Tafsir Surat An-Nur ayat 2 , Az-Zaniyatu Wa Az-Zani Fajlidu Kulla Wahidin Minhuma Miaata
﴿الزَّانِيَةُ وَالزَّانِي فَاجْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ مِّنْهُمَا مِائَةَ جَلْدَةٍ ۖ وَلَا تَأْخُذْكُم بِهِمَا رَأْفَةٌ فِي دِينِ اللَّهِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۖ وَلْيَشْهَدْ عَذَابَهُمَا طَائِفَةٌ مِّنَ الْمُؤْمِنِينَ﴾
[ النور: 2]
Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman. [An Nur: 2]
Az-Zaniyatu Wa Az-Zani Fajlidu Kulla Wahidin Minhuma Miaata Jaldatin Wa La Takhudhkum Bihima Rafatun Fi Dini Allahi In Kuntum Tuuminuna Billahi Wa Al-Yawmi Al-Akhiri Wa Liash/had Adhabahuma Taifatun Mina Al-Muuminina
Tafsir Al-mokhtasar
Pezina wanita yang masih gadis dan pezina laki-laki yang masih bujang, maka cambuklah setiap mereka seratus kali, dan janganlah kalian merasa belas kasihan kepada keduanya yang membuat kalian enggan menjalankan hukuman had atau meringankan had tersebut kepada keduanya bila kalian memang benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian.
Dan hendaknya pelaksanaan hukuman had keduanya dihadiri oleh sekumpulan orang-orang mukmin agar mereka mengenal keduanya, serta untuk memberikan efek jera bagi keduanya dan selain keduanya ( yang ingin melakukan zina ).
Terjemahan - Muhammad Quraish Shihab
Di antara ketentuan hukum itu adalah hukum wanita dan laki-laki yang berzina.
Cambuklah masing- masing mereka seratus kali cambukan.
Dalam melaksanakan ketentuan hukum itu, kalian tidak perlu merasa terhalangi oleh rasa iba dan kasihan, jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir.
Sebab, konsekuensi iman adalah mendahulukan perkenan Allah daripada perkenan manusia.
Pelaksanaan hukum cambuk itu hendaknya dihadiri oleh sekelompok umat Islam, agar hukuman itu menjadi pelajaran yang membuat orang lain selain mereka berdua jera( 1 ).
( 1 ) Komentar para ahli mengenai ayat 2 sampai ayat 4 surat ini: Kriminalitas dalam syariat Islam merupakan larangan-larangan yang tidak dibolehkan dengan ancaman sanksi hadd atau ta’zîr.
Larangan-larangan itu bisa berupa tindakan mengerjakan sesuatu yang dilarang atau tindakan meninggalkan sesuatu yang diperintahkan.
Alasan pengharaman larangan-larangan itu adalah bahwa tindakan pelanggaran larangan merupakan tindakan yang bertentangan dengan salah satu dari lima maslahat/kepentingan yang diakui dalam syariat Islam, yaitu: a.
Memelihara jiwa.
b.
Memelihara agama.
c.
Memelihara akal pikiran.
d.
Memelihara harta kekayaan.
e.
Memelihara kehormatan.
Tindakan pembunuhan, misalnya, merupakan perlawanan terhadap jiwa.
Keluar dari Islam ( riddah: ’menjadi murtad’ ) merupakan perlawanan terhadap agama.
Meminum khamar merupakan perlawanan terhadap pikiran.
Mencuri merupakan perlawanan terhadap harta dan kekayaan.
Dan zina merupakan perlawanan terhadap kehormatan.
Para ahli hukum Islam ( fuqahâ’ ) membagi tindakan kriminalitas menjadi beberapa kategori, tergantung pada sudut pandang masing-masing.
Sehubungan dengan hal itu, berikut ini akan disinggung pembagian hukum dari segi besarnya sanksi dan cara menetapkannya.
Berdasarkan hal ini kriminalitas terbagi dalam tiga kelompok, yaitu ( a ) yang terkena sanksi hudûd, ( b ) yang terkena sanksi qishâsh dan ( c ) yang terkena sanski ta’zîr.
Yang dimaksud dengan hudûd adalah kejahatan yang dianggap berlawanan dengan hak Allah atau kejahatan yang mengandung pelanggaran hak Allah dan hak manusia, tetapi hak Allah lebih dominan yang oleh karenanya dibatasi oleh Allah dengan jelas, baik melalui al-Qur’ân maupun al-Hadîts.
