Tafsir Surat Al-Ahzab ayat 6 , An-Nabiyu Awla Bil-Muuminina Min Anfusihim Wa Azwajuhu Ummahatuhum

  1. Jalalain
  2. Mokhtasar
  3. Quraish
  4. Al-tahlili
Bahasa Indonesia , Terjemahan - Tafsir surat Al-Ahzab ayat 6 | An-Nabiyu Awla Bil-Muuminina Min Anfusihim Wa Azwajuhu Ummahatuhum - Suci Quran (indonesia) Koran - Al-Qur'an terjemahan, Tafsir Jalalayn & English, Indonesian - Tafsir Muntakhab .
  
   

﴿النَّبِيُّ أَوْلَىٰ بِالْمُؤْمِنِينَ مِنْ أَنفُسِهِمْ ۖ وَأَزْوَاجُهُ أُمَّهَاتُهُمْ ۗ وَأُولُو الْأَرْحَامِ بَعْضُهُمْ أَوْلَىٰ بِبَعْضٍ فِي كِتَابِ اللَّهِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُهَاجِرِينَ إِلَّا أَن تَفْعَلُوا إِلَىٰ أَوْلِيَائِكُم مَّعْرُوفًا ۚ كَانَ ذَٰلِكَ فِي الْكِتَابِ مَسْطُورًا﴾
[ الأحزاب: 6]

Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri dan isteri-isterinya adalah ibu-ibu mereka. Dan orang-orang yang mempunyai hubungan darah satu sama lain lebih berhak (waris-mewarisi) di dalam Kitab Allah daripada orang-orang mukmim dan orang-orang Muhajirin, kecuali kalau kamu berbuat baik kepada saudara-saudaramu (seagama). Adalah yang demikian itu telah tertulis di dalam Kitab (Allah). [Ahzab: 6]

An-Nabiyu Awla Bil-Muuminina Min Anfusihim Wa Azwajuhu Ummahatuhum Wa Ulu Al-Arhami Bađuhum Awla Bibađin Fi Kitabi Allahi Mina Al-Muuminina Wa Al-Muhajirina Illa An Tafalu Ila Awliyaikum Marufaan Kana Dhalika Fi Al-Kitabi Masturaan

Tafsir Al-mokhtasar


Nabi Muhammad -ṣallallāhu ’alaihi wa sallam- lebih utama bagi orang-orang yang beriman daripada diri mereka sendiri dalam segala ajakannya terhadap mereka, meski hati mereka lebih condong kepada selain beliau, dan istri-istri beliau seperti ibu bagi seluruh kaum beriman, maka diharamkan atas setiap muslim untuk menikahi salah satu dari mereka setelah beliau wafat.
Dan orang yang mempunyai hubungan kekerabatan, sebagian dari mereka lebih utama dari sebagian yang lain dalam hal warisan di dalam hukum Allah daripada orang yang berimana dan berhijrah di jalan Allah, yang sebelumnya saling mewarisi di antara mereka pada awal permulaan Islam, kemudian saling mewarisi ini dihapuskan setelah itu, kecuali apabila kalian -wahai orang-orang yang beriman- melakukan kebaikan kepada wali-wali kalian yang bukan ahli waris, seperti memberi wasiat atau memberi kebaikan ( hadiah ) kepada mereka, maka hal itu dibolehkan bagi kalian.
Hukum tersebut sudah tertulis di dalam lauḥul maḥfūẓ, maka wajib dijalankan.


Terjemahan - Muhammad Quraish Shihab

Nabi Muhammad lebih berhak untuk memberikan hak perwaliannya kepada orang-orang beriman.
Kasih sayang Rasulullah pada mereka melebihi kasih sayang mereka pada diri mereka sendiri.
Maka cintailah dan taatilah ia.
Istri-istri nabi adalah seperti ibu mereka yang wajib dihormati dan tidak boleh dinikahi sepeninggal nabi.
Orang-orang yang terikat dalam hubungan kekerabatan ( pertalian darah ) lebih utama dari orang-orang beriman lain dan orang-orang muhajirin untuk saling mewarisi dan diwarisi.
Ini adalah suatu persoalan yang wajib hukumnya dalam al-Qur’ân.
Namun demikian, kalian tidak dilarang untuk memberikan sebagian hak milik kepada orang Mukmin yang membela agama mesipun mereka tidak memiliki hubungan persaudaraan, sebagai suatu bentuk kebajikan.
Kalian juga diperbolehkan memberikan harta kalian melalui wasiat.
Pewarisan harta bagi para kerabat merupakan hukum yang telah ditetapkan oleh Allah dan tidak dapat berubah

