pun membunuh setiap warganya yang memeluk Islam.
Puncaknya, ia mempersiapkan satu balatentara untuk menyerang negara Islam di Jazirah Arab.
Kaum Muslim harus bertahan hingga akhirnya dapat menaklukkan imperium Romawi di Timur.
Demikianlah, Islam tidak pernah memerintahkan menghunus pedang kecuali untuk bertahan dan menjamin keamanan dakwah Islam.
Mahabenar Allah ketika berfirman, "Tidak ada paksaan untuk ( memasuki ) agama ( Islam ).
Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar dari jalan yang salah" ( Q., s.
al-Baqarah: 256 ).
}
Tafsir Al-wajiz
Dan perangilah di jalan Allah, untuk membela diri dan kehormatan agamamu, orang-orang yang memerangi kamu, tetapi jangan melampaui batas dengan tidak membunuh wanita, anak-anak, orang lanjut usia, tuna netra, lumpuh, dan orang-orang yang tidak ada hubungannya dengan perang.
Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas dengan melanggar etika perang tersebut.
Tafsir Al-tahlili
Ayat ini adalah ayat Madaniyah yang termasuk ayat-ayat pertama yang memerintahkan kaum Muslimin untuk memerangi orang-orang musyrik, apabila kaum Muslimin mendapat serangan yang mendadak, meskipun serangan itu terjadi pada bulan-bulan haram, yaitu pada bulan Rajab, Zulkaidah, Zulhijah, dan Muharam, seperti dijelaskan pada ayat yang lalu.
Pada zaman jahiliah, bulan-bulan tersebut dianggap bulan larangan berperang.
Larangan itu oleh Islam diakui, tetapi karena orang-orang musyrik melanggarnya terlebih dahulu, maka Allah swt mengizinkan kaum Muslimin membalas serangan mereka.
Sebelum hijrah, tidak ada ayat yang membolehkan kaum Muslimin melakukan peperangan.
Di kalangan mufasir pun tidak ada perselisihan pendapat, bahwa peperangan itu dilarang dalam agama Islam pada masa itu.
Ayat ini sampai dengan ayat 194, diturunkan pada waktu diadakan perdamaian Hudaibiah, yaitu perjanjian damai antara kaum musyrikin Mekah dan umat Islam dari Medinah.
Perjanjian itu diadakan di salah satu tempat di jalan antara Jeddah dengan Mekah.
Dahulu yang dinamakan Hudaibiah, ialah sumur/mata air yang terdapat di tempat itu.
Peristiwa itu terjadi pada bulan Zulkaidah tahun keenam Hijri.
Rasulullah saw dengan para sahabatnya meninggalkan Medinah menuju Mekah untuk mengerjakan umrah.
Setelah rombongan itu sampai di Hudaibiah, mereka dihalangi oleh orang-orang musyrik dan tidak boleh masuk ke Mekah, sehingga rombongan Rasulullah saw terpaksa berada di Hudaibiah sampai satu bulan lamanya.
Akhirnya diadakan perjanjian damai yang isinya antara lain sebagai berikut:
a.
Rombongan Rasulullah saw harus pulang kembali ke Medinah pada tahun itu.
b.
Pada tahun berikutnya, yaitu tahun ketujuh Hijri, Rasulullah saw dan para sahabatnya diperkenankan memasuki kota Mekah, untuk mengerjakan umrah.
c.
Di antara kaum musyrikin dan Muslimin tidak akan ada peperangan selama sepuluh tahun.
Pada tahun berikutnya, Rasulullah berangkat kembali ke Mekah dengan rombongannya untuk mengerjakan umrah, yang lazim disebut umrah qaḍā, karena pada tahun sebelumnya mereka tidak berhasil melakukannya.
Pada waktu itu kaum Muslimin khawatir kalau-kalau kaum musyrikin melanggar janji perdamaian tersebut, sedang kaum Muslimin tidak senang berperang di tanah Haram ( Mekah ) apalagi di bulan Syawal, Zulkaidah, Zulhijah, dan Muharam, yang biasa disebut "bulan-bulan haram".
Karena keadaan dan peristiwa yang demikian itulah maka ayat-ayat tersebut diturunkan.
Dalam ayat 190 ini Allah memerintahkan agar kaum Muslimin memerangi kaum musyrik yang memerangi mereka.
