Tafsir Surat An-Nisa ayat 3 , Wa In Khiftum Alla Tuqsitu Fi Al-Yatama Fankihu
﴿وَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَىٰ فَانكِحُوا مَا طَابَ لَكُم مِّنَ النِّسَاءِ مَثْنَىٰ وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ ۖ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَلَّا تَعُولُوا﴾
[ النساء: 3]
Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya. [Nisa: 3]
Wa In Khiftum Alla Tuqsitu Fi Al-Yatama Fankihu Ma Taba Lakum Mina An-Nisa Mathna Wa Thulatha Wa Rubaa Fain Khiftum Alla Tadilu Fawahidatan Aw Ma Malakat Aymanukum Dhalika Adna Alla Taulu
Tafsir Al-mokhtasar
Dan apabila kalian takut tidak akan dapat berlaku adil jika kalian menikah dengan anak-anak perempuan yatim yang berada di bawah perwalian kalian ( boleh jadi takut mengurangi mas kawin yang seharusnya menjadi hak milik mereka, atau memperlakukan mereka secara buruk ) maka hindarilah mereka dan menikahlah dengan wanita-wanita baik lainnya.
Jika kalian mau, menikahlah dengan dua wanita, tiga wanita atau empat wanita.
Namun jika kalian takut tidak akan dapat berlaku adil kepada mereka, maka cukuplah menikah dengan satu wanita saja.
Atau bersenang-senanglah dengan budak-budak wanita yang kalian miliki, karena hak-hak mereka tidak sama dengan para istri.
Ketentuan yang ada di dalam ayat tersebut yang berkenaan dengan urusan anak-anak yatim, membatasi diri dengan menikahi satu orang wanita, dan bersenang-senang dengan budak wanita itu lebih memungkinkan kalian untuk tidak berbuat sewenang-wenang dan menyimpang dari kebenaran.
Terjemahan - Muhammad Quraish Shihab
Jika kalian merasa takut berbuat lalim kepada anak-anak yatim, karena merupakan dosa besar, maka takutlah juga akan penderitaan yang dialami oleh istri-istri kalian jika kalian tidak berlaku adil kepada mereka dan jika kalian kawin dengan lebih dari empat istri.
Kawinilah, di antara mereka itu, dua, tiga atau empat, jika kalian yakin akan mampu berlaku adil.
Jika kalian merasa takut tidak bisa berlaku adil, maka cukup seorang saja.
Atau, kawinilah budak-budak perempuan kalian.
Hal itu lebih dekat untuk menghindari terjadinya kezaliman dan aniaya,( 1 ) juga lebih dekat untuk tidak memperbanyak anak, yang membuat kalian tidak mampu memberikan nafkah.
( 1 ) Prinsip poligami telah disyariatkan sebelumnya oleh agama-agama samawi selain Islam.
Syariat Tawrât menetapkan seorang laki- laki boleh menikah dengan siapa saja yang dikehendakinya.
Disebutkan bahwa para nabi menikah dengan puluhan wanita.
Tawrât adalah kitab perjanjian lama yang menjadi rujukan orang Nasrani manakala mereka tidak menemukan ketentuan hukum dalam Injîl atau risalah-risalah rasul yang bertentangan dengannya.
Akan tetapi belum pernah didapatkan ketentuan yang dengan jelas bertentangan dengan Injîl.
Pada abad pertengahan, gereja membolehkan praktek poligami.
Sebagaimana diketahui dalam sejarah Eropa, para raja banyak melakukan praktek poligami.
Dalam hal ini, Islam berbeda dengan syariat agama samawi lainnya.
Dalam agama Islam, poligami ada batasannya.
Islamlah agama samawi pertama yang membatasi poligami.
Ada tiga syarat mengapa Islam membolehkan poligami.
Pertama, jumlah istri tidak boleh lebih dari empat.
Kedua, suami tidak boleh berlaku zalim terhadap salah satu dari mereka ( harus berbuat adil ).
Ketiga, suami harus mampu memberikan nafkah kepada semua istrinya.
