Tafsir Surat An-Nisa ayat 92 , Wa Ma Kana Limuuminin An Yaqtula Muuminaan Illa
﴿وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ أَن يَقْتُلَ مُؤْمِنًا إِلَّا خَطَأً ۚ وَمَن قَتَلَ مُؤْمِنًا خَطَأً فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُّؤْمِنَةٍ وَدِيَةٌ مُّسَلَّمَةٌ إِلَىٰ أَهْلِهِ إِلَّا أَن يَصَّدَّقُوا ۚ فَإِن كَانَ مِن قَوْمٍ عَدُوٍّ لَّكُمْ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُّؤْمِنَةٍ ۖ وَإِن كَانَ مِن قَوْمٍ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُم مِّيثَاقٌ فَدِيَةٌ مُّسَلَّمَةٌ إِلَىٰ أَهْلِهِ وَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُّؤْمِنَةٍ ۖ فَمَن لَّمْ يَجِدْ فَصِيَامُ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ تَوْبَةً مِّنَ اللَّهِ ۗ وَكَانَ اللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا﴾
[ النساء: 92]
Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja), dan barangsiapa membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah. Jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, maka (hendaklah si pembunuh) membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang beriman. Barangsiapa yang tidak memperolehnya, maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut untuk penerimaan taubat dari pada Allah. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. [Nisa: 92]
Wa Ma Kana Limuuminin An Yaqtula Muuminaan Illa Khataan Wa Man Qatala Muuminaan Khataan Fatahriru Raqabatin Muuminatin Wa Diyatun Musallamatun Ila Ahlihi Illa An Yassaddaqu Fain Kana Min Qawmin Aduwin Lakum Wa Huwa Muuminun Fatahriru Raqabatin Muuminatin Wa In Kana Min Qawmin Baynakum Wa Baynahum Mithaqun Fadiyatun Musallamatun Ila Ahlihi Wa Tahriru Raqabatin Muuminatin Faman Lam Yajid Fasiyamu Shahrayni Mutatabiayni Tawbatan Mina Allahi Wa Kana Allahu Alimaan Hakimaan
Tafsir Al-mokhtasar
Orang mukmin tidak boleh membunuh mukmin lainnya kecuali terjadi secara tidak sengaja.
Barangsiapa yang membunuh orang mukmin secara tidak sengaja, ia harus memerdekakan seorang budak yang mukmin sebagai kafarat atas perbuatannya.
Dan kerabat si pembunuh yang menjadi ahli warisnya harus membayar diat yang diserahkan kepada ahli waris orang yang dibunuh.
Kecuali bila mereka memaafkan, maka diat itu gugur.
Jika orang yang dibunuh itu berasal dari kaum yang memerangi kalian tetapi ia seorang mukmin, maka si pembunuh wajib memerdekakan seorang budak yang beriman, dan tidak wajib membayar diat.
Jika orang yang dibunuh itu tidak beriman tetapi berasal dari kaum yang memiliki perjanjian damai dengan kalian -seperti kafir zimi-, maka kerabat si pembunuh yang menjadi ahli warisnya wajib membayar diat kepada ahli waris orang yang dibunuh.
Dan si pembunuh wajib memerdekakan budak yang beriman sebagai kafarat atas perbuatannya.
Jika ia tidak menemukan budak yang akan dimerdekakan atau tidak mampu membayar harganya, maka ia wajib berpuasa selama dua bulan berturut-turut tanpa berbuka di tengah-tengah masa itu, agar Allah menerima taubatnya dari perbuatan tersebut.
Dan Allah Maha Mengetahui perbuatan dan niat hamba-hamba-Nya, lagi Maha Bijaksana dalam menetapkan syariat-Nya dan mengatur urusan makhluk-Nya.
Terjemahan - Muhammad Quraish Shihab
Pembagian orang munafik ke dalam dua golongan itu didasarkan pada asas kehati-hatian, dengan maksud agar tidak terjadi pembunuhan terhadap orang Muslim karena diduga munafik.
Sementara, membunuh orang Muslim itu diharamkan, kecuali kalau terjadi secara salah atau tidak sengaja.