Peperangan itu hendaklah bertujuan fī sabīlillāh ( untuk meninggikan kalimah Allah dan menegakkan agama-Nya ).
Perang yang disebut " fī sabīlillāh" adalah sebagaimana yang diterangkan dalam sebuah hadis riwayat al-Bukhārī dan Muslim:
عَنْ أَبِي مُوْسَى اْلأَشْعَرِي قَالَ سُئِلَ النَّبِيُّ صَلَّى الله ُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الرَّجُلِ يُقَاتِلُ شَجَاعَةً وَيُقَاتِلُ حَمِيَّةً وَيُقَاتِلُ رِيَـاءً.
أَيُّ ذٰلِكَ فِي سَبِيْلِ اللهِ؟ فَقَالَ: مَنْ قَاتَلَ لِتَكُوْنَ كَلِمَةُ اللهِ هِيَ اْلعُلْيَا فَهُوَ فِي سَبِيْلِ اللهِ ( رواه البخاري ومسلم )
"Dari Abū Mūsā al-Asy‘ary, bahwa Rasulullah saw pernah ditanya tentang seorang laki-laki yang berperang karena keberaniannya dan yang berperang karena sakit hati, atau yang berperang karena ingin mendapat pujian saja, manakah di antara mereka itu yang berperang di jalan Allah? Rasulullah menjawab, "Orang yang berperang untuk meninggikan kalimah Allah maka berperangnya itu fī sabilillāh." ( Riwayat al-Bukhārī dan Muslim )
Dalam perang suci ini orang mukmin dilarang melanggar berbagai ketentuan, seperti membunuh anak-anak, orang lemah yang tidak berdaya, orang yang telah sangat tua, wanita-wanita yang tidak ikut berperang, orang yang telah menyerah kalah dan para pendeta, karena Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.
Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu - Terjemahan
English | Türkçe | Indonesia |
Русский | Français | فارسی |
تفسير | Bengali | Urdu |
وقاتلوا في سبيل الله الذين يقاتلونكم ولا تعتدوا إن الله لا يحب المعتدين
سورة: البقرة - آية: ( 190 ) - جزء: ( 2 ) - صفحة: ( 29 )transliterasi Indonesia
wa qātilụ fī sabīlillāhillażīna yuqātilụnakum wa lā ta'tadụ, innallāha lā yuḥibbul-mu'tadīn
We try our best to translate, keeping in mind the Italian saying: "Traduttore, traditore", which means: "Translation is a betrayal of the original text".
Ayats from Quran in Bahasa Indonesia
- Demi langit yang mengandung hujan
- Aku akan memalingkan orang-orang yang menyombongkan dirinya di muka bumi tanpa alasan yang benar dari
- Dan apabila orang-orang yang beriman lalu di hadapan mereka, mereka saling mengedip-ngedipkan matanya.
- Katakanlah: "Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali
- Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami, mereka akan ditimpa siksa disebabkan mereka selalu berbuat fasik.
- Dan orang-orang yang beriman serta beramal saleh, mereka itu penghuni surga; mereka kekal di dalamnya.
- Sesunguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat bukti-bukti yang nyata. Dan adalah kebanyakan mereka tidak
- Kemudian Kami utus Musa dan saudaranya Harun dengan membawa tanda-tanda (Kebesaran) Kami, dan bukti yang
- Jika mereka mendurhakaimu maka katakanlah: "Sesungguhnya aku tidak bertanggung jawab terhadap apa yang kamu kerjakan";
- Penduduk Aikah telah mendustakan rasul-rasul;
Surah Al-Qur'an dalam bahasa Indonesia :
Unduh surat dengan suarh qari paling terkenal:
surah mp3 : choose the reciter to listen and download the chapter Complete with high quality
Ahmed El Agamy
Bandar Balila
Khalid Al Jalil
Saad Al Ghamdi
Saud Al Shuraim
Al Shatri
Abdul Basit
Abdul Rashid Sufi
Fares Abbad
Maher Al Muaiqly
Al Minshawi
Al Hosary
Mishari Al-afasi
Nasser Al Qatami
Yasser Al Dosari
Sunday, December 22, 2024
لا تنسنا من دعوة صالحة بظهر الغيب