Para ahli fikih menetapkan ijmâ’ ( konsensus ) bahwa barangsiapa merasa yakin dirinya tidak akan dapat bersikap adil terhadap wanita yang akan dinikahinya, maka pernikahan itu haram hukumnya.
Namun, larangan itu hanya terbatas pada tataran etika keagamaan yang tidak masuk dalam larangan di bawah hukum peradilan.
Alasannya, pertama, bersikap adil terhadap semua istri merupakan persoalan individu yang hanya diketahui oleh yang bersangkutan.
Kedua, kemampuan memberi nafkah merupakan perkara nisbi yang tidak bisa dibatasi oleh satu ukuran tertentu.
Ukurannya sesuai dengan pribadi masing-masing.
Ketiga, sikap zalim atau tidak mampu memberi nafkah berkaitan dengan hal-hal yang akan terjadi kemudian.
Kesahihan sebuah akad tidak bisa didasarkan pada prediksi, tetapi harus didasarkan pada hal-hal yang nyata.
Kadang-kadang seorang yang zalim bisa menjadi adil, dan seorang yang kekurangan harta pada suatu saat akan mampu memberi nafkah.
Sebab, harta kekayaan tidak bersifat langgeng.
Meskipun demikian, Islam menentukan bila seorang suami berlaku zalim terhadap istrinya atau tidak mampu memberikan nafkah kepadanya, maka istri berhak menuntut cerai.
Namun demikian, juga tidak ada larangan bagi suami untuk tetap meneruskan ikatan pernikahannya bila hal itu merupakan pilihan dan kehendaknya.
Dengan membolehkan poligami yang dipersempit dengan syarat-syarat di atas, Islam telah menanggulangi berbagai masalah sosial, di antaranya: Pertama, ada kemungkinan jumlah laki-laki berada di bawah jumlah wanita, terutama pada masa-masa setelah terjadi perang.
Di beberapa negara Eropa, misalnya, setelah terjadi perang, perbandingan antara laki-laki dan wanita layak nikah mencapai 1:7.
Maka merupakan kehormatan bagi seorang wanita untuk menjadi istri, meskipun harus dimadu, daripada harus berpindah-pindah dari satu lelaki ke lelaki lain.
Kedua, kadang-kadang terdapat laki-laki dan perempuan yang tidak bisa untuk tidak melakukan hubungan seksual, baik secara sah atau tidak.
Maka, demi kemaslahatan umum, akan lebih baik kalau hubungan itu dilegitimasi oleh agama.
Bagi wanita, lebih baik menjadi istri daripada berpindah tangan dari yang satu kepada yang lainnya.
Meskipun dibolehkannya poligami ini memiliki dampak negatif, tetapi dampak itu jauh lebih kecil daripada jika poligami dilarang, sebab terbukti dapat mencegah terjadinya masalah sosial yang lebih besar dari sekadar berpoligami.
Ketiga, tidak mungkin seorang wanita kawin dengan laki-laki beristri kecuali dalam keadaan terpaksa.
Kalaupun istri pertama akan menderita lantaran suaminya kawin lagi dengan wanita lain, maka wanita lain itu juga akan mengalami penderitaan lebih besar jika tidak dikawini.
Sebab ia bisa menjadi kehilangan harkatnya sebagai wanita atau menjadi wanita tuna susila.
Sesuai dengan kaidah yurisprudensi Islam, Ushûl al-Fiqh, risiko yang besar dapat dihindari dengan menempuh risiko yang lebih kecil.
Keempat, kadangkala seorang istri menderita penyakit yang membuatnya tidak bisa melakukan hubungan seksual atau mengalami kemandulan.
Maka perkawinan dengan wanita lain akan membawa dampak positif bagi yang bersangkutan, di samping dampak sosial.
Karena itulah Islam membuka pintu poligami dengan sedikit pembatasan, tidak menutupnya rapat-rapat.
Islam adalah syariat Allah yang mengetahui segala sesuatu.
Dia Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana
Tafsir al-Jalalain
( Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap anak-anak yatim ) sehingga sulit bagi kamu untuk menghadapi mereka lalu kamu takut pula tidak akan dapat berlaku adil di antara wanita-wanita yang kamu kawini ( maka kawinilah ) ( apa ) dengan arti siapa ( yang baik di antara wanita-wanita itu bagi kamu dua, tiga atau empat orang ) boleh dua, tiga atau empat tetapi tidak boleh lebih dari itu.