Kemudian, yang dimaksud dengan qishâsh ( termasuk di dalamnya diyat ) adalah kejahatan yang mengandung pelanggaran hak Allah dan hak manusia, tetapi hak manusia lebih dominan.
Dalam hal ini, sebagian ketentuan hukumnya ditetapkan oleh Allah melalui al-Qur’ân dan al-Hadîts dan sebagian lainnya diserahkan kepada kebijakan pemerintah untuk menentukan hukumnya.
Tindak pembunuhan, memotong salah satu organ tubuh, termasuk dalam kategori kedua ini.
Sedangkan yang dimaksud dengan ta’zîr adalah sejumlah sanksi, baik berat maupun ringan, yang penentuan dan pelaksanaannya diserahkan kepada pemerintah, sesuai kondisi masyarakat di mana terjadi kejahatan itu.
Ada tujuh macam kejahatan yang terkena sanksi hudûd, yaitu zina, menuduh orang yang sudah kawin berbuat zina ( qadzaf ), menentang penguasa ( baghy ), mencuri, menyamun, meminum khamar dan keluar dari Islam ( murtad ).
Ketujuh macam kejahatan itu beserta sanksi-sanksinya telah ditentukan sanksi hudûdnya di dalam al-Qur’ân, kecuali sanski pelaku zina yang sudah kawin yang dikenakan hukum rajam, meminum khamar yang dikenakan sanksi 80 kali cambuk, dan sanksi keluar dari Islam yaitu hukum mati., yang ditentukan oleh al-Hadits.
Sementara itu, hukum positif modern memberlakukan sanksi yang terlalu rendah, seperti penjara, terhadap zina.
Akibatnya, prostitusi dan kejahatan merajalela di kalangan masyarakat.
Kehormatan menjadi terinjak-injak.
Selain itu, akan timbul berbagai penyakit dan ketidakjelasan keturunan.
Yang cukup mengherankan, bahwa undang-undang yang berlaku di beberapa negara modern saat ini malah melindungi kejahatan semacam itu.
Dalam undang-undang Perancis, misalnya, terdapat ketentuan bahwa pelaku zina--baik laki-laki maupun perempuan--yang belum kawin tidak dikenakan sanksi apa-apa, selama mereka telah mencapai usia dewasa.
Hal itu berdasar pada prinsip kebebasan individu yang menjamin kebebasan berbuat apa saja.
Sedangkan jika pelaku zina itu sudah kawin, baik laki-laki maupun perempuan, maka sanksinya adalah penjara.
Contoh lain dari praktik hukum positif, lembaga hukum seperti niyâbah ( kejaksaan ) tidak mempunyai hak untuk melakukan penyelidikan kecuali atas permintaan salah seorang suami istri.
Selain itu, seorang suami yang telah melaporkan tuduhan zina, boleh menarik kembali tuduhannya.
Berdasarkan hal itu penyelidikan pun harus dihentikan.
Suami juga memiliki hak untuk memaafkan istrinya yang telah dijatuhi hukuman penjara sebelum habis masa hukuman, walaupun keputusan hakim sudah bersifat final.
Beberapa kalangan menganggap sanksi zina yang ditetapkan Islam itu terlalu berat.
Tetapi semestinya mereka melihat pula bahwa di samping sanksi itu berat, proses pembuktiannya pun tidak mudah.
Pada tindak pembunuhan, misalnya, Islam hanya menetapkan keharusan adanya dua saksi yang adil.
Tetapi pada pembuktian zina justru menetapkan adanya empat orang saksi adil yang menyaksikan kejadian itu secara langsung, atau pengakuan si pelaku zina.
Dapat dicatat di sini bahwa al-Qur’ân mewajibkan pelaksanaan hukum cambuk secara terang-terangan di hadapan khalayak ramai masyarakat Muslim dengan maksud sebagai pemberitahuan kepada mereka siapa pelaku zina itu di samping agar mereka merasa takut dan ngeri hingga menghindari tindakan yang hina itu
Tafsir al-Jalalain
( Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina ) kedua-duanya bukan muhshan atau orang yang terpelihara dari berzina disebabkan telah kawin.