Tafsir al-Jalalain


( Nabi itu lebih utama bagi orang-orang mukminin dari diri mereka sendiri ) maksudnya apa yang diserukan oleh Nabi saw.
agar mereka melakukannya, dan apa yang diserukan oleh hawa nafsu mereka agar mereka melanggarnya, maka seruan Nabilah yang harus lebih diutamakan daripada kehendak diri mereka sendiri ( dan istri-istrinya adalah ibu-ibu mereka ) haram untuk dinikahi oleh mereka.
( Dan orang-orang yang mempunyai hubungan darah ) yakni kaum kerabat ( satu sama lain lebih berhak ) waris-mewarisi ( di dalam Kitab Allah daripada orang-orang mukmin dan orang-orang Muhajirin ) daripada waris-mewarisi berdasarkan saudara seiman dan berhijrah yang berlangsung pada permulaan Islam, kemudian dimansukh oleh ayat ini ( kecuali ) tetapi ( kalau kalian mau berbuat baik kepada saudara-saudara kalian seagama ) melalui wasiat, masih tetap diperbolehkan.
( Adalah yang demikian itu ) yaitu dihapusnya hukum waris-mewarisi karena seiman dan hijrah dengan hubungan kekerabatan ( telah tertulis di dalam Alkitab ) Alkitab yang dimaksud di dalam dua tempat pada ayat ini adalah Lohmahfuz.

Tafseer Muntakhab - Indonesian

Nabi Muhammad lebih berhak untuk memberikan hak perwaliannya kepada orang-orang beriman.
Kasih sayang Rasulullah pada mereka melebihi kasih sayang mereka pada diri mereka sendiri.
Maka cintailah dan taatilah ia.
Istri-istri nabi adalah seperti ibu mereka yang wajib dihormati dan tidak boleh dinikahi sepeninggal nabi.
Orang-orang yang terikat dalam hubungan kekerabatan ( pertalian darah ) lebih utama dari orang-orang beriman lain dan orang-orang muhajirin untuk saling mewarisi dan diwarisi.
Ini adalah suatu persoalan yang wajib hukumnya dalam al-Qur'ân.
Namun demikian, kalian tidak dilarang untuk memberikan sebagian hak milik kepada orang Mukmin yang membela agama mesipun mereka tidak memiliki hubungan persaudaraan, sebagai suatu bentuk kebajikan.
Kalian juga diperbolehkan memberikan harta kalian melalui wasiat.
Pewarisan harta bagi para kerabat merupakan hukum yang telah ditetapkan oleh Allah dan tidak dapat berubah.

Tafsir Al-wajiz


Usai membatalkan hukum anak angkat yang terkait dengan Nabi pada ayat sebelumnya, pada ayat ini Allah menegaskan bahwa kedudukan Nabi itu lebih utama bagi orang-orang mukmin daripada sekadar bapak dari seseorang.
Bahkan, beliau lebih utama dibandingkan diri mereka sendiri sebab beliau selalu menginginkan kebaikan bagi umatnya dan berkat beliau pula mereka selamat dari kebinasaan.
Dan adapun istri-istrinya secara hukum adalah seperti ibu-ibu mereka sendiri yang harus dimuliakan dan haram mereka nikahi jandanya.
Begitupun, hanya orang-orang yang mempunyai hubungan darah yang satu sama lain lebih berhak untuk saling mewarisi sebagaimana tercantum di dalam Kitab Allah, daripada orang-orang mukmin dan orang-orang Muhajirin yang hanya diikat oleh hubungan keagamaan, bukan kekerabatan, kecuali kalau kamu hendak berbuat baik dengan berwasiat yang tidak lebih dari sepertiga hartamu kepada saudara-saudaramu seagama.
Demikianlah telah tertulis dalam Kitab Allah.