Bila terjadi pembunuhan terhadap orang Muslim secara salah atau tidak sengaja, kalau si korban itu tinggal di dalam wilayah Islam, maka pelaku pembunuhan dikenakan sanksi membayar diyat kepada keluarga korban sebagai ganti atas hilangnya seorang anggota keluarga, dan sanksi memerdekakan seorang budak Muslim sebagai ganti atas hilangnya seorang anggota masyarakat Muslim.
Sebab, memerdekakan seorang budak Muslim itu berarti menciptakan suasana hidup bebas dalam masyarakat Muslim.
Pembebasan seorang budak Muslim seolah-olah cukup untuk mengganti hilangnya salah seorang anggota masyarakat Muslim.
( 1 ) Tetapi, kalau si terbunuh itu berasal dari golongan yang memiliki perjanjian damai dengan umat Islam, maka sanksi yang dikenakan kepada pelaku pembunuhan adalah memerdekakan seorang budak Muslim dan membayar diyat kepada keluarga korban sebagai ganti salah satu anggotanya yang meninggal.
Karena, dengan adanya perjanjian itu, mereka tidak akan menggunakan diyat itu untuk menyakiti orang Muslim.
Bila si pelaku pembunuhan tidak mendapatkan budak untuk dimerdekakan, maka ia harus berpuasa dua bulan berturut- turut.
Hal itu akan menjadi pelajaran bagi dirinya agar selalu berhati-hati dan waspada.
Allah Maha Mengetahui apa yang ada dalam jiwa dan hati seseorang serta Mahabijaksana dalam menetapkan setiap hukuman.
( 1 ) Ialah tidak menyamakan antara hukuman pembunuhan yang tidak disengaja dengan pembunuhan yang dilakukan secara sengaja.
Hal itu disebabkan karena pembunuhan yang dilakukan dengan sengaja, palakunya berniat melakukan maksiat.
Oleh karena itu kejahatannya telah terhitung berat dan besar sesuai dengan beratnya hukuman yang diterimanya.
Adapun pembunuhan yang dilakukan dengan tidak sengaja, pelakunya tidak berniat melakukan maksiat.
Kemaksiatan yang dilakukannya itu berkaitan dengan perbuatannya.
Ketentuan ini merupakan variasi hukum pidana Islam sesuai jenis yang dilakukan.
Ayat ini menjelaskan hukum kafarat pembunuhan yang dilakukan dengan tidak sengaja, yaitu memerdekakan budak Muslim, dan berpuasa jika tidak mendapatkan budak untuk dimerdekakan.
Kafarat ini mengandung nilai hukuman dan nilai ibadah.
Secara lahiriah yang bertanggung jawab membayar kafarat adalah pelaku kejahatan, karena di dalam kafarat tersebut terdapat pelajaran dan pendekatan diri kepada Allah, sehingga Allah mengampuni dosa yang diperbuatnya.
Selain kafarat, pada pembunuhan tidak sengaja terdapat sanksi diyat.
Diyat ini telah ditentukan oleh Allah Swt.
Tidak ada pembedaan antara satu korban dengan yang lainnya.
Di sini terdapat nilai persamaan yang paling tinggi antara semua manusia.
Diyat ini diwajibkan kepada kerabat si pembunuh, karena jika mereka bersepakat untuk mencegah pembunuhan itu, niscaya mereka akan dapat melakukannya.
Tanggung jawab semacam ini dapat mengurangi tindak kejahatan.
Namun, hal itu semua tidak menghalangi waliy al-amr ( pemerintah atau penguasa ) untuk memberi sanksi kepada pelaku kejahatan jika dalam sanksi itu terdapat kemaslahatan.
Sebab, pembunuhan tidak disengaja pun termasuk tindak kejahatan, oleh karenanya disebutkan dalam ayat ini.
Pada bagian akhir ayat ini, Allah menjelasakan bahwa sanksi kafarat dan diyat itu diundangkan sebagai syarat diterimanya pertobatan.
Hal ini menunjukkan adanya sikap kurang hati-hati dari pelaku pembunuhan tidak disengaja.
Oleh karena itu, para ahli hukum Islam menyatakan bahwa risiko dosa yang diterima pelaku pembunuhan tak disengaja itu bukan dosa karena membunuh, melainkan dosa karena sikap kurang waspada dan kurang teliti.