( kemudian jika kamu tidak akan dapat berlaku adil ) di antara mereka dalam giliran dan pembagian nafkah ( maka hendaklah seorang saja ) yang kamu kawini ( atau ) hendaklah kamu batasi pada ( hamba sahaya yang menjadi milikmu ) karena mereka tidak mempunyai hak-hak sebagaimana istri-istri lainnya.
( Yang demikian itu ) maksudnya mengawini empat orang istri atau seorang istri saja, atau mengambil hamba sahaya ( lebih dekat ) kepada ( tidak berbuat aniaya ) atau berlaku lalim.
Tafseer Muntakhab - Indonesian
Jika kalian merasa takut berbuat lalim kepada anak-anak yatim, karena merupakan dosa besar, maka takutlah juga akan penderitaan yang dialami oleh istri-istri kalian jika kalian tidak berlaku adil kepada mereka dan jika kalian kawin dengan lebih dari empat istri.
Kawinilah, di antara mereka itu, dua, tiga atau empat, jika kalian yakin akan mampu berlaku adil.
Jika kalian merasa takut tidak bisa berlaku adil, maka cukup seorang saja.
Atau, kawinilah budak-budak perempuan kalian.
Hal itu lebih dekat untuk menghindari terjadinya kezaliman dan aniaya,( 1 ) juga lebih dekat untuk tidak memperbanyak anak, yang membuat kalian tidak mampu memberikan nafkah.
( 1 ) Prinsip poligami telah disyariatkan sebelumnya oleh agama-agama samawi selain Islam.
Syariat Tawrât menetapkan seorang laki- laki boleh menikah dengan siapa saja yang dikehendakinya.
Disebutkan bahwa para nabi menikah dengan puluhan wanita.
Tawrât adalah kitab perjanjian lama yang menjadi rujukan orang Nasrani manakala mereka tidak menemukan ketentuan hukum dalam Injîl atau risalah-risalah rasul yang bertentangan dengannya.
Akan tetapi belum pernah didapatkan ketentuan yang dengan jelas bertentangan dengan Injîl.
Pada abad pertengahan, gereja membolehkan praktek poligami.
Sebagaimana diketahui dalam sejarah Eropa, para raja banyak melakukan praktek poligami.
Dalam hal ini, Islam berbeda dengan syariat agama samawi lainnya.
Dalam agama Islam, poligami ada batasannya.
Islamlah agama samawi pertama yang membatasi poligami.
Ada tiga syarat mengapa Islam membolehkan poligami.
Pertama, jumlah istri tidak boleh lebih dari empat.
Kedua, suami tidak boleh berlaku zalim terhadap salah satu dari mereka ( harus berbuat adil ).
Ketiga, suami harus mampu memberikan nafkah kepada semua istrinya.
Para ahli fikih menetapkan ijmâ' ( konsensus ) bahwa barangsiapa merasa yakin dirinya tidak akan dapat bersikap adil terhadap wanita yang akan dinikahinya, maka pernikahan itu haram hukumnya.
Namun, larangan itu hanya terbatas pada tataran etika keagamaan yang tidak masuk dalam larangan di bawah hukum peradilan.
Alasannya, pertama, bersikap adil terhadap semua istri merupakan persoalan individu yang hanya diketahui oleh yang bersangkutan.
Kedua, kemampuan memberi nafkah merupakan perkara nisbi yang tidak bisa dibatasi oleh satu ukuran tertentu.
Ukurannya sesuai dengan pribadi masing-masing.
Ketiga, sikap zalim atau tidak mampu memberi nafkah berkaitan dengan hal-hal yang akan terjadi kemudian.
Kesahihan sebuah akad tidak bisa didasarkan pada prediksi, tetapi harus didasarkan pada hal-hal yang nyata.
Kadang-kadang seorang yang zalim bisa menjadi adil, dan seorang yang kekurangan harta pada suatu saat akan mampu memberi nafkah.
Sebab, harta kekayaan tidak bersifat langgeng.