Tafsir Al-tahlili


Ayat ini menerangkan kedudukan Nabi Muhammad di antara umatnya.
Diterangkan bahwa sekalipun orang-orang yang beriman itu mengutamakan diri mereka, tetapi Nabi Muhammad lebih banyak memperhatikan, mementingkan, dan mengutamakan mereka.
Nabi selalu menolong dan membantu mereka, dan selalu berkeinginan agar mereka menempuh jalan yang lurus yang dapat menyampaikan mereka kepada kebahagiaan yang abadi.
Oleh karena itu, sebenarnya Nabi lebih berhak atas diri mereka sendiri.
Cinta Nabi kepada kaum Muslimin melebihi cinta beliau terhadap makhluk Allah manapun.
Dengan demikian, hendaklah kaum Muslimin mengikuti segala perintahnya.
Nabi adalah pemimpin kaum Muslimin dalam kehidupan duniawi dan penuntun mereka ke jalan Allah.
Apabila beliau mengajak kaum Muslimin berperang di jalan Allah, hendaklah mereka segera mengikutinya, tidak perlu menunggu izin dari ibu bapak.
Mereka juga hendaknya selalu bersedia menjadi tebusan, perisai, dan pemelihara Nabi.
Pada hadis yang lain diterangkan tentang kepemimpinan Nabi terhadap kaum Muslimin:
...اِنَّ رَسُوْلَ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَامِنْ مُؤْمِنٍ اِلًّا وَاَنَا اَوْلَى النَّاسِ بِهِ فِى الدُّنْيَا وَاْلاَخِرَةِ اِقْرَؤُا مَا شِئْتُمْ: ( اَلنَّبِيُّ اَوْلىَ بِالْمُؤْمِنِيْنَ مِنْ اَنْفُسِهِمْ ) فَأَيُّمَا مُؤْمِنٍ تَرَكَ مَالًا فَلْتَرِثْهُ عَصَبَتُهُ مَنْ كَانُوْا وَمَنْ تَرَكَ دَيْنًا اَوْ ضَيَاعاً ( عِيَالًا ) فَلْيَأْتِنِى فَأَنَا مَوْلَاهُ.
( رواه البخاري عن ابي هريرة )
Sesungguhnya Rasulullah saw bersabda, “ Tidak seorangpun dari orang-orang yang beriman, kecuali akulah yang paling dekat kepadanya di dunia dan di akhirat.
Bacalah firman Allah, jika kamu sekalian menghendaki, “Nabi itu lebih utama bagi orang-orang mukmin dibandingkan diri mereka sendiri. ”
Maka barang siapa di antara orang-orang yang beriman ( mati ) dan meninggalkan harta, maka harta itu hendaknya diwarisi ‘aṣabah ( ahli waris )nya.
Dan barang siapa yang meninggalkan hutang atau keluarga, maka hendaklah datang kepadaku, maka akulah orang yang akan mengurus keadaannya.” ( Riwayat al-Bukhārī dari Abū Hurairah )
Berdasarkan ayat dan hadis di atas, para ulama sependapat bahwa setelah Rasulullah meninggal dunia, maka imamlah yang menggantikan kedudukan beliau.
Oleh karena itu, imam wajib membayar hutang orang-orang fakir yang meninggal dunia, sebagaimana Rasulullah telah melakukannya.
Imam membayar hutang itu dengan mengambil dananya dari Baitul Māl atau Kas Negara.
Karena Rasulullah adalah bapak dari kaum Muslimin, maka istri-istri beliau pun adalah ibu-ibu mereka.
Maksudnya ialah menempati kedudukan ibu, dalam kewajiban memuliakan dan menghormatinya, dan haram menikahinya.
Adapun dalam hal yang lain, seperti hubungan waris-mewarisi, hukum melihat auratnya atau berkhalwat dengannya, sama hukumnya dengan perempuan lain yang tidak memiliki hubungan mahram.
Prinsip ini tidaklah bertentangan dengan firman Allah:
مَا كَانَ مُحَمَّدٌ اَبَآ اَحَدٍ مِّنْ رِّجَالِكُمْ وَلٰكِنْ رَّسُوْلَ اللّٰهِ وَخَاتَمَ النَّبِيّٖنَۗ
Muhammad itu bukanlah bapak dari seseorang di antara kamu, tetapi dia adalah utusan Allah dan penutup para nabi.
( al-Aḥzāb/33: 40 )
Karena yang dimaksud ialah bahwa Nabi Muhammad itu adalah bapak dari seluruh orang-orang yang beriman, bukan bapak angkat dari seseorang.
Kemudian ayat ini menerangkan bahwa hubungan kerabat lebih berhak untuk menjadi sebab mendapatkan warisan daripada hubungan per-saudaraan, keagamaan, atau karena berhijrah.
Sebagaimana diketahui bahwa kaum Muslimin pada permulaan Islam di Medinah saling mewarisi dengan jalan persaudaraan yang dijalin oleh Nabi, bukan dengan dasar hubungan kerabat.
Oleh karena itu, seorang dari Muhajirīn memperoleh warisan dari seorang Anṣar, sekalipun mereka tidak ada hubungan kerabat.
Mereka itu waris-mewarisi semata-mata karena hubungan persaudaraan yang telah dijalin oleh Nabi.
Hubungan semacam itu dilakukan Nabi karena orang-orang Muhājirīn yang baru pindah dari Mekah ke Medinah dalam keadaan miskin, karena mereka tidak sempat membawa harta benda mereka dari Mekah.
Sedangkan orang-orang Anṣar, sebagai penduduk asli Medinah, tentu sewajarnya menjadi penolong kaum Muhajirīn yang miskin ini.
Waktu itu tugas utama kaum Muslimin ialah memperkuat persatuan antara kaum Muhajirīn dengan kaum Anṣar untuk menghadapi musuh yang selalu mencari kesempatan untuk menghancurkan mereka.
Memperkuat hubungan antara Muhājirīn dan Anṣar adalah salah satu jalan untuk memperkuat persatuan itu.
Maka Nabi saw memperkuat hubungan itu dengan mempersaudarakan kaum Muhajirīn dengan kaum Anṣar.
Persaudaraan itu dijadikannya sama dengan persaudaraan yang berdasar atas pertalian kerabat, sehingga antara Muhajirīn dan Anṣar dapat waris-mewarisi.
Oleh karena itu, Nabi mempersaudarakan Abu Bakar aṣ-Ṣiddiq, seorang Muhājirīn, dengan Khārijah bin Zaid, seorang Anṣar.
Demikian pula Zubair dipersaudarakan dengan Ka’ab bin Mālik dan Umar bin Khaṭṭāb dengan ‘Utbah bin Mālik al-Anṣarī, Abu ‘Ubaidah dengan Sa’ad bin Mu’āz, dan lain-lain.
Diriwayatkan oleh Hisyām bin ‘Urwah dari bapaknya, dari Zubair bahwa ia berkata, “ Sesungguhnya kami seluruh orang Quraisy yang datang ke Medinah tanpa harta, dan mendapati golongan Anṣar sebagai teman yang paling baik, maka kami mengadakan ikatan persaudaraan dengan mereka, dan saling berhak waris mewarisi.
Maka Rasulullah saw mempersaudarakan Abu Bakar dengan Khārijah bin Zaid, aku dengan Ka’ab bin Mālik. ”