Sebab perbuatan mubah ( halal, boleh ) itu boleh dilaksanakan dengan syarat tidak merugikan orang lain.
Kalau perbuatan mubah itu merugikan orang lain, maka terbuktilah ketidakhati-hatian pelakunya dan, oleh karenanya, ia berdosa.
Disebutkan pula bahwa pembunuhan tidak disengaja dapat dihindari dengan sikap hati-hati dan waspada.
( Al-Kasânîy, juz 7 hlm.
252 ) Semua sanksi yang ditetapkan itu sesuai dengan besarnya bahaya yang diakibatkan pembunuhan, hingga Allah pun melarangnya.
Jika dibanding dengan hukum positif, kita akan mendapatkan perbedaaan yang sangat besar.
Dalam hukum positif, orang tidak lagi takut dengan sanksi yang ditetapkan, yang berakibat merebaknya kejahatan semacam ini.
Dengan banyaknya akibat negatif hukum positif itu, belakangan muncul seruan menuntut ditetapkannya sanksi lebih keras kepada pelaku pembunuhan tak disengaja ini.
Seandainya umat manusia mengikuti syariat al-Qur’ân, niscaya mereka akan memberikan sesuatu yang dapat meringankan beban jiwa dan kerugian materi kepada keluarga si korban, baik berupa kafarat atau diyat yang harus dibayar oleh kelurga pembunuh.
Di samping itu, satu sama lain akan saling mencegah untuk melakukan kesalahan yang dapat menyebabkan pembunuhan
Tafsir al-Jalalain
( Dan tidak sepatutnya seorang mukmin membunuh seorang mukmin ) yang lain; artinya tidak layak akan timbul perbuatan itu dari dirinya ( kecuali karena tersalah ) artinya tidak bermaksud untuk membunuhnya.
( Dan siapa yang membunuh seorang mukmin karena tersalah itu ) misalnya bermaksud melempar yang selainnya seperti binatang buruan atau pohon kayu tetapi mengenai seseorang dengan alat yang biasanya tidak menyebabkan kematian hingga membawa ajal ( maka hendaklah memerdekakan ) membebaskan ( seorang hamba sahaya yang beriman beserta diat yang diserahkan ) diberikan ( kepada keluarganya ) yaitu ahli waris yang terbunuh ( kecuali jika mereka bersedekah ) artinya memaafkannya.
Dalam pada itu sunah menjelaskan bahwa besar diat itu 100 ekor unta, 20 ekor di antaranya terdiri dari yang dewasa, sedang lainnya yang di bawahnya, dalam usia yang bermacam-macam.
Beban pembayaran ini terpikul di atas pundak `ashabah sedangkan keluarga-keluarga lainnya dibagi-bagi pembayarannya selama tiga tahun, bagi yang kaya setengah dinar, dan yang sedang seperempat dinar pada tiap tahunnya.
Jika mereka tidak mampu maka diambilkan dari harta baitulmal, dan jika sulit maka dari pihak yang bersalah.
( Jika ia ) yakni yang terbunuh ( dari kaum yang menjadi musuh ) musuh perang ( bagimu padahal ia mukmin, maka hendaklah memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman ) jadi bagi si pembunuh wajib kafarat tetapi tidak wajib diat yang diserahkan kepada keluarganya disebabkan peperangan itu.
( Dan jika ia ) maksudnya yang terbunuh ( dari kaum yang di antara kamu dengan mereka ada perjanjian ) misalnya ahli dzimmah ( maka hendaklah membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya ) yaitu sepertiga diat orang mukmin, jika dia seorang Yahudi atau Nasrani, dan seperlima belas jika ia seorang Majusi serta memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman) oleh si pembunuhnya.
( Siapa yang tidak memperolehnya ) misalnya karena tak ada budak atau biayanya ( maka hendaklah berpuasa selama dua bulan berturut-turut ) sebagai kafarat yang wajib atasnya.
Mengenai pergantian dengan makanan seperti pada zihar, tidak disebutkan oleh Allah swt.
Tetapi menurut Syafii, pada salah satu di antara dua pendapatnya yang terkuat, ini diberlakukan ( untuk penerimaan tobat dari Allah ) mashdar yang manshub oleh kata kerjanya yang diperkirakan.