Hadd bagi pelaku zina muhshan adalah rajam, menurut keterangan dari Sunah.
Huruf Al yang memasuki kedua lafal ini adalah Al Maushulah sekaligus sebagai Mubtada, mengingat kedudukan Mubtada di sini mirip dengan Syarat, maka Khabarnya kemasukan huruf Fa, sebagaimana yang disebutkan dalam ayat berikutnya, yaitu, ( maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera ) yakni sebanyak seratus kali pukulan.
Jika dikatakan Jaladahu artinya ia memukul kulit seseorang; makna yang dimaksud adalah mendera.
Kemudian ditambahkan hukuman pelaku zina yang bukan muhshan ini menurut keterangan dari Sunah, yaitu harus diasingkan atau dibuang selama satu tahun penuh.
Bagi hamba sahaya hanya dikenakan hukuman separuh dari hukuman orang yang merdeka tadi ( dan janganlah belas kasihan kalian kepada keduanya mencegah kalian untuk menjalankan agama Allah ) yakni hukum-Nya, seumpamanya kalian melalaikan sesuatu dari hudud yang harus diterima keduanya ( jika kalian beriman kepada Allah dan hari akhirat ) yaitu hari berbangkit.
Dalam ungkapan ayat ini terkandung anjuran untuk melakukan pengertian yang terkandung sebelum syarat.
Ungkapan sebelum syarat tadi, yaitu kalimat "Dan janganlah belas kasihan kalian kepada keduanya, mencegah kalian untuk menjalankan hukum Allah", merupakan Jawab dari Syarat, atau menunjukkan kepada pengertian Jawab Syarat ( dan hendaklah hukuman mereka berdua disaksikan ) dalam pelaksanaan hukuman deranya ( oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman ) menurut suatu pendapat para saksi itu cukup tiga orang saja; sedangkan menurut pendapat yang lain, bahwa saksi-saksi itu jumlahnya harus sama dengan para saksi perbuatan zina, yaitu sebanyak empat orang saksi laki-laki.
Tafseer Muntakhab - Indonesian
Di antara ketentuan hukum itu adalah hukum wanita dan laki-laki yang berzina.
Cambuklah masing- masing mereka seratus kali cambukan.
Dalam melaksanakan ketentuan hukum itu, kalian tidak perlu merasa terhalangi oleh rasa iba dan kasihan, jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir.
Sebab, konsekuensi iman adalah mendahulukan perkenan Allah daripada perkenan manusia.
Pelaksanaan hukum cambuk itu hendaknya dihadiri oleh sekelompok umat Islam, agar hukuman itu menjadi pelajaran yang membuat orang lain selain mereka berdua jera( 1 ).
( 1 ) Komentar para ahli mengenai ayat 2 sampai ayat 4 surat ini: Kriminalitas dalam syariat Islam merupakan larangan-larangan yang tidak dibolehkan dengan ancaman sanksi hadd atau ta'zîr.
Larangan-larangan itu bisa berupa tindakan mengerjakan sesuatu yang dilarang atau tindakan meninggalkan sesuatu yang diperintahkan.
Alasan pengharaman larangan-larangan itu adalah bahwa tindakan pelanggaran larangan merupakan tindakan yang bertentangan dengan salah satu dari lima maslahat/kepentingan yang diakui dalam syariat Islam, yaitu: a.
Memelihara jiwa.
b.
Memelihara agama.
c.
Memelihara akal pikiran.
d.
Memelihara harta kekayaan.
e.
Memelihara kehormatan.
Tindakan pembunuhan, misalnya, merupakan perlawanan terhadap jiwa.
Keluar dari Islam ( riddah: 'menjadi murtad' ) merupakan perlawanan terhadap agama.
Meminum khamar merupakan perlawanan terhadap pikiran.
Mencuri merupakan perlawanan terhadap harta dan kekayaan.
Dan zina merupakan perlawanan terhadap kehormatan.
Para ahli hukum Islam ( fuqahâ' ) membagi tindakan kriminalitas menjadi beberapa kategori, tergantung pada sudut pandang masing-masing.
Sehubungan dengan hal itu, berikut ini akan disinggung pembagian hukum dari segi besarnya sanksi dan cara menetapkannya.