Meskipun demikian, Islam menentukan bila seorang suami berlaku zalim terhadap istrinya atau tidak mampu memberikan nafkah kepadanya, maka istri berhak menuntut cerai.
Namun demikian, juga tidak ada larangan bagi suami untuk tetap meneruskan ikatan pernikahannya bila hal itu merupakan pilihan dan kehendaknya.
Dengan membolehkan poligami yang dipersempit dengan syarat-syarat di atas, Islam telah menanggulangi berbagai masalah sosial, di antaranya: Pertama, ada kemungkinan jumlah laki-laki berada di bawah jumlah wanita, terutama pada masa-masa setelah terjadi perang.
Di beberapa negara Eropa, misalnya, setelah terjadi perang, perbandingan antara laki-laki dan wanita layak nikah mencapai 1:7.
Maka merupakan kehormatan bagi seorang wanita untuk menjadi istri, meskipun harus dimadu, daripada harus berpindah-pindah dari satu lelaki ke lelaki lain.
Kedua, kadang-kadang terdapat laki-laki dan perempuan yang tidak bisa untuk tidak melakukan hubungan seksual, baik secara sah atau tidak.
Maka, demi kemaslahatan umum, akan lebih baik kalau hubungan itu dilegitimasi oleh agama.
Bagi wanita, lebih baik menjadi istri daripada berpindah tangan dari yang satu kepada yang lainnya.
Meskipun dibolehkannya poligami ini memiliki dampak negatif, tetapi dampak itu jauh lebih kecil daripada jika poligami dilarang, sebab terbukti dapat mencegah terjadinya masalah sosial yang lebih besar dari sekadar berpoligami.
Ketiga, tidak mungkin seorang wanita kawin dengan laki-laki beristri kecuali dalam keadaan terpaksa.
Kalaupun istri pertama akan menderita lantaran suaminya kawin lagi dengan wanita lain, maka wanita lain itu juga akan mengalami penderitaan lebih besar jika tidak dikawini.
Sebab ia bisa menjadi kehilangan harkatnya sebagai wanita atau menjadi wanita tuna susila.
Sesuai dengan kaidah yurisprudensi Islam, Ushûl al-Fiqh, risiko yang besar dapat dihindari dengan menempuh risiko yang lebih kecil.
Keempat, kadangkala seorang istri menderita penyakit yang membuatnya tidak bisa melakukan hubungan seksual atau mengalami kemandulan.
Maka perkawinan dengan wanita lain akan membawa dampak positif bagi yang bersangkutan, di samping dampak sosial.
Karena itulah Islam membuka pintu poligami dengan sedikit pembatasan, tidak menutupnya rapat-rapat.
Islam adalah syariat Allah yang mengetahui segala sesuatu.
Dia Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana.
Tafsir Al-wajiz
Diriwayatkan dari Aisyah bahwa ayat ini turun berkaitan dengan anak yatim yang berada dalam pemeliharaan seorang wali, di mana hartanya bergabung dengan harta wali dan sang wali tertarik dengan kecantikan dan harta anak yatim itu, maka ia ingin mengawininya tanpa memberinya mahar yang sesuai, lalu turunlah ayat ini.
Dan jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil terhadap hak-hak perempuan yatim yang berada di bawah kekuasaanmu, lantaran muncul keinginan kamu untuk tidak memberinya mahar yang sesuai bilamana kamu ingin menikahinya, maka urungkan niatmu untuk menikahinya, kemudian nikahilah perempuan merdeka lain yang kamu senangi dengan ketentuan batasan dua, tiga, atau empat orang perempuan saja.
Tetapi jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil apabila menikahi lebih dari satu perempuan dalam hal memberikan nafkah, tempat tinggal, atau kebutuhan-kebutuhan lainnya, maka nikahilah seorang perempuan saja yang kamu sukai atau hamba sahaya perempuan yang kamu miliki dari para tawanan perang.
Yang demikian itu lebih dekat pada keadilan agar kamu tidak berbuat zalim terhadap keluarga.
Karena dengan berpoligami banyak beban keluarga yang harus ditanggung, sehingga kondisi seperti itu dapat mendorong seseorang berbuat curang, bohong, bahkan zalim.