( Dan Allah Maha Mengetahui ) terhadap makhluk-Nya ( lagi Maha Bijaksana ) mengenai pengaturan-Nya terhadap mereka.
Tafseer Muntakhab - Indonesian
Pembagian orang munafik ke dalam dua golongan itu didasarkan pada asas kehati-hatian, dengan maksud agar tidak terjadi pembunuhan terhadap orang Muslim karena diduga munafik.
Sementara, membunuh orang Muslim itu diharamkan, kecuali kalau terjadi secara salah atau tidak sengaja.
Bila terjadi pembunuhan terhadap orang Muslim secara salah atau tidak sengaja, kalau si korban itu tinggal di dalam wilayah Islam, maka pelaku pembunuhan dikenakan sanksi membayar diyat kepada keluarga korban sebagai ganti atas hilangnya seorang anggota keluarga, dan sanksi memerdekakan seorang budak Muslim sebagai ganti atas hilangnya seorang anggota masyarakat Muslim.
Sebab, memerdekakan seorang budak Muslim itu berarti menciptakan suasana hidup bebas dalam masyarakat Muslim.
Pembebasan seorang budak Muslim seolah-olah cukup untuk mengganti hilangnya salah seorang anggota masyarakat Muslim.
( 1 ) Tetapi, kalau si terbunuh itu berasal dari golongan yang memiliki perjanjian damai dengan umat Islam, maka sanksi yang dikenakan kepada pelaku pembunuhan adalah memerdekakan seorang budak Muslim dan membayar diyat kepada keluarga korban sebagai ganti salah satu anggotanya yang meninggal.
Karena, dengan adanya perjanjian itu, mereka tidak akan menggunakan diyat itu untuk menyakiti orang Muslim.
Bila si pelaku pembunuhan tidak mendapatkan budak untuk dimerdekakan, maka ia harus berpuasa dua bulan berturut- turut.
Hal itu akan menjadi pelajaran bagi dirinya agar selalu berhati-hati dan waspada.
Allah Maha Mengetahui apa yang ada dalam jiwa dan hati seseorang serta Mahabijaksana dalam menetapkan setiap hukuman.
( 1 ) Ialah tidak menyamakan antara hukuman pembunuhan yang tidak disengaja dengan pembunuhan yang dilakukan secara sengaja.
Hal itu disebabkan karena pembunuhan yang dilakukan dengan sengaja, palakunya berniat melakukan maksiat.
Oleh karena itu kejahatannya telah terhitung berat dan besar sesuai dengan beratnya hukuman yang diterimanya.
Adapun pembunuhan yang dilakukan dengan tidak sengaja, pelakunya tidak berniat melakukan maksiat.
Kemaksiatan yang dilakukannya itu berkaitan dengan perbuatannya.
Ketentuan ini merupakan variasi hukum pidana Islam sesuai jenis yang dilakukan.
Ayat ini menjelaskan hukum kafarat pembunuhan yang dilakukan dengan tidak sengaja, yaitu memerdekakan budak Muslim, dan berpuasa jika tidak mendapatkan budak untuk dimerdekakan.
Kafarat ini mengandung nilai hukuman dan nilai ibadah.
Secara lahiriah yang bertanggung jawab membayar kafarat adalah pelaku kejahatan, karena di dalam kafarat tersebut terdapat pelajaran dan pendekatan diri kepada Allah, sehingga Allah mengampuni dosa yang diperbuatnya.
Selain kafarat, pada pembunuhan tidak sengaja terdapat sanksi diyat.
Diyat ini telah ditentukan oleh Allah Swt.
Tidak ada pembedaan antara satu korban dengan yang lainnya.
Di sini terdapat nilai persamaan yang paling tinggi antara semua manusia.
Diyat ini diwajibkan kepada kerabat si pembunuh, karena jika mereka bersepakat untuk mencegah pembunuhan itu, niscaya mereka akan dapat melakukannya.
Tanggung jawab semacam ini dapat mengurangi tindak kejahatan.
Namun, hal itu semua tidak menghalangi waliy al-amr ( pemerintah atau penguasa ) untuk memberi sanksi kepada pelaku kejahatan jika dalam sanksi itu terdapat kemaslahatan.
Sebab, pembunuhan tidak disengaja pun termasuk tindak kejahatan, oleh karenanya disebutkan dalam ayat ini.