Berdasarkan hal ini kriminalitas terbagi dalam tiga kelompok, yaitu ( a ) yang terkena sanksi hudûd, ( b ) yang terkena sanksi qishâsh dan ( c ) yang terkena sanski ta'zîr.
Yang dimaksud dengan hudûd adalah kejahatan yang dianggap berlawanan dengan hak Allah atau kejahatan yang mengandung pelanggaran hak Allah dan hak manusia, tetapi hak Allah lebih dominan yang oleh karenanya dibatasi oleh Allah dengan jelas, baik melalui al-Qur'ân maupun al-Hadîts.
Kemudian, yang dimaksud dengan qishâsh ( termasuk di dalamnya diyat ) adalah kejahatan yang mengandung pelanggaran hak Allah dan hak manusia, tetapi hak manusia lebih dominan.
Dalam hal ini, sebagian ketentuan hukumnya ditetapkan oleh Allah melalui al-Qur'ân dan al-Hadîts dan sebagian lainnya diserahkan kepada kebijakan pemerintah untuk menentukan hukumnya.
Tindak pembunuhan, memotong salah satu organ tubuh, termasuk dalam kategori kedua ini.
Sedangkan yang dimaksud dengan ta'zîr adalah sejumlah sanksi, baik berat maupun ringan, yang penentuan dan pelaksanaannya diserahkan kepada pemerintah, sesuai kondisi masyarakat di mana terjadi kejahatan itu.
Ada tujuh macam kejahatan yang terkena sanksi hudûd, yaitu zina, menuduh orang yang sudah kawin berbuat zina ( qadzaf ), menentang penguasa ( baghy ), mencuri, menyamun, meminum khamar dan keluar dari Islam ( murtad ).
Ketujuh macam kejahatan itu beserta sanksi-sanksinya telah ditentukan sanksi hudûdnya di dalam al-Qur'ân, kecuali sanski pelaku zina yang sudah kawin yang dikenakan hukum rajam, meminum khamar yang dikenakan sanksi 80 kali cambuk, dan sanksi keluar dari Islam yaitu hukum mati., yang ditentukan oleh al-Hadits.
Sementara itu, hukum positif modern memberlakukan sanksi yang terlalu rendah, seperti penjara, terhadap zina.
Akibatnya, prostitusi dan kejahatan merajalela di kalangan masyarakat.
Kehormatan menjadi terinjak-injak.
Selain itu, akan timbul berbagai penyakit dan ketidakjelasan keturunan.
Yang cukup mengherankan, bahwa undang-undang yang berlaku di beberapa negara modern saat ini malah melindungi kejahatan semacam itu.
Dalam undang-undang Perancis, misalnya, terdapat ketentuan bahwa pelaku zina--baik laki-laki maupun perempuan--yang belum kawin tidak dikenakan sanksi apa-apa, selama mereka telah mencapai usia dewasa.
Hal itu berdasar pada prinsip kebebasan individu yang menjamin kebebasan berbuat apa saja.
Sedangkan jika pelaku zina itu sudah kawin, baik laki-laki maupun perempuan, maka sanksinya adalah penjara.
Contoh lain dari praktik hukum positif, lembaga hukum seperti niyâbah ( kejaksaan ) tidak mempunyai hak untuk melakukan penyelidikan kecuali atas permintaan salah seorang suami istri.
Selain itu, seorang suami yang telah melaporkan tuduhan zina, boleh menarik kembali tuduhannya.
Berdasarkan hal itu penyelidikan pun harus dihentikan.
Suami juga memiliki hak untuk memaafkan istrinya yang telah dijatuhi hukuman penjara sebelum habis masa hukuman, walaupun keputusan hakim sudah bersifat final.
Beberapa kalangan menganggap sanksi zina yang ditetapkan Islam itu terlalu berat.
Tetapi semestinya mereka melihat pula bahwa di samping sanksi itu berat, proses pembuktiannya pun tidak mudah.
Pada tindak pembunuhan, misalnya, Islam hanya menetapkan keharusan adanya dua saksi yang adil.
Tetapi pada pembuktian zina justru menetapkan adanya empat orang saksi adil yang menyaksikan kejadian itu secara langsung, atau pengakuan si pelaku zina.