Tafsir Al-tahlili
Allah menjelaskan seandainya kamu tidak dapat berlaku adil atau tak dapat menahan diri dari makan harta anak yatim itu, bila kamu menikahinya, maka janganlah kamu menikahinya dengan tujuan menghabiskan hartanya, melainkan nikahkanlah ia dengan orang lain.
Dan kamu pilihlah perempuan lain yang kamu senangi satu, dua, tiga, atau empat, dengan konsekuensi kamu memperlakukan istri-istri kamu itu dengan adil dalam pembagian waktu bermalam ( giliran ), nafkah, perumahan serta hal-hal yang berbentuk materi lainnya.
Islam membolehkan poligami dengan syarat-syarat tertentu.
Tetapi pada dasarnya satu istri lebih baik, seperti dalam lanjutan ayat itu.
Sebelum turun ayat ini poligami sudah ada, dan pernah pula dijalankan oleh para nabi sebelum Nabi Muhammad saw.
Ayat ini membatasi poligami sampai empat orang.
Apabila kamu tidak dapat melakukan semua itu dengan adil, maka cukuplah kamu nikah dengan seorang saja, atau memperlakukan sebagai istri hamba sahaya yang kamu miliki tanpa akad nikah dalam keadaan terpaksa.
Kepada mereka telah cukup apabila kamu penuhi nafkah untuk kehidupannya.
Hal tersebut merupakan suatu usaha yang baik agar kamu tidak terjerumus kepada perbuatan aniaya.
Hamba sahaya dan perbudakan dalam pengertian ayat ini pada saat sekarang sudah tidak ada lagi karena Islam sudah berusaha memberantas dengan berbagai cara.
Ketika Islam lahir perbudakan di dunia Barat dan Timur sangat subur dan menjadi institusi yang sah seperti yang dapat kita lihat dalam sejarah lama, dan dilukiskan juga dalam beberapa bagian dalam Bibel: Orang merdeka dapat menjadi budak hanya karena: tak dapat membayar utang, mencuri, sangat papa ( sehingga terpaksa menjual diri ), budak Yahudi dan bukan Yahudi ( Gentile ) statusnya berbeda dan sebagainya.
Nabi Muhammad diutus pada permulaan abad ke-7 M.
Saat ia mulai berdakwah, perbudakan di sekitarnya dan di Semenanjung Arab sangat subur dan sudah merupakan hal biasa.
Sikapnya terhadap perbudakan, seperti dilukiskan dalam Al-Qur’an, sangat berbeda dengan sikap masyarakat pada umumnya.
Ia mengajarkan perbudakan harus dihapus dan menghadapinya dengan sangat arif.
Tanpa harus mengutuk perbudakan, ia mengajarkan agar budak diperlakukan dengan cara-cara yang manusiawi dan penghapusannya harus bertahap, tak dapat dengan sekaligus dan dengan cara radikal seperti dalam memberantas syirik dan paganisme.
Dan tujuan akhirnya ialah menghapus perbudakan samasekali.
Hal ini terlihat dalam beberapa ketentuan hukum Islam, seseorang dapat menghapus dosanya dengan memerdekakan seorang budak, yang juga menjadi ketentuan orang yang saleh dan bertakwa.
Rasulullah telah memberi contoh nyata dengan memerdekakan seorang budak ( Zaid ) dan menempatkannya menjadi anggota keluarganya, diangkat sebagai anak angkatnya dan berstatus sama dengan status keluarga Quraisy.
Memang benar, rumah tangga yang baik dan harmonis dapat diwujudkan oleh pernikahan monogami.
Adanya poligami dalam rumah tangga dapat menimbulkan banyak hal yang dapat mengganggu ketenteraman rumah tangga.
Manusia dengan fitrah kejadiannya memerlukan hal-hal yang dapat menyimpangkannya dari monogami.
Hal tersebut bukanlah karena dorongan seks semata, tetapi justru untuk mencapai kemaslahatan mereka sendiri yang karenanya Allah membolehkan ( menurut fuqaha ) atau memberi hukum keringanan ( rukhsah menurut ulama tafsir ) kaum laki-laki untuk melakukan poligami ( beristri lebih dari satu ).
Adapun sebab-sebab yang membuat seseorang berpoligami adalah sebagai berikut:
a.
Apabila dalam satu rumah tangga belum mempunyai seorang keturunan sedang istrinya menurut pemeriksaan dokter dalam keadaan mandul, padahal dari perkawinan diharapkan bisa mendapatkan keturunan, maka poligami merupakan jalan keluar yang paling baik.
b.
Bagi kaum perempuan, masa berhenti haid ( monopouse ) lebih cepat datangnya, sebaliknya bagi seorang pria walau telah mencapai umur tua, dan kondisi fisiknya sehat ia masih membutuhkan pemenuhan hasrat seksualnya.
Dalam keadaan ini apakah dibiarkan seorang pria itu berzina? Maka di sinilah dirasakan hikmah dibolehkanya poligami tersebut.
c.
Sebagai akibat dari peperangan umpamanya jumlah kaum perempuan lebih banyak dari kaum laki-laki.
Suasana ini lebih mudah menimbulkan hal-hal negatif bagi kehidupan masyarakat apabila tidak dibuka pintu poligami.
Bahkan kecenderungan jumlah perempuan lebih banyak daripada jumlah lelaki saat ini sudah menjadi kenyataan, kendati tidak ada peperangan.
Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan - Terjemahan
English | Türkçe | Indonesia |
Русский | Français | فارسی |
تفسير | Bengali | Urdu |
وإن خفتم ألا تقسطوا في اليتامى فانكحوا ما طاب لكم من النساء مثنى وثلاث ورباع فإن خفتم ألا تعدلوا فواحدة أو ما ملكت أيمانكم ذلك أدنى ألا تعولوا
سورة: النساء - آية: ( 3 ) - جزء: ( 4 ) - صفحة: ( 77 )transliterasi Indonesia
wa in khiftum allā tuqsiṭụ fil-yatāmā fangkiḥụ mā ṭāba lakum minan-nisā`i maṡnā wa ṡulāṡa wa rubā', fa in khiftum allā ta'dilụ fa wāḥidatan au mā malakat aimānukum, żālika adnā allā ta'ụlụ
We try our best to translate, keeping in mind the Italian saying: "Traduttore, traditore", which means: "Translation is a betrayal of the original text".
Ayats from Quran in Bahasa Indonesia
- Dan kelak dia benar-benar mendapat kepuasan.
- Katakanlah kepada orang-orang yang kafir itu: "Jika mereka berhenti (dari kekafirannya), niscaya Allah akan mengampuni
- Sesungguhnya mereka (orang kafir) menyukai kehidupan dunia dan mereka tidak memperdulikan kesudahan mereka, pada hari
- Dan mengapa kamu tidak berkata, diwaktu mendengar berita bohong itu: "Sekali-kali tidaklah pantas bagi kita
- Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan
- Dan janganlah kamu mengadakan tuhan yang lain disamping Allah. Sesungguhnya aku seorang pemberi peringatan yang
- (Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Tuhanmu, lalu diperkenankan-Nya bagimu: "Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala
- Mereka menjawab: "Apakah kamu datang kepada kami dengan sungguh-sungguh ataukah kamu termasuk orang-orang yang bermain-main?"
- Adapun orang-orang yang diberikan kitabnya dari belakang,
- Orang-orang kafir dari Ahli Kitab dan orang-orang musyrik tiada menginginkan diturunkannya sesuatu kebaikan kepadamu dari
Surah Al-Qur'an dalam bahasa Indonesia :
Unduh surat dengan suarh qari paling terkenal:
surah mp3 : choose the reciter to listen and download the chapter Complete with high quality
Ahmed El Agamy
Bandar Balila
Khalid Al Jalil
Saad Al Ghamdi
Saud Al Shuraim
Al Shatri
Abdul Basit
Abdul Rashid Sufi
Fares Abbad
Maher Al Muaiqly
Al Minshawi
Al Hosary
Mishari Al-afasi
Nasser Al Qatami
Yasser Al Dosari
Monday, November 4, 2024
لا تنسنا من دعوة صالحة بظهر الغيب