Pada bagian akhir ayat ini, Allah menjelasakan bahwa sanksi kafarat dan diyat itu diundangkan sebagai syarat diterimanya pertobatan.
Hal ini menunjukkan adanya sikap kurang hati-hati dari pelaku pembunuhan tidak disengaja.
Oleh karena itu, para ahli hukum Islam menyatakan bahwa risiko dosa yang diterima pelaku pembunuhan tak disengaja itu bukan dosa karena membunuh, melainkan dosa karena sikap kurang waspada dan kurang teliti.
Sebab perbuatan mubah ( halal, boleh ) itu boleh dilaksanakan dengan syarat tidak merugikan orang lain.
Kalau perbuatan mubah itu merugikan orang lain, maka terbuktilah ketidakhati-hatian pelakunya dan, oleh karenanya, ia berdosa.
Disebutkan pula bahwa pembunuhan tidak disengaja dapat dihindari dengan sikap hati-hati dan waspada.
( Al-Kasânîy, juz 7 hlm.
252 ) Semua sanksi yang ditetapkan itu sesuai dengan besarnya bahaya yang diakibatkan pembunuhan, hingga Allah pun melarangnya.
Jika dibanding dengan hukum positif, kita akan mendapatkan perbedaaan yang sangat besar.
Dalam hukum positif, orang tidak lagi takut dengan sanksi yang ditetapkan, yang berakibat merebaknya kejahatan semacam ini.
Dengan banyaknya akibat negatif hukum positif itu, belakangan muncul seruan menuntut ditetapkannya sanksi lebih keras kepada pelaku pembunuhan tak disengaja ini.
Seandainya umat manusia mengikuti syariat al-Qur'ân, niscaya mereka akan memberikan sesuatu yang dapat meringankan beban jiwa dan kerugian materi kepada keluarga si korban, baik berupa kafarat atau diyat yang harus dibayar oleh kelurga pembunuh.
Di samping itu, satu sama lain akan saling mencegah untuk melakukan kesalahan yang dapat menyebabkan pembunuhan.
Tafsir Al-wajiz
Dan tidak patut, bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin yang lain, kecuali terjadi karena tersalah dan tidak sengaja, sebab keimanan akan menghalangi mereka untuk berbuat demikian.
Barang siapa membunuh seorang mukmin, kecil atau dewasa, laki-laki atau perempuan, karena tersalah, maka wajiblah dia memerdekakan atau membebaskan seorang hamba sahaya yang beriman, yakni membebaskannya dari sistem perbudakan walau dengan jalan menjual harta yang dimilikinya untuk pembebasannya serta membayar tebusan ( diat ) yang diserahkan dengan baik-baik dan tulus kepada keluarganya, yakni keluarga si terbunuh itu, kecuali jika mereka, keluarga si terbunuh memberikan maaf kepada si pembunuh dengan membebaskannya dari pembayaran itu.
Jika dia, yakni si terbunuh, berasal dari kaum kafir yang memusuhimu padahal dia mukmin, maka yang diwajibkan kepada si pembunuh itu hanyalah memerdekakan hamba sahaya yang beriman, tidak disertai tebusan.
Dan jika dia, si terbunuh, adalah kafir dari kaum kafir yang ada, yakni memiliki perjanjian damai dan tidak saling menyerang antara mereka dengan kamu, maka wajiblah bagi si pembunuh itu membayar tebusan yang diserahkan dengan baik-baik dan tulus kepada keluarganya si terbunuh akibat adanya perjanjian itu serta diwajibkan pula memerdekakan hamba sahaya yang beriman.
Barang siapa tidak mendapatkan hamba sahaya yang disebabkan karena tidak menemukannya, padahal kemampuannya ada atau karena tidak memiliki kemampuan materi untuk membebaskannya, maka hendaklah dia, si pembunuh, berpuasa selama dua bulan berturut-turut sebagai gantinya.
Allah mensyariatkan hal demikian kepada kalian sebagai tobat kalian kepada Allah.
Dan Allah Maha Mengetahui segala yang kalian lakukan, Mahabijaksana untuk menetapkan hukum dan hukuman bagi kalian.
Tafsir Al-tahlili
Ayat ini menerangkan bahwa tidaklah layak bagi seorang mukmin untuk membunuh mukmin yang lain dengan sengaja.
Kemudian dijelaskan hukum pembunuhan sesama mukmin yang terjadi dengan tidak sengaja.
Hal ini mungkin terjadi dalam berbagai kasus, dilihat dari keadaan mukmin yang terbunuh dan dari kalangan manakah mereka berasal.
Dalam hal ini ada 3 kasus:
Pertama: Mukmin yang terbunuh tanpa sengaja itu berasal dari keluarga yang mukmin.
Maka hukumannya ialah pihak pembunuh harus memerdekakan hamba sahaya yang mukmin, disamping membayar diat ( denda ) kepada keluarga yang terbunuh, kecuali jika mereka merelakan dan membebaskan pihak pembunuh dari pembayaran diat tersebut.
Kedua: Mukmin yang terbunuh itu berasal dari kaum atau keluarga bukan mukmin, tetapi keluarganya memusuhi kaum Muslimin.
Maka dalam hal ini hukuman yang berlaku terhadap pihak yang membunuh ialah harus memerdekakan seorang hamba sahaya yang mukmin tanpa membayar diat.
Ketiga: Mukmin yang terbunuh tanpa sengaja itu berasal dari keluarga bukan mukmin, tetapi mereka itu sudah membuat perjanjian damai dengan kaum Muslimin, maka hukumannya ialah pihak pembunuh harus membayar diat yang diserahkan kepada keluarga pihak yang terbunuh di samping itu harus pula memerdekakan seorang hamba sahaya yang mukmin.
Jadi hukumannya sama dengan kasus yang pertama tadi.
Mengenai kewajiban memerdekakan "hamba sahaya yang mukmin" yang tersebut dalam ayat ini: ada kemungkinan tidak dapat dilaksanakan oleh pihak pembunuh, karena tidak diperolehnya hamba sahaya yang memenuhi syarat yang disebutkan itu; atau karena sama sekali tidak mungkin mendapatkan hamba sahaya, misalnya pada zaman sekarang ini; atau hamba sahaya yang beriman, tetapi pihak pembunuh tidak mempunyai kemampuan untuk membeli dan memerdekakannya.
Dalam hal ini, kewajiban untuk memerdekakan hamba sahaya dapat diganti dengan kewajiban yang lain, yaitu si pembunuh harus berpuasa dua bulan berturut-turut, agar tobatnya diterima Allah.
Dengan demikian ia bebas dari kewajiban memerdekakan hamba sahaya yang beriman.
Mengenai "ketidaksengajaan" dalam pembunuhan yang disebut dalam ayat ini, ialah ketidak sengajaan yang disebabkan karena kecerobohan yang sesungguhnya dapat dihindari oleh manusia yang normal.
Misalnya apabila seorang akan melepaskan tembakan atau lemparan sesuatu yang dapat menimpa atau membahayakan seseorang, maka ia seharusnya meneliti terlebih dahulu, ada atau tidaknya seseorang yang mungkin menjadi sasaran pelurunya tanpa sengaja.
Kecerobohan dan sikap tidak berhati-hati itulah yang menyebabkan pembunuh itu harus dikenai hukuman, walaupun ia membunuh tanpa sengaja, agar dia dan orang lain selalu berhati-hati dalam berbuat terutama yang berhubungan dengan keamanan jiwa manusia lainnya.
Adapun diat ( diyat ) atau denda yang dikenakan kepada pembunuh, dapat dibayar dengan beberapa macam barang pengganti kerugian, yaitu dengan seratus ekor unta, atau dua ratus ekor sapi, atau dua ribu ekor kambing, atau dua ratus lembar pakaian atau uang seribu dinar atau dua belas ribu dirham.
Dalam suatu hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Jabir, dari Rasulullah saw disebutkan sebagai berikut:
اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى الله ُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَضَى فِى الدِّيَةِ عَلَى اَهْلِ اْلاِبِلِ مِائَةً مِنَ اْلاِبِلِ وَعَلَى اَهْلِ الْبَقَرِ مِائَتَيْ بَقَرَةٍ وَعَلَى اَهْلِ الشَّاةِ أَلْفَيْ شَاةٍ وَعَلَى اَهْلِ الْحُلَلِ مِائَتَيْ حُلَّةٍ ( رواه ابو داود )
"Bahwasanya Rasulullah saw telah mewajibkan diat itu sebanyak seratus ekor unta kepada orang yang memiliki unta, dan dua ratus ekor sapi kepada yang memiliki sapi dan dua ribu ekor kambing kepada yang memiliki kambing, dan dua ratus perhiasan kepada yang memiliki perhiasan" ( Riwayat Abu Dāwud ).
Kewajiban memerdekakan hamba sahaya yang beriman atau berpuasa dua bulan berturut-turut adalah kewajiban yang ditimpakan kepada si pembunuh dan ‘āqilah ( keluarga ), yang juga disebut "asabah"-nya.
Dalam kitab hadis al-Muwaṭṭa’ “ Kitāb al-Uqūd ” dari Imam Malik disebutkan bahwa Umar bin al-Khattab pernah menetapkan diat kepada penduduk desa, sebanyak seribu dinar kepada yang memiliki uang emas dan dua belas ribu dirham kepada yang memiliki uang perak, dan diat ini hanyalah diwajibkan kepada ‘āqilah dari si pembunuh.
Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain), kecuali - Terjemahan
English | Türkçe | Indonesia |
Русский | Français | فارسی |
تفسير | Bengali | Urdu |
وما كان لمؤمن أن يقتل مؤمنا إلا خطأ ومن قتل مؤمنا خطأ فتحرير رقبة مؤمنة ودية مسلمة إلى أهله إلا أن يصدقوا فإن كان من قوم عدو لكم وهو مؤمن فتحرير رقبة مؤمنة وإن كان من قوم بينكم وبينهم ميثاق فدية مسلمة إلى أهله وتحرير رقبة مؤمنة فمن لم يجد فصيام شهرين متتابعين توبة من الله وكان الله عليما حكيما
سورة: النساء - آية: ( 92 ) - جزء: ( 5 ) - صفحة: ( 93 )transliterasi Indonesia
wa mā kāna limu`minin ay yaqtula mu`minan illā khaṭa`ā, wa mang qatala mu`minan khaṭa`an fa taḥrīru raqabatim mu`minatiw wa diyatum musallamatun ilā ahlihī illā ay yaṣṣaddaqụ, fa ing kāna ming qaumin 'aduwwil lakum wa huwa mu`minun fa taḥrīru raqabatim mu`minah, wa ing kāna ming qaumim bainakum wa bainahum mīṡāqun fa diyatum musallamatun ilā ahlihī wa taḥrīru raqabatim mu`minah, fa mal lam yajid fa ṣiyāmu syahraini mutatābi'aini taubatam minallāh, wa kānallāhu 'alīman ḥakīmā
We try our best to translate, keeping in mind the Italian saying: "Traduttore, traditore", which means: "Translation is a betrayal of the original text".
Ayats from Quran in Bahasa Indonesia
- Dan sesungguhnya telah Kami anugerahkan kepada Ibrahim hidayah kebenaran sebelum (Musa dan Harun), dan adalah
- Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu. Dan (juga) kamu sungguh-sungguh akan mendengar dari
- Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu
- maka celakalah dia! Bagaimana dia menetapkan?,
- Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah(mu) itu, sesudah
- Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata,
- Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al Quran) dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui
- Sebenarnya, Al Quran itu adalah ayat-ayat yang nyata di dalam dada orang-orang yang diberi ilmu.
- Dan sesungguhnya bagi kamu benar-benar pahala yang besar yang tidak putus-putusnya.
- Dan Kami selamatkan orang-orang yang beriman dan mereka adalah orang-orang yang bertakwa.
Surah Al-Qur'an dalam bahasa Indonesia :
Unduh surat dengan suarh qari paling terkenal:
surah mp3 : choose the reciter to listen and download the chapter Complete with high quality
Ahmed El Agamy
Bandar Balila
Khalid Al Jalil
Saad Al Ghamdi
Saud Al Shuraim
Al Shatri
Abdul Basit
Abdul Rashid Sufi
Fares Abbad
Maher Al Muaiqly
Al Minshawi
Al Hosary
Mishari Al-afasi
Nasser Al Qatami
Yasser Al Dosari
Monday, November 25, 2024
لا تنسنا من دعوة صالحة بظهر الغيب