Dapat dicatat di sini bahwa al-Qur'ân mewajibkan pelaksanaan hukum cambuk secara terang-terangan di hadapan khalayak ramai masyarakat Muslim dengan maksud sebagai pemberitahuan kepada mereka siapa pelaku zina itu di samping agar mereka merasa takut dan ngeri hingga menghindari tindakan yang hina itu.
Tafsir Al-wajiz
Surah ini mengandung ketentuan hukum yang pasti, salah satunya hukum perzinaan.
Kepada pezina perempuan yang belum pernah menikah dan demikian pula pezina laki-laki yang belum pernah menikah, deralah masing-masing dari keduanya seratus kali jika perziaan keduanya terbukti sesuai dengan syarat-syaratnya, dan janganlah rasa belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk menjalankan agama dan hokum Allah, jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian.
Salah satu konsekuensi iman adalah melaksanakan hukum Allah.
Dan hendaklah pelaksanaan hukuman mereka disaksikan oleh sebagian orang-orang yang beriman, sedikitnya tiga atau empat orang, agar hukuman itu menjadi pelajaran bagi pihak-pihak yang melihat dan mendengarnya.
Tafsir Al-tahlili
Pada ayat ini Allah menerangkan bahwa orang-orang Islam yang berzina baik perempuan maupun laki-laki yang sudah akil balig, merdeka, dan tidak muḥṣan hukumnya didera seratus kali dera, sebagai hukuman atas perbuatannya itu.
Yang dimaksud dengan muḥṣan ialah perempuan atau laki-laki yang pernah menikah dan bersebadan.
Tidak muḥṣan berarti belum pernah menikah dan bersebadan, artinya gadis dan perjaka.
Mereka bila berzina hukumannya adalah dicambuk seratus kali.
Pencambukan itu harus dilakukan tanpa belas kasihan yaitu tanpa henti dengan syarat tidak mengakibatkan luka atau patah tulang.
Bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, tidak dibenarkan bahkan dilarang menaruh belas kasihan kepada pelanggar hukum itu yang tidak menjalankan ketentuan yang telah digariskan di dalam agama Allah.
Nabi Muhammad harus dijadikan contoh atau teladan dalam menegakkan hukum.
Beliau pernah berkata:
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: قَالَ رَسُوْلُ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَوْ اَنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ مُحَمَّدٍ سَرَقَتْ لَقَطَعْتُ يَدَهَا ( رواه الشيخان )
Dari ‘Aisyah berkata Rasulullah bersabda, “ Andaikata Fatimah binti Muhammad mencuri, pasti saya potong tangannya. ” ( Riwayat asy-Syaikhān )
Hukuman cambuk itu hendaklah dilaksanakan oleh yang berwajib dan dilakukan di tempat umum dan terhormat, seperti di masjid, sehingga dapat disaksikan oleh orang banyak, dengan maksud supaya orang-orang yang menyaksikan pelaksanaan hukuman dera itu mendapat pelajaran, sehingga mereka benar-benar dapat menahan dirinya dari perbuatan zina.
Adapun pezina-pezina muhsan baik perempuan maupun laki-laki hukumannya ialah dilempar dengan batu sampai mati, yang menurut istilah dalam Islam dinamakan “ rajam ”.
Hukuman rajam ini juga dilaksanakan oleh orang yang berwenang dan dilakukan di tempat umum yang dapat disaksikan oleh orang banyak.
Hukum rajam ini didasarkan atas sunnah Nabi saw yang mutawatir.
Diriwayatkan dari Abu Bakar, Umar, Ali, Jabir bin Abdillah, Abu Said Al-Khudri, Abu Hurairah, Zaid bin Khalid dan Buraidah al-Aslamy, bahwa seorang sahabat Nabi yang bernama Mā’iz telah dijatuhi hukuman rajam berdasarkan pengakuannya sendiri bahwa ia berzina.
Begitu pula dua orang perempuan dari Bani Lahm dan Bani Hamid telah dijatuhi hukuman rajam, berdasarkan pengakuan keduanya bahwa mereka telah berzina.
Hukuman itu dilakukan di hadapan umum.
Begitulah hukuman perbuatan zina di dunia.
Adapun di akhirat nanti, pezina itu akan masuk neraka jika tidak bertaubat, sebagaimana sabda Nabi saw.
اِيَّاكُمْ وَالزِّنَى فَاِنَّ فِيْهِ اَرْبَعَ خِصَالٍ يُذْهِبُ الْبَهَاءَ عَنِ الْوَجْهِ وَيَقْطَعُ الرِّزْقَ وَيُسْخِطُ الرَّحْمٰنَ وَيُوْجِبُ الْخُلُوْدَ فِى النَّارِ.
( رواه الطبرانى فى الاوسط عن ابن عباس )
“ Jauhilah zina karena di dalam zina ada empat perkara.
Menghilangkan kewibawaan wajah, memutus rezeki, membikin murka Allah, dan menyebabkan kekal di neraka. ” ( Riwayat aṭ-Ṭabrānī dalam Mu’jam al-Ausaṭ, dari Ibnu ‘Abbas )
Kenyataannya adalah bahwa budaya pergaulan bebas laki-laki dan perempuan telah menimbulkan penyakit-penyakit yang sulit disembuhkan, yaitu HIV/AIDS, hilangnya sistem kekebalan tubuh pada manusia pada akhirnya yang bersangkutan akan mati secara perlahan.
Juga telah memunculkan banyaknya bayi lahir di luar nikah, sehingga mengacaukan keturunan dan pada gilirannya mengacaukan tatanan hukum dan sosial.
Perbuatan zina telah disepakati sebagai dosa besar yang berada pada posisi ketiga sesudah musyrik dan membunuh, sebagaimana dijelaskan di dalam hadis Nabi saw:
قُلْتُ يَارَسُوْلَ اللّٰهِ اَيُّ الذَّنْبِ اَعْظَمُ عِنْدَ اللّٰهِ؟ قَالَ اَنْ تَجْعَلَ لِلّهِ نِدًّا وَهُوَ خَلَقَكَ, قُلْتُ ثُمَّ أَيٌّ؟ قَالَ وَاَنْ تَقْتُلَ وَلَدَكَ خَشْيَةَ اَنْ يَأْكُلَ مَعَكَ، قُلْتُ ثُمَّ أَيٌّ؟ قَالَ وَاَنْ تَزْنِيَ بِحَلِيْلَةِ جَارِكَ
Berkata Abdullah bin Mas’ud, “ Wahai Rasulullah! Dosa apakah yang paling besar di sisi Allah? ” Rasulullah menjawab, “ Engkau jadikan bagi Allah sekutu padahal Dialah yang menciptakanmu, ” Berkata Ibnu Mas’ud, “ Kemudian dosa apalagi? ”, jawab Rasulullah, “ Engkau membunuh anakmu karena takut akan makan bersamamu. ” Berkata Ibnu Mas’ūd, “ Kemudian dosa apalagi? ” Rasulullah menjawab, “ Engkau berzina dengan istri tetanggamu. ”
Senada dengan hadis ini, firman Allah:
وَالَّذِيْنَ لَا يَدْعُوْنَ مَعَ اللّٰهِ اِلٰهًا اٰخَرَ وَلَا يَقْتُلُوْنَ النَّفْسَ الَّتِيْ حَرَّمَ اللّٰهُ اِلَّا بِالْحَقِّ وَلَا يَزْنُوْنَۚ
Dan orang-orang yang tidak menyembah Tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah ( membunuhnya ) kecuali dengan ( alasan ) yang benar, serta tidak berzina.
( al-Furqān/25: 68 )
Hukuman di dunia itu baru dilaksanakan bila tindakan perzinaan itu benar-benar terjadi.
Kepastian terjadi atau tidaknya perbuatan zina ditentukan oleh salah satu dari tiga hal berikut: bukti ( bayyinah ), hamil, dan pengakuan yang bersangkutan, sebagaimana sabda Nabi yang diriwayatkan oleh Huzaifah:
فَالرَّجَمُ فِى كِتَابِ اللّٰهِ حَقٌّ عَلَى مَنْ زَنَى اِذَا اَحْصَنَ مِنَ الرِّجَالِ اَوْ مِنَ النِّسَاءِ اِذَا قَامَتِ اْلبَيِّنَةُ اَوِ الْحَمْلُ اَوِ اْلاِعْتِرَافُ.
( رواه البخاري ومسلم )
Hukum rajam dalam Kitabullah jelas atas siapa yang berzina bila dia muhsan, baik laki-laki maupun perempuan, bila terdapat bukti, hamil atau pengakuan.
( Riwayat al-Bukhārī dan Muslim )
Yang dimaksud dengan “ bukti ” dalam hadis tersebut adalah kesaksian para saksi yang jumlahnya paling kurang empat orang laki-laki yang menyaksikan dengan jelas terjadinya perzinaan.
Bila tidak ada atau tidak cukup saksi, diperlukan pengakuan yang bersangkutan, bila yang bersangkutan tidak mengaku, maka hukuman tidak bisa dijatuhkan.
Hukuman di akhirat, yaitu azab di dalam neraka sebagaimana diterangkan dalam hadis yang diriwayatkan Huzaifah di atas, terjadi bila yang bersangkutan tidak tobat.
Bila yang bersangkutan tobat dan bersedia menjalankan hukuman di dunia, maka ia terlepas dari hukuman akhirat, sebagaimana hadis yang mengisahkan seorang sahabat yang bernama Hilal yang menuduh istrinya berzina tetapi si istri membantahnya.
Nabi mengatakan bahwa hukuman di akhirat lebih dahsyat dari hukuman di dunia, yaitu rajam, jauh lebih ringan.
Tetapi perempuan itu malah mengingkari bahwa ia telah berzina.
Dari peristiwa itu dipahami bahwa bila orang yang berzina telah bertobat dan bersedia menjalankan hukuman di dunia, ia terlepas dari hukuman di akhirat.
Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari - Terjemahan
English | Türkçe | Indonesia |
Русский | Français | فارسی |
تفسير | Bengali | Urdu |
الزانية والزاني فاجلدوا كل واحد منهما مائة جلدة ولا تأخذكم بهما رأفة في دين الله إن كنتم تؤمنون بالله واليوم الآخر وليشهد عذابهما طائفة من المؤمنين
سورة: النور - آية: ( 2 ) - جزء: ( 18 ) - صفحة: ( 350 )transliterasi Indonesia
az-zāniyatu waz-zānī fajlidụ kulla wāḥidim min-humā mi`ata jaldatiw wa lā ta`khużkum bihimā ra`fatun fī dīnillāhi ing kuntum tu`minụna billāhi wal-yaumil-ākhir, walyasy-had 'ażābahumā ṭā`ifatum minal-mu`minīn
We try our best to translate, keeping in mind the Italian saying: "Traduttore, traditore", which means: "Translation is a betrayal of the original text".
Ayats from Quran in Bahasa Indonesia
- Tidak ada seorangpun dari Ahli Kitab, kecuali akan beriman kepadanya (Isa) sebelum kematiannya. Dan di
- Katakanlah: "Terangkanlah kepadaku jika datang siksaan Allah kepadamu, atau datang kepadamu hari kiamat, apakah kamu
- Kami lebih mengetahui apa yang mereka katakan, ketika berkata orang yang paling lurus jalannya di
- dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada kamu. Tetapi kamu tidak melihat,
- Tidakkah kamu memperhatikan orang-orang yang telah diberi bahagian yaitu Al Kitab (Taurat), mereka diseru kepada
- Manusia dahulunya hanyalah satu umat, kemudian mereka berselisih. Kalau tidaklah karena suatu ketetapan yang telah
- Dan sesungguhnya telah sesat sebelum mereka (Quraisy) sebagian besar dari orang-orang yang dahulu,
- Dan sekiranya bukan karena hendak menghindari manusia menjadi umat yang satu (dalam kekafiran), tentulah kami
- Orang-orang yang kafir kepada Tuhannya, amalan-amalan mereka adalah seperti abu yang ditiup angin dengan keras
- Demikianlah balasan terhadap musuh-musuh Allah, (yaitu) neraka; mereka mendapat tempat tinggal yang kekal di dalamnya
Surah Al-Qur'an dalam bahasa Indonesia :
Unduh surat dengan suarh qari paling terkenal:
surah mp3 : choose the reciter to listen and download the chapter Complete with high quality
Ahmed El Agamy
Bandar Balila
Khalid Al Jalil
Saad Al Ghamdi
Saud Al Shuraim
Al Shatri
Abdul Basit
Abdul Rashid Sufi
Fares Abbad
Maher Al Muaiqly
Al Minshawi
Al Hosary
Mishari Al-afasi
Nasser Al Qatami
Yasser Al Dosari
Wednesday, December 18, 2024
لا تنسنا من دعوة صالحة بظهر الغيب