Setelah kaum Muslimin menjadi kuat dan orang Muhājirīn serta orang-orang Anṣar mempunyai kehidupan yang baik, maka turunlah ayat yang menghapus hukum persaudaraan seagama dan hijrah sebagai dasar waris-mewarisi.
Allah menetapkan hubungan kerabat sebagai dasar hukum warisan, sedangkan hubungan antara kaum Muslimin dikembalikan kepada kedudukan semula, yaitu hubungan seagama, sekeyakinan, tolong menolong yang tidak membawa kepada waris-mewarisi, sebagaimana diterangkan dalam firman-Nya:
اِنَّمَا الْمُؤْمِنُوْنَ اِخْوَةٌ
Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara.
( al-Ḥujurāt/49: 10 )
Hadis Nabi saw:
لَايُؤْمِنُ اَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ ِلأَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ.
( رواه البخاري ومسلم واحمد والنسائى عن انس )
Tidak beriman salah seorang kamu hingga ia menginginkan pada saudaranya apa yang diinginkannya pada dirinya sendiri.
( Riwayat al-Bukhārī, Muslim, Aḥmad, dan an-Nasā’ī dari Anas )
Selanjutnya Allah menerangkan bahwa tidaklah berdosa seorang mukmin berbuat suatu kebaikan kepada orang mukmin yang lain, yang telah terjalin antara mereka hubungan kasih sayang, hubungan seagama dan sebagainya.
Kebaikan itu ialah berupa wasiat untuk mereka, karena tidak lagi berhak waris-mewarisi dengan turunnya ayat ini.
Kadar wasiat ini telah ditetapkan oleh hadis, yaitu tidak lebih dari sepertiga dari seluruh harta peninggalan.
Menetapkan “ ulū al-arḥām ” ( kerabat ) sebagai dasar hukum waris-mewarisi adalah keputusan Allah yang ditetapkan di dalam Al-Qur’an.
Oleh karena itu, hukum tersebut tidak boleh ditukar atau diganti oleh siapa pun.


Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri - Terjemahan

English Türkçe Indonesia
Русский Français فارسی
تفسير Bengali Urdu

النبي أولى بالمؤمنين من أنفسهم وأزواجه أمهاتهم وأولو الأرحام بعضهم أولى ببعض في كتاب الله من المؤمنين والمهاجرين إلا أن تفعلوا إلى أوليائكم معروفا كان ذلك في الكتاب مسطورا

سورة: الأحزاب - آية: ( 6 )  - جزء: ( 21 )  -  صفحة: ( 418 )

transliterasi Indonesia

an-nabiyyu aulā bil-mu`minīna min anfusihim wa azwājuhū ummahātuhum, wa ulul-ar-ḥāmi ba'ḍuhum aulā biba'ḍin fī kitābillāhi minal-mu`minīna wal-muhājirīna illā an taf'alū ilā auliyā`ikum ma'rụfā, kāna żālika fil-kitābi masṭụrā



⚠️Disclaimer: there's no literal translation to Allah's holy words, but we translate the meaning.
We try our best to translate, keeping in mind the Italian saying: "Traduttore, traditore", which means: "Translation is a betrayal of the original text".

Ayats from Quran in Bahasa Indonesia

  1. Mereka berkata: "Tuhan kami mengetahui bahwa sesungguhnya kami adalah orang yang diutus kepada kamu".
  2. Ibrahim berkata: "Sesungguhnya kamu dan bapak-bapakmu berada dalam kesesatan yang nyata".
  3. Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah
  4. (yakni) yang akan mewarisi surga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya.
  5. Dan apabila Kami merasakan kepada manusia suatu rahmat, sesudah (datangnya) bahaya menimpa mereka, tiba-tiba mereka
  6. Kembalilah kepada mereka sungguh kami akan mendatangi mereka dengan balatentara yang mereka tidak kuasa melawannya,
  7. Dan sesungguhnya Tuhanmu Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang.
  8. Jikalau Allah menghukum manusia karena kezalimannya, niscaya tidak akan ditinggalkan-Nya di muka bumi sesuatupun dari
  9. dan gunung benar-benar berjalan.
  10. hingga datang kepada kami kematian".

Surah Al-Qur'an dalam bahasa Indonesia :

Al-Baqarah Al-'Imran An-Nisa'
Al-Ma'idah Yusuf Ibrahim
Al-Hijr Al-Kahf Maryam
Al-Hajj Al-Qasas Al-'Ankabut
As-Sajdah Ya Sin Ad-Dukhan
Al-Fath Al-Hujurat Qaf
An-Najm Ar-Rahman Al-Waqi'ah
Al-Hashr Al-Mulk Al-Haqqah
Al-Inshiqaq Al-A'la Al-Ghashiyah

Unduh surat dengan suarh qari paling terkenal:

surah mp3 : choose the reciter to listen and download the chapter Complete with high quality
surah   in the voice of Ahmed El Agamy
Ahmed El Agamy
surah   in the voice of Bandar Balila
Bandar Balila
surah   in the voice of Khalid Al Jalil
Khalid Al Jalil
surah   in the voice of Saad Al Ghamdi
Saad Al Ghamdi
surah   in the voice of Saud Al Shuraim
Saud Al Shuraim
surah   in the voice of  Al Shatri
Al Shatri
surah   in the voice of Abdul Basit Abdul Samad
Abdul Basit
surah   in the voice of Abdul Rashid Sufi
Abdul Rashid Sufi
surah   in the voice of Fares Abbad
Fares Abbad
surah   in the voice of Maher Al Muaiqly
Maher Al Muaiqly
surah   in the voice of Muhammad Siddiq Al Minshawi
Al Minshawi
surah   in the voice of Al Hosary
Al Hosary
surah   in the voice of Al-afasi
Mishari Al-afasi
surah   in the voice of Nasser Al Qatami
Nasser Al Qatami
surah   in the voice of Yasser Al Dosari
Yasser Al Dosari



Friday, November 22, 2024

لا تنسنا من دعوة صالحة بظهر الغيب