Tafsir Surat Al-Isra ayat 1 , Subhana Al-Ladhi Asra Biabdihi Laylaan Mina Al-Masjidi Al-Harami
﴿سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَىٰ بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِّنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آيَاتِنَا ۚ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ﴾
[ الإسراء: 1]
Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. [Al Isra: 1]
Subhana Al-Ladhi Asra Biabdihi Laylaan Mina Al-Masjidi Al-Harami Ila Al-Masjidi Al-Aqsa Al-Ladhi Barakna Hawlahu Linuriyahu Min Ayatina Innahu Huwa As-Samiu Al-Basiru
Tafsir Al-mokhtasar
Sungguh Allah -Subḥānahu- Maha Suci lagi Agung; lantaran kekuasaan-Nya yang tidak bisa ditandingi oleh selain-Nya.
Dia lah yang memperjalankan hamba-Nya Muhammad -ṣallallāhu ’alaihi wa sallam- dengan jasad dan ruhnya serta dalam kondisi sadar ( bukan mimpi ) pada sebagian malam dari Masjidil Haram menuju Masjid Bait al-Maqdis ( Al-Aqṣa ) yang kami berkahi dan anugerahi tanah-tanah sekelilingnya dengan banyaknya buah-buahan, dan pertanian, serta sebagai tempat diutus dan menetapnya para Nabi -’alaihimussalām-, agar ia ( Muhammad ) menyaksikan sebagian tanda-tanda kebesaran Kami yang menunjukkan kekuasaan Allah -Subḥānahu-, karena sesungguhnya Dia Yang Maha Mendengar; tidak ada yang tersembunyi dari-Nya segala sesuatu yang terdengar, lagi Maha Melihat; tidak ada yang tersembunyi dari-Nya segala sesuatu terlihat.
Terjemahan - Muhammad Quraish Shihab
AL-ISRA’ ( PERJALANAN MALAM ) Pendahuluan: Makkiyyah, 111 ayat ~ Surat ini memuat 111 ayat yang semuanya turun pada periode Mekah, kecuali dua belas ayat, yaitu ayat 26, 32, 33, 57, dan delapan ayat dari ayat 73 hingga ayat 80 yang turun pada periode Madinah.
Surat ini diawali dengan tasbih menyucikan Allah, lalu dilanjutkan dengan menyinggung perjalanan Nabi Muhammad di malam hari ( isrâ’ ), risalah Mûsâ dan berbagai peristiwa yang terjadi pada Banû Isrâ’îl.
Kemudian disinggung pula mengenai kedudukan al-Qur’ân dalam memberikan petunjuk, pemaparan tanda-tanda kekuasaan Allah di alam raya ( âyât kawniyyah ) di malam dan di siang hari, dan ganjaran manusia pada hari kiamat atas perbuatan-perbuatannya di dunia.
Dijelaskan pula tentang hal-hal yang menyebabkan musnahnya beberapa bangsa, lalu dilanjutkan dengan memaparkan hal ihwal perbuatan manusia yang hasilnya akan diterima di akhirat.
Kemudian dibicarakan tentang kewajiban menghormati orangtua, keadaan manusia berkaitan dengan harta mereka, sepuluh perintah yang di antaranya membangun masyarakat ideal, dan bantahan Allah terhadap kebohongan yang diada-adakan oleh orang-orang musyrik tentang malaikat serta penjelasan al-Qur’ân tentang pengulang-ulangan argumentasi al-Qur’ân.
Selanjutnya Allah mengisyaratkan ihwal diri-Nya yang pantas untuk dipuji, keingkaran orang-orang musyrik, pemaparan wasiat-wasiat-Nya kepada orang-orang yang beriman, dan sikap Allah terhadap orang orang kafir di dunia dan akhirat.
Dilanjutkan dengan penjelasan-Nya tentang asal penciptaan manusia dan setan dan ancaman-Nya terhadap orang orang musyrik.
Kemudian dijelaskan pula tentang kemuliaan manusia, penjelasan Allah tentang siksaan-Nya di hari akhirat, pemaparan upaya orang-orang musyrik dalam memalingkan seruan nabi, dilanjutkan dengan ketetapan Allah dalam menetapkan seruan itu, lalu Allah berpesan kepada Nabi dengan beberapa wasiat dan doa.
Dalam ayat selanjutnya, Allah mengisyaratkan tentang kedudukan al-Qur’ân, kemudian membicarakan tentang ruh dan rahasianya, tentang mukjizat al-Qur’ân yang membuat jin dan manusia tidak mampu mendatangkan ayat-ayat seperti al-Qur’ân dan bagaimana manusia menyikapinya, tentang kekuasaan Allah untuk mendatangkan ayat-ayat lainnya, tentang kedudukan al-Qur’ân yang mencakup kebenaran dan tentang keadaan orang-orang Mukmin yang jujur dalam keimanannya serta himbauan untuk selalu memuji Allah dan mengagungkan-Nya.]] Mahasuci Allah dari hal-hal yang tidak pantas untuk disandangkan kepada diri-Nya.
Dialah yang memperjalankan hamba-Nya, Muhammad, pada sebagian waktu malam dari Masjid al-Haram, di Mekah, menuju Masjid al-Aqshâ, di Bayt al-Maqdis, yang telah Kami berkahi sekelilingnya berupa makanan untuk masyarakat sekitarnya.
Semua itu agar Kami memperlihatkan tanda-tanda kekuasaan Kami yang dapat menjadi bukti yang menunjuki keesaan dan kebesaran kekuasaan Kami.
Sesungguhnya hanya Allahlah yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat
Tafsir al-Jalalain
( Maha Suci ) artinya memahasucikan ( Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya ) yaitu Nabi Muhammad saw.
( pada suatu malam ) lafal lailan dinashabkan karena menjadi zharaf.
Arti lafal al-isra ialah melakukan perjalanan di malam hari; disebutkan untuk memberikan pengertian bahwa perjalanan yang dilakukan itu dalam waktu yang sedikit; oleh karenanya diungkapkan dalam bentuk nakirah untuk mengisyaratkan kepada pengertian itu ( dari Masjidilharam ke Masjidilaksa ) yakni Baitulmakdis; dinamakan Masjidilaksa mengingat tempatnya yang jauh dari Masjidilharam ( yang telah Kami berkahi sekelilingnya ) dengan banyaknya buah-buahan dan sungai-sungai ( agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda Kami ) yaitu sebagian daripada keajaiban-keajaiban kekuasaan Kami.
( Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui ) artinya yang mengetahui semua perkataan dan pekerjaan Nabi saw.
Maka Dia melimpahkan nikmat-Nya kepadanya dengan memperjalankannya di suatu malam; di dalam perjalanan itu antara lain ia sempat berkumpul dengan para nabi; naik ke langit; melihat keajaiban-keajaiban alam malakut dan bermunajat langsung dengan Allah swt.
Sehubungan dengan peristiwa ini Nabi saw.
menceritakannya melalui sabdanya, "Aku diberi buraq; adalah seekor hewan yang berbulu putih; tingginya lebih dari keledai akan tetapi lebih pendek daripada bagal; bila ia terbang kaki depannya dapat mencapai batas pandangan matanva.
Lalu aku menaikinya dan ia membawaku hingga sampai di Baitulmakdis.
Kemudian aku tambatkan ia pada tempat penambatan yang biasa dipakai oleh para nabi.
Selanjutnya aku memasuki Masjidilaksa dan melakukan salat dua rakaat di dalamnya.
Setelah itu aku keluar dari Masjidilaksa datanglah kepadaku malaikat Jibril seraya membawa dua buah cawan; yang satu berisikan khamar sedangkan yang lain berisikan susu.
Aku memilih cawan yang berisikan susu, lalu malaikat Jibril berkata, ’Engkau telah memilih fitrah ( yakni agama Islam ).’ Nabi saw.
melanjutkan kisahnya, kemudian malaikat Jibril membawaku naik ke langit dunia ( langit pertama ), lalu malaikat Jibril mengetuk pintu langit; ditanyakan lagi kepadanya, ’Siapakah kamu?’ Malaikat Jibril menjawab, ’Jibril.’ Ditanyakan lagi kepadanya, ’Siapakah yang bersamamu itu?’ Malaikat Jibril menjawab, ’Muhammad.’ Ditanyakan lagi kepadanya, ’Apakah dia telah diutus untuk menemui-Nya?’ Malaikat Jibril menjawab, ’Dia telah diutus untuk menemui-Nya.’ Kemudian pintu langit pertama dibukakan bagi kami; tiba-tiba di situ aku bertemu dengan Nabi Adam.
Nabi Adam menyambut kedatanganku, dan ia mendoakan kebaikan untukku.
Kemudian malaikat Jibril membawaku naik ke langit yang kedua, malaikat Jibril mengetuk pintu langit yang kedua.
Lalu ditanyakan kepadanya, ’Siapakah kamu?’ Malaikat Jibril menjawab, ’Jibril.’ Ditanyakan lagi kepadanya, ’Siapakah orang yang bersamamu itu?’ Malaikat Jibril menjawab, ’Muhammad.’ Ditanyakan lagi kepadanya, ’Apakah dia telah diutus untuk menghadap kepada-Nya?’ Malaikat Jibril menjawab, ’Dia telah diutus untuk menemui-Nya.’ Maka pintu langit yang kedua dibukakan bagi kami; tiba-tiba aku bertemu dengan dua orang anak bibiku, yaitu Nabi Yahya dan Nabi Isa.
Lalu keduanya menyambut kedatanganku, dan keduanya mendoakan kebaikan buatku.
Kemudian malaikat Jibril membawaku naik ke langit yang ketiga, maka malaikat Jibril mengetuk pintu langit yang ketiga, lalu ditanyakan kepadanya, ’Siapakah kamu?’ Malaikat Jibril menjawab, ’Jibril.’ Ditanyakan lagi kepadanya, ’Siapakah orang yang bersamamu itu?’ Malaikat Jibril menjawab, ’Muhammad.’ Ditanyakan lagi kepadanya, ’Apakah dia telah diutus untuk menemui-Nya?’ Malaikat Jibril menjawab, ’Dia telah diutus untuk menemui-Nya.’ Maka dibukakanlah pintu langit ketiga bagi kami, tiba-tiba aku bertemu dengan Nabi Yusuf; dan ternyata ia telah dianugerahi separuh daripada semua keelokan.
Nabi Yusuf menyambut kedatanganku, lalu ia mendoakan kebaikan bagiku.
Kemudian malaikat Jibril membawaku naik ke langit yang keempat, maka malaikat Jibril mengetuk pintu langit.
Lalu ditanyakan kepadanya, ’Siapakah kamu?’ Malaikat Jibril menjawab.
’Jibril.’ Ditanyakan lagi kepadanya, ’Siapakah orang yang bersamamu itu?’ Malaikat Jibril menjawab, ’Muhammad.’ Ditanyakan lagi kepadanya, ’Apakah dia telah diutus untuk menemui-Nya?’ Malaikat Jibril menjawab, ’Dia telah diutus untuk menemui-Nya.’ Maka pintu langit yang keempat dibukakan bagi kami; tiba-tiba aku bertemu dengan Nabi Idris, ia menyambut kedatanganku dan mendoakan kebaikan bagiku.
Kemudian malaikat Jibril membawaku ke langit yang kelima, lalu malaikat Jibril mengetuk pintu langit yang kelima, maka ditanyakan kepadanya, ’Siapakah kamu?’ Malaikat Jibril menjawab, ’Jibril.’ Dan ditanyakan lagi kepadanya, ’Siapakah orang yang bersamamu itu?’ Malaikat Jibril menjawab, ’Muhammad.’ Ditanyakan lagi kepadanya, ’Apakah dia telah diutus untuk menemui-Nya?’ Malaikat Jibril menjawab, ’Dia telah diutus untuk menemui-Nya.’ Lalu dibukakanlah pintu langit yang kelima bagi kami; tiba-tiba aku bertemu dengan Nabi Harun, ia menyambut kedatanganku dan mendoakan kebaikan bagiku.
Selanjutnya malaikat Jibril membawaku naik ke langit yang keenam, lalu ia mengetuk pintunva, ditanyakan kepadanya, ’Siapakah kamu?’ Malaikat Jibril menjawab, ’Jibril.’ Ditanyakan lagi kepadanya, ’Siapakah orang yang bersamamu itu?’ Malaikat Jibril menjawab, ’Muhammad.’ Ditanyakan lagi kepadanya, ’Apakah dia telah diutus untuk menemui-Nya?’ Malaikat Jibril menjawab, ’Dia telah diutus untuk menemui-Nya.’ Maka dibukakanlah pintu langit yang keenam buat kami, tiba-tiba aku bertemu dengan Nabi Musa, lalu Nabi Musa menyambut kedatanganku, dan ia mendoakan kebaikan bagiku.
Kemudian malaikat Jibril membawaku naik ke langit yang ketujuh, lalu ia mengetuk pintunya.
Ditanyakan kepadanya, ’Siapakah kamu?’ Malaikat Jibril menjawab, ’Jibril.’ Ditanyakan lagi kepadanya, ’Siapakah orang yang bersamamu itu?’ Malaikat Jibril menjawab, ’Muhammad.’ Ditanyakan lagi kepadanya, ’Apakah dia telah diutus untuk menemui-Nya?’ Malaikat Jibril menjawab, ’Dia telah diutus untuk menemui-Nya.’ Maka dibukakanlah pintu langit yang ketujuh bagi kami; tiba-tiba aku bertemu dengan Nabi Ibrahim.
Kedapatan ia bersandar pada Baitulmakmur.
Ternyata Baitulmakmur itu setiap harinya dimasuki oleh tujuh puluh ribu malaikat, yang selanjutnya mereka tidak kembali lagi padanya.
Kemudian malaikat Jibril membawaku naik ke Sidratul Muntaha, kedapatan daun-daunnya bagaikan telinga-telinga gajah dan buah-buahan bagaikan tempayan-tempayan yang besar.
Ketika semuanya tertutup oleh nur Allah, semuanya menjadi berubah.
Maka kala itu tidak ada seorang makhluk Allah pun yang dapat menggambarkan keindahannya.
Rasulullah saw.
melanjutkan kisahnya, maka Allah mewahyukan kepadaku secara langsung, dan Dia telah ( mewajibkan ) kepadaku lima puluh kali salat untuk setiap hari.
Setelah itu lalu aku turun hingga sampai ke tempat Nabi Musa ( langit yang keenam ).
Maka Nabi Musa bertanya kepadaku, ’Apakah yang diwajibkan oleh Rabbmu atas umatmu?’ Aku menjawab, ’Lima puluh kali salat untuk setiap harinya.’ Nabi Musa berkata, ’Kembalilah kepada Rabbmu, lalu mintalah keringanan dari-Nya karena sesungguhnya umatmu niscava tidak akan kuat melaksanakannya; aku telah mencoba Bani Israel dan telah menguji mereka.’ Rasulullah saw.
melanjutkan kisahnya, maka aku kembali kepada Rabbku, lalu aku memohon, ’Wahai Rabbku, ringankanlah buat umatku.’ Maka Allah meringankan lima waktu kepadaku.
Lalu aku kembali menemui Nabi Musa.
Dan Nabi Musa bertanya, ’Apakah yang telah kamu lakukan?’ Aku menjawab, ’Allah telah meringankan lima waktu kepadaku.’ Maka Nabi Musa bertanya, ’Sesungguhnya umatmu niscaya tidak akan kuat melakukan hal tersebut, maka kembalilah lagi kepada Rabbmu dan mintalah keringanan buat umatmu kepada-Nya.’ Rasulullah melanjutkan kisahnya, maka aku masih tetap mondar-mandir antara Rabbku dan Nabi Musa, dan Dia meringankan kepadaku lima waktu demi lima waktu.
Hingga akhirnya Allah berfirman, ’Hai Muhammad, salat lima waktu itu untuk tiap sehari semalam; pada setiap salat berpahala sepuluh salat, maka itulah lima puluh kali salat.
Dan barang siapa yang berniat untuk melakukan kebaikan, kemudian ternyata ia tidak melakukannya dituliskan untuknya pahala satu kebaikan.
Dan jika ternyata ia melakukannya, dituliskan baginva pahala sepuluh kali kebaikan.
Dan barang siapa yang berniat melakukan keburukan, lalu ia tidak mengerjakannya maka tidak dituliskan dosanya.
Dan jika ia mengerjakannya maka dituliskan baginva dosa satu keburukan.’ Setelah itu aku turun hingga sampai ke tempat Nabi Musa, lalu aku ceritakan hal itu kepadanya.
Maka ia berkata, ’Kembalilah kepada Rabbmu, lalu mintalah kepada-Nya keringanan buat umatmu, karena sesungguhnya umatmu tidak akan kuat melaksanakannya.’ Maka aku menjawab, ’Aku telah mondar-mandir kepada Rabbku hingga aku malu terhadap-Nya.’" ( Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim; dan lafal hadis ini berdasarkan Imam Muslim ).
Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak meriwayatkan sebuah hadis melalui Ibnu Abbas r.a.
yang menceritakan, bahwa Rasulullah saw.
telah bersabda, "Aku melihat Rabbku Azza Wajalla."
Tafseer Muntakhab - Indonesian
[ [17 ~ AL-ISRA' ( PERJALANAN MALAM ) Pendahuluan: Makkiyyah, 111 ayat ~ Surat ini memuat 111 ayat yang semuanya turun pada periode Mekah, kecuali dua belas ayat, yaitu ayat 26, 32, 33, 57, dan delapan ayat dari ayat 73 hingga ayat 80 yang turun pada periode Madinah.
Surat ini diawali dengan tasbih menyucikan Allah, lalu dilanjutkan dengan menyinggung perjalanan Nabi Muhammad di malam hari ( isrâ' ), risalah Mûsâ dan berbagai peristiwa yang terjadi pada Banû Isrâ'îl.
Kemudian disinggung pula mengenai kedudukan al-Qur'ân dalam memberikan petunjuk, pemaparan tanda-tanda kekuasaan Allah di alam raya ( âyât kawniyyah ) di malam dan di siang hari, dan ganjaran manusia pada hari kiamat atas perbuatan-perbuatannya di dunia.
Dijelaskan pula tentang hal-hal yang menyebabkan musnahnya beberapa bangsa, lalu dilanjutkan dengan memaparkan hal ihwal perbuatan manusia yang hasilnya akan diterima di akhirat.
Kemudian dibicarakan tentang kewajiban menghormati orangtua, keadaan manusia berkaitan dengan harta mereka, sepuluh perintah yang di antaranya membangun masyarakat ideal, dan bantahan Allah terhadap kebohongan yang diada-adakan oleh orang-orang musyrik tentang malaikat serta penjelasan al-Qur'ân tentang pengulang-ulangan argumentasi al-Qur'ân.
Selanjutnya Allah mengisyaratkan ihwal diri-Nya yang pantas untuk dipuji, keingkaran orang-orang musyrik, pemaparan wasiat-wasiat-Nya kepada orang-orang yang beriman, dan sikap Allah terhadap orang orang kafir di dunia dan akhirat.
Dilanjutkan dengan penjelasan-Nya tentang asal penciptaan manusia dan setan dan ancaman-Nya terhadap orang orang musyrik.
Kemudian dijelaskan pula tentang kemuliaan manusia, penjelasan Allah tentang siksaan-Nya di hari akhirat, pemaparan upaya orang-orang musyrik dalam memalingkan seruan nabi, dilanjutkan dengan ketetapan Allah dalam menetapkan seruan itu, lalu Allah berpesan kepada Nabi dengan beberapa wasiat dan doa.
Dalam ayat selanjutnya, Allah mengisyaratkan tentang kedudukan al-Qur'ân, kemudian membicarakan tentang ruh dan rahasianya, tentang mukjizat al-Qur'ân yang membuat jin dan manusia tidak mampu mendatangkan ayat-ayat seperti al-Qur'ân dan bagaimana manusia menyikapinya, tentang kekuasaan Allah untuk mendatangkan ayat-ayat lainnya, tentang kedudukan al-Qur'ân yang mencakup kebenaran dan tentang keadaan orang-orang Mukmin yang jujur dalam keimanannya serta himbauan untuk selalu memuji Allah dan mengagungkan-Nya. ]] Mahasuci Allah dari hal-hal yang tidak pantas untuk disandangkan kepada diri-Nya.
Dialah yang memperjalankan hamba-Nya, Muhammad, pada sebagian waktu malam dari Masjid al-Haram, di Mekah, menuju Masjid al-Aqshâ, di Bayt al-Maqdis, yang telah Kami berkahi sekelilingnya berupa makanan untuk masyarakat sekitarnya.
Semua itu agar Kami memperlihatkan tanda-tanda kekuasaan Kami yang dapat menjadi bukti yang menunjuki keesaan dan kebesaran kekuasaan Kami.
Sesungguhnya hanya Allahlah yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.
Tafsir Al-wajiz
Pada akhir Surah an-Nahl mengandung pesan kepada Nabi Muhammad agar bersabar dan tidak bersedih hati disebabkan tipu daya dan penolakan orang-orang yang menentang dakwahnya.
Di saat beliau mengalami kesulitan menghadapi orang-orang kafir yang menolak dakwahnya, ayat pertama dari surah ini menyatakan bahwa beliau mempunyai kedudukan yang mulia di sisi Allah, di mana Allah memperjalankannya dari Masjidilharam ke Masjidil Aqsha dan memperlihatkan kepadanya tanda-tanda kekuasaan dan kebesaranNya.
Ayat pertama ini menyatakan, Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya, yakni Nabi Muhammad, pada malam hari dari Masjidilharam, yang berada di Mekah ke Masjidil Aqsa, yang berada di Palestina, yang telah Kami berkahi sekelilingnya, dengan tanahnya yang subur yang menghasilkan aneka tanaman dan buah-buahan serta menjadi tempat turunnya para nabi, agar kami perlihatkan kepadanya dengan mata kepala atau mata hati sebagian dari tanda-tanda kebesaran dan kekuasaan Kami.
Sesungguhnya Dia, yaitu Allah adalah Maha Mendengar perkataan hamba-Nya, Maha Mengetahui tingkah laku dan perbuatannya.
Tafsir Al-tahlili
Allah swt menyatakan kemahasucian-Nya dengan firman “ subḥāna ”, agar manusia mengakui kesucian-Nya dari sifat-sifat yang tidak layak dan meyakini sifat-sifat keagungan-Nya yang tiada tara.
Ungkapan itu juga sebagai pernyataan tentang sifat kebesaran-Nya yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam, dengan perjalanan yang sangat cepat.
Allah swt memulai firman-Nya dengan subḥāna dalam ayat ini, dan di beberapa ayat yang lain, sebagai pertanda bahwa ayat itu mengandung peristiwa luar biasa yang hanya dapat terlaksana karena iradah dan kekuasaan-Nya.
Dari kata asrā’ dapat dipahami bahwa Isrā’ Nabi Muhammