Tafsir Surat Al-Baqarah ayat 178 , Ya Ayyuha Al-Ladhina Amanu Kutiba Alaykumu Al-Qisasu Fi
﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِصَاصُ فِي الْقَتْلَى ۖ الْحُرُّ بِالْحُرِّ وَالْعَبْدُ بِالْعَبْدِ وَالْأُنثَىٰ بِالْأُنثَىٰ ۚ فَمَنْ عُفِيَ لَهُ مِنْ أَخِيهِ شَيْءٌ فَاتِّبَاعٌ بِالْمَعْرُوفِ وَأَدَاءٌ إِلَيْهِ بِإِحْسَانٍ ۗ ذَٰلِكَ تَخْفِيفٌ مِّن رَّبِّكُمْ وَرَحْمَةٌ ۗ فَمَنِ اعْتَدَىٰ بَعْدَ ذَٰلِكَ فَلَهُ عَذَابٌ أَلِيمٌ﴾
[ البقرة: 178]
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih. [Baqarah: 178]
Ya Ayyuha Al-Ladhina Amanu Kutiba Alaykumu Al-Qisasu Fi Al-Qatla Al-Hurru Bil-Hurri Wa Al-Abdu Bil-Abdi Wa Al-Untha Bil-Untha Faman Ufiya Lahu Min Akhihi Shayun Fa Attibaun Bil-Marufi Wa Adaun Ilayhi Biihsanin Dhalika Takhfifun Min Rabbikum Wa Rahmatun Famani Atada Bada Dhalika Falahu Adhabun Alimun
Tafsir Al-mokhtasar
Wahai orang-orang yang beriman kepada Allah dan mengikuti Rasul-Nya, diwajibkan kepada kalian menghukum orang yang membunuh orang lain secara sengaja dan karena permusuhan dengan hukuman yang sama dengan kejahatan yang dilakukannya.
Maka orang yang merdeka harus dijatuhi hukuman mati karena membunuh orang yang merdeka.
Seorang budak harus dijatuhi hukuman mati karena membunuh seorang budak.
Seorang wanita harus dijatuhi hukuman mati karena membunuh seorang wanita.
Apabila si korban -sebelum menghembuskan nafas terakhirnya- atau keluarganya memaafkan si pelaku dengan imbalan diat ( sejumlah harta yang dibayarkan oleh pembunuh sebagai kompensasi bagi pengampunan atas kejahatannya ), maka pihak yang memaafkan harus memperlakukan si pembunuh dalam menuntut pembayaran diat itu secara wajar, bukan dengan menyebut-nyebut kebaikannya sendiri dan meyakiti hati si pelaku.
Dan pihak pelaku pun harus membayar diat tersebut dengan cara yang baik, tanpa menunda-nunda.
Pemberian maaf dan pembayaran diat itu adalah keringanan yang Allah berikan kepada kalian, dan merupakan rahmat yang Dia berikan kepada umat ini.
Maka barangsiapa menyerang si pembunuh setelah ada pemberian maaf dan pembayaran diat itu, niscaya baginya azab yang menyakitkan dari Allah -Ta’ālā-.
Terjemahan - Muhammad Quraish Shihab
Di antara syariat yang Kami wajibkan atas orang-orang beriman adalah hukum yang mengatur soal pembunuhan dengan sengaja.
Telah Kami wajibkan pelaksanaan kisas atas kalian sebagai hukuman bagi pelaku pembunuhan.
Janganlah kalian mencontoh tirani kaum jahiliah.
( 1 ) Mereka menghukum orang merdeka bukan pelaku pembunuhan sebagai balasan atas terbunuhnya seorang budak.
Laki-laki sebagai ganti wanita.
Petinggi kaum sebagai ganti rakyat jelata tanpa memberi hukuman pada pelaku pembunuhan itu sendiri.
Maka dengan hukum kisas ini Kami mewajibkan bahwa orang merdeka harus dikisas karena membunuh orang merdeka lain, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita.
Jadi, landasan hukum kisas ini adalah semata-mata untuk menghentikan kejahatan si pembunuh dengan memberikannya hukuman yang setimpal.
Tapi apabila pihak keluarga korban berhati lapang dan memilih sesuatu yang lebih baik dari itu dengan tidak menuntut balas, dan memberi maaf pada terdakwa, maka mereka berhak mendapatkan diyat.
Jika itu yang dikehendaki oleh pihak keluarga korban, maka hendaknya ia menerima pilihan mereka sendiri secara sukarela tanpa menekan apalagi menggunakan kekerasan terhadap pelaku.
Si pelaku semestinya menyerahkan diyat itu secepatnya dan tidak menundanya.
Dan sesungguhnya di dalam hukum kisas yang Kami wajibkan itu terdapat keringanan bagi orang-orang Mukmin, jika dibandingkan dengan hukum Tawrât, yang tidak memberikan pilihan bagi pelaku pembunuhan kecuali dihukum bunuh.
Sebagaimana terdapat pula rahmat bagi mereka sehingga tidak hanya mengharap maaf dari keluarga korban.
Barangsiapa yang melanggar ketentuan hukum ini maka baginya azab yang pedih di dunia dan akhirat.
{( 1 ) Orang-orang Arab pada masa jahiliah membedakan antara petinggi kaum dengan orang biasa.
Misalnya ketika salah seorang kepala suku terbunuh, pembalasan atas pembunuhan itu tidak hanya terbatas pada si pembunuh.
Bagi mereka terdapat perbedaan antara darah orang biasa dengan darah petinggi, antara jiwa orang biasa dengan jiwa petinggi.
Ketika Islam datang, kebiasaan itu ditinggalkan dengan memberlakukan hukum kisas, yaitu suatu ketentuan hukum yang menetapkan bahwa pembalasan terhadap tindak pembunuhan hanya diberlakukan terhadap si pembunuh.
Jika seorang yang merdeka terbunuh, siapa pun orangnya, tebusannya adalah orang merdeka pula, hamba dengan hamba, wanita dengan wanita dan seterusnya.
Dapat dipahami secara eksplisit bahwa seorang budak tidak akan dikisas karena melakukan pembunuhan terhadap orang merdeka dan sebaliknya seorang merdeka tidak dikisas karena membunuh budak.
Akan tetapi, pada ayat lain kita menemukan bahwa hukum kisas itu berlaku secara umum tanpa memandang status dan jenis kelamin.
Ini merupakan suatu hukum yang telah diundangkan dalam kitab Tawrât, Injîl dan al-Qur’ân.
Allah berfrman, "Dan telah Kami tentukan terhadap mereka di dalamnya ( Tawrât ) bahwa jiwa dibalas dengan jiwa" ( lihat surat al-Mâ’idah ).
Dan Rasululullah bersabda, "Orang-orang Muslim itu saling melindungi hak hidup masing-masing," dan, "Nyawa dibalas dengan nyawa." Tampaknya, bahwa dalam hukum kisas ini Islam memiliki sudut pandang yang berbeda dengan pandangan para ahli hukum, dengan menjadikan kisas itu sebagai hak bagi keluarga si terbunuh, sebagai peredam kemarahan di satu sisi dan sebagai upaya prefentif untuk menjaga hak hidup orang yang tak berdosa di sisi lain.
Oleh karena itu dalam hal ini pihak keluarga korban memiliki hak memaafkan pelaku di samping hak menuntut balas ( kisas ) itu sendiri, sementara pihak penguasa ( waliy al-amr ) memiliki kekuasaan untuk memberi hukuman mati sebagai ta’zîr jika dalam hal itu terdapat maslahat.
Dalam penetapan hukum kisas ini, Islam tidak memandang dari sudut motif, karena si pelaku dianggap zalim apa pun motif yang melatarbelakangi kejahatannya.
Bahkan, melihat kejahatan dari sisi motifnya akan melahirkan rasa kasihan pada si pelaku dan mengabaikan maslahat korban yang semua itu sering kali mendorong tindak balas dendam yang tidak ada habisnya.
Belakangan ini teori hukum Islam dalam persoalan kisas banyak mendapat tanggapan dan kajian serius di berbagai perguruan tinggi di Eropa
Tafsir al-Jalalain
( Hai orang-orang beriman, diwajibkan atas kamu kisas ) pembalasan yang setimpal ( berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh ) baik tentang sifat maupun perbuatan ( orang merdeka ) dibunuh ( oleh orang merdeka ) maka tidak boleh oleh hamba ( hamba oleh hamba dan wanita oleh wanita ).
Sunah menyatakan bahwa laki-laki boleh dibunuh oleh wanita dan dalam agama dipandang seimbang atau sebanding, tetapi tidak boleh seorang Islam walaupun ia seorang hamba dibunuh oleh seorang kafir walaupun ia seorang merdeka.
( Barang siapa yang mendapat kemaafan ) maksudnya di antara pembunuh-pembunuh itu ( berkenaan dengan ) darah ( saudaranya ) yang dibunuh ( berupa sesuatu ) misalnya dengan ditiadakannya kisas yang menyebabkan gugurnya sebagian hukuman oleh sebagian ahli waris.
Dengan disebutkannya ’saudaranya’, membangkitkan rasa santun yang mendorong seseorang untuk memaafkan dan menjadi pernyataan bahwa pembunuhan itu tidaklah mengakibatkan putusnya persaudaraan dalam agama dan keimanan.
’Man’ yang merupakan syarthiyah atau isim maushul menjadi mubtada, sedangkan khabarnya ialah, ( maka hendaklah mengikuti ) artinya orang yang memaafkan itu terhadap pembunuh hendaklah mengikuti ( dengan cara yang baik ) misalnya memintanya supaya membayar diat atau denda dengan baik-baik dan tidak kasar.
Pengaturan ’mengikuti’ terhadap ’memaafkan’ menunjukkan bahwa yang wajib ialah salah satu di antara keduanya dan ini merupakan salah satu di antara kedua pendapat Syafii, sedangkan menurut pendapatnya yang kedua yang wajib itu ialah kisas, sedangkan diat menjadi penggantinya.
Sekiranya seseorang memaafkan dan tidak menyebutkan diat, maka bebaslah dari segala kewajiban ( dan ) hendaklah si pembunuh ( membayar ) diat ( kepadanya ) yaitu kepada yang memaafkan tadi, yakni ahli waris ( dengan cara yang baik pula ) artinya tanpa melalaikan dan mengurangi pembayarannya.
( Demikian itu ) maksudnya diperbolehkan mengganti hukum kisas dan kemaafan dengan diat, hal ini adalah ( suatu keringanan ) atau kemudahan ( dari Tuhanmu ) terhadapmu ( suatu rahmat ) kepadamu berupa kelapangan dan tidak dipastikan-Nya salah satu di antara keduanya, seperti diwajibkan-Nya kisas atas orang-orang Yahudi dan diat atas orang-orang Kristen.
( Dan barang siapa yang melanggar batas ) misalnya dianiayanya si pembunuh dengan membunuhnya pula ( sesudah itu ) maksudnya setelah memaafkan, ( maka baginya siksa yang pedih ) atau menyakitkan, yaitu di akhirat dengan api neraka, atau di dunia dengan dibunuh pula.
Tafseer Muntakhab - Indonesian
Di antara syariat yang Kami wajibkan atas orang-orang beriman adalah hukum yang mengatur soal pembunuhan dengan sengaja.
Telah Kami wajibkan pelaksanaan kisas atas kalian sebagai hukuman bagi pelaku pembunuhan.
Janganlah kalian mencontoh tirani kaum jahiliah.
( 1 ) Mereka menghukum orang merdeka bukan pelaku pembunuhan sebagai balasan atas terbunuhnya seorang budak.
Laki-laki sebagai ganti wanita.
Petinggi kaum sebagai ganti rakyat jelata tanpa memberi hukuman pada pelaku pembunuhan itu sendiri.
Maka dengan hukum kisas ini Kami mewajibkan bahwa orang merdeka harus dikisas karena membunuh orang merdeka lain, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita.
Jadi, landasan hukum kisas ini adalah semata-mata untuk menghentikan kejahatan si pembunuh dengan memberikannya hukuman yang setimpal.
Tapi apabila pihak keluarga korban berhati lapang dan memilih sesuatu yang lebih baik dari itu dengan tidak menuntut balas, dan memberi maaf pada terdakwa, maka mereka berhak mendapatkan diyat.
Jika itu yang dikehendaki oleh pihak keluarga korban, maka hendaknya ia menerima pilihan mereka sendiri secara sukarela tanpa menekan apalagi menggunakan kekerasan terhadap pelaku.
Si pelaku semestinya menyerahkan diyat itu secepatnya dan tidak menundanya.
Dan sesungguhnya di dalam hukum kisas yang Kami wajibkan itu terdapat keringanan bagi orang-orang Mukmin, jika dibandingkan dengan hukum Tawrât, yang tidak memberikan pilihan bagi pelaku pembunuhan kecuali dihukum bunuh.
Sebagaimana terdapat pula rahmat bagi mereka sehingga tidak hanya mengharap maaf dari keluarga korban.
Barangsiapa yang melanggar ketentuan hukum ini maka baginya azab yang pedih di dunia dan akhirat.
{( 1 ) Orang-orang Arab pada masa jahiliah membedakan antara petinggi kaum dengan orang biasa.
Misalnya ketika salah seorang kepala suku terbunuh, pembalasan atas pembunuhan itu tidak hanya terbatas pada si pembunuh.
Bagi mereka terdapat perbedaan antara darah orang biasa dengan darah petinggi, antara jiwa orang biasa dengan jiwa petinggi.
Ketika Islam datang, kebiasaan itu ditinggalkan dengan memberlakukan hukum kisas, yaitu suatu ketentuan hukum yang menetapkan bahwa pembalasan terhadap tindak pembunuhan hanya diberlakukan terhadap si pembunuh.
Jika seorang yang merdeka terbunuh, siapa pun orangnya, tebusannya adalah orang merdeka pula, hamba dengan hamba, wanita dengan wanita dan seterusnya.
Dapat dipahami secara eksplisit bahwa seorang budak tidak akan dikisas karena melakukan pembunuhan terhadap orang merdeka dan sebaliknya seorang merdeka tidak dikisas karena membunuh budak.
Akan tetapi, pada ayat lain kita menemukan bahwa hukum kisas itu berlaku secara umum tanpa memandang status dan jenis kelamin.
Ini merupakan suatu hukum yang telah diundangkan dalam kitab Tawrât, Injîl dan al-Qur'ân.
Allah berfrman, "Dan telah Kami tentukan terhadap mereka di dalamnya ( Tawrât ) bahwa jiwa dibalas dengan jiwa" ( lihat surat al-Mâ'idah ).
Dan Rasululullah bersabda, "Orang-orang Muslim itu saling melindungi hak hidup masing-masing," dan, "Nyawa dibalas dengan nyawa." Tampaknya, bahwa dalam hukum kisas ini Islam memiliki sudut pandang yang berbeda dengan pandangan para ahli hukum, dengan menjadikan kisas itu sebagai hak bagi keluarga si terbunuh, sebagai peredam kemarahan di satu sisi dan sebagai upaya prefentif untuk menjaga hak hidup orang yang tak berdosa di sisi lain.
Oleh karena itu dalam hal ini pihak keluarga korban memiliki hak memaafkan pelaku di samping hak menuntut balas ( kisas ) itu sendiri, sementara pihak penguasa ( waliy al-amr ) memiliki kekuasaan untuk memberi hukuman mati sebagai ta'zîr jika dalam hal itu terdapat maslahat.
Dalam penetapan hukum kisas ini, Islam tidak memandang dari sudut motif, karena si pelaku dianggap zalim apa pun motif yang melatarbelakangi kejahatannya.
Bahkan, melihat kejahatan dari sisi motifnya akan melahirkan rasa kasihan pada si pelaku dan mengabaikan maslahat korban yang semua itu sering kali mendorong tindak balas dendam yang tidak ada habisnya.
Belakangan ini teori hukum Islam dalam persoalan kisas banyak mendapat tanggapan dan kajian serius di berbagai perguruan tinggi di Eropa.
}
Tafsir Al-wajiz
Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu melaksanakan kisas, hukuman yang semisal dengan kejahatan yang dilakukan atas diri manusia berkenaan dengan orang yang dibunuh apabila keluarga korban tidak memaafkan pembunuh.
Ketentuannya adalah orang merdeka dengan orang merdeka, hamba sahaya dengan hamba sahaya, perempuan dengan perempuan.
Tetapi barang siapa memperoleh maaf dari saudaranya, yakni keluarga korban, hendaklah dia mengikutinya dengan baik, yaitu meminta ganti dengan diat ( tebusan ) secara baik tanpa niat memberatkan, dan pembunuh hendaknya membayar diat kepadanya dengan baik pula dan segera, tidak menunda-nunda dan tidak mengurangi dari jumlah yang sudah disepakati, kecuali jika keluarga pihak terbunuh memaafkan pembunuh dan juga tidak menuntut diat.
Ketentuan hukum yang demikian itu, yaitu kebolehan memaafkan pembunuh dan diganti dengan diat atau tebusan, adalah keringanan dan rahmat dari Tuhanmu supaya tidak ada pembunuhan yang beruntun dan permusuhan dapat dihentikan dengan adanya pemaafan.
Barangsiapa melampaui batas setelah itu dengan berpura-pura memaafkan pembunuh dan menuntut diat, tetapi setelah diat dipenuhi masih tetap melakukan pembunuhan terhadap pembunuh, maka ia telah berbuat zalim dan akan mendapat azab yang sangat pedih kelak di akhirat.
Ayat ini mengisyaratkan bahwa pemaafan itu tidak boleh dipaksakan, sekalipun memaafkan lebih bagus daripada menghukum balik dengan hukuman yang setimpal.
Tafsir Al-tahlili
Ayat ini menetapkan suatu hukuman kisas yang wajib dilaksanakan dengan ketentuan-ketentuan:
1.
Apabila orang merdeka membunuh orang merdeka, maka kisas berlaku bagi pembunuh yang merdeka tersebut.
2.
Apabila seorang budak membunuh budak ( hamba sahaya ), maka kisas berlaku bagi budak pembunuh.
3.
Apabila yang membunuh seorang perempuan, maka yang terkena hukuman mati adalah perempuan tersebut.
Demikianlah menurut bunyi ayat ini, tetapi bagaimana hukumannya kalau terjadi hal-hal seperti berikut:
a.
Apabila orang merdeka membunuh seorang hamba sahaya.
b.
Apabila seorang Muslim membunuh seorang kafir zimmi ( kafir yang menjadi warga negara Islam ).
c.
Apabila orang banyak bersama-sama membunuh seorang manusia
d.
Apabila seorang laki-laki membunuh seorang perempuan.
e.
Apabila seorang ayah membunuh anaknya.
Para ulama memberikan hasil ijtihadnya masing-masing sebagai berikut: Menurut mazhab Hanafi, pada masalah no.
1 dan no.
2 hukumnya ialah bahwa si pembunuh itu harus dihukum mati, walaupun derajat yang dibunuh dianggap lebih rendah dari yang membunuhnya, dengan alasan antara lain:
1.
) Dari permulaan ayat 178 ini sampai kepada kata-kata al-qatl sudah dianggap satu kalimat yang sempurna.
Jadi, tidak dibedakan antara derajat manusia yang membunuh dan yang dibunuh.
Sedang kata-kata berikutnya yaitu orang merdeka dengan orang merdeka, hamba sahaya dengan hamba sahaya dan perempuan dengan perempuan, hanyalah sekadar memperkuat hukum, agar jangan berbuat seperti pada masa jahiliah.
2.
) Ayat ini dinasakhkan ( tidak berlaku lagi hukumannya ) dengan ayat 45 surah al-Mā’idah/5 yang tidak membedakan derajat dan agama manusia.
Menurut mazhab Maliki dan Syafi’i, pada masalah No.
1 dan No.
2 ini, pembunuh tidak dibunuh, karena persamaan itu adalah menjadi syarat bagi mereka dengan alasan bahwa:
1.
) Kalimat dalam ayat tersebut belum dianggap sempurna kalau belum sampai kepada kata-kata:
وَاْلأُنْـثٰى بِاْلأُنْـثٰى
( perempuan dengan perempuan ).
Jadi merdeka dengan yang merdeka, hamba sahaya dengan hamba sahaya dan perempuan dengan perempuan.
Persamaan itu menjadi syarat, sedang ayat 45 Al-Mā’idah sifatnya umum ditakhsiskan dengan ayat ini.
2.
) Sabda Rasulullah saw:
لاَ يُقْتَلُ الْمُؤْمِنُ بِكَافِرٍ ( رواه البخاري عن علي بن أبي طالب )
Tidak dibunuh orang mukmin karena membunuh orang kafir.
( Riwayat al-Bukhārī dari Ali bin Abī Ṭalib )
Masalah no.
3: menurut jumhur ulama, semua dihukum mati karena masing-masing telah mengambil bagian dalam pembunuhan.
Masalah no.
4 hukumnya sesuai dengan ijmak sahabat, yaitu pembunuh wajib dihukum mati, karena dianggap tidak ada perbedaan yang pokok antara laki-laki dengan perempuan.
Masalah no.
5 hukumnya tidak dihukum mati karena membunuh anaknya, sesuai dengan sabda Rasulullah saw:
لاَ يُقْتَلُ وَالِدٌ بِوَلَدِهِ ( رواه البخاري عن عمر )
Ayah tidak dibunuh karena membunuh anaknya ( Riwayat al-Bukhārī dari Umar )
Pada masalah yang terakhir ini dan masalah-masalah sebelumnya ditetapkan hukumnya bahwa si pembunuh bebas dari hukuman kisas, tetapi dijatuhkan kepadanya hukuman lain, seperti diat, denda, dan sebagainya, sebagaimana diterangkan secara terinci di dalam kitab-kitab fikih.
Selanjutnya Allah swt menerangkan adanya kemungkinan lain yang lebih ringan dari kisas, yaitu "Barang siapa mendapat suatu pemaafan dari saudara yang terbunuh, maka hendaklah orang yang diberi maaf itu membayar diat kepada saudara ( ahli waris ) yang memberi maaf dengan cara yang baik." Artinya gugurlah hukuman wajib kisas dan diganti dengan hukuman diat yang wajib dibayar dengan baik oleh yang membunuh.
Kemudian dalam penutup ayat ini Allah memperingatkan kepada ahli waris yang telah memberi maaf, agar jangan berbuat yang tidak wajar kepada pihak yang telah diberi maaf, karena apabila ia berbuat hal-hal yang tidak wajar, maka artinya perbuatan itu melampaui batas dan akan mendapat azab yang pedih di hari kiamat.
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang - Terjemahan
English | Türkçe | Indonesia |
Русский | Français | فارسی |
تفسير | Bengali | Urdu |
ياأيها الذين آمنوا كتب عليكم القصاص في القتلى الحر بالحر والعبد بالعبد والأنثى بالأنثى فمن عفي له من أخيه شيء فاتباع بالمعروف وأداء إليه بإحسان ذلك تخفيف من ربكم ورحمة فمن اعتدى بعد ذلك فله عذاب أليم
سورة: البقرة - آية: ( 178 ) - جزء: ( 2 ) - صفحة: ( 27 )transliterasi Indonesia
yā ayyuhallażīna āmanụ kutiba 'alaikumul-qiṣāṣu fil-qatlā, al-ḥurru bil-ḥurri wal-'abdu bil-'abdi wal-unṡā bil-unṡā, fa man 'ufiya lahụ min akhīhi syai`un fattibā'um bil-ma'rụfi wa adā`un ilaihi bi`iḥsān, żālika takhfīfum mir rabbikum wa raḥmah, fa mani'tadā ba'da żālika fa lahụ 'ażābun alīm
We try our best to translate, keeping in mind the Italian saying: "Traduttore, traditore", which means: "Translation is a betrayal of the original text".
Ayats from Quran in Bahasa Indonesia
- Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah
- (yang) memberi petunjuk kapada jalan yang benar, lalu kami beriman kepadanya. Dan kami sekali-kali tidak
- Dan inilah jalan Tuhanmu; (jalan) yang lurus. Sesungguhnya Kami telah menjelaskan ayat-ayat (Kami) kepada orang-orang
- Kami jadikan api itu untuk peringatan dan bahan yang berguna bagi musafir di padang pasir.
- dan buah-buahan dari apa yang mereka pilih,
- (yaitu) Tuhan Musa dan Harun".
- Sesungguhnya pengembalian itu hanyalah satu kali tiupan saja,
- Hari kiamat,
- Orang-orang yang kafir dan menghalangi (manusia) dari jalan Allah, Kami tambahkan kepada mereka siksaan di
- Berkata ia (Balqis): "Hai pembesar-pembesar, sesungguhnya telah dijatuhkan kepadaku sebuah surat yang mulia.
Surah Al-Qur'an dalam bahasa Indonesia :
Unduh surat dengan suarh qari paling terkenal:
surah mp3 : choose the reciter to listen and download the chapter Complete with high quality
Ahmed El Agamy
Bandar Balila
Khalid Al Jalil
Saad Al Ghamdi
Saud Al Shuraim
Al Shatri
Abdul Basit
Abdul Rashid Sufi
Fares Abbad
Maher Al Muaiqly
Al Minshawi
Al Hosary
Mishari Al-afasi
Nasser Al Qatami
Yasser Al Dosari
Sunday, November 3, 2024
لا تنسنا من دعوة صالحة بظهر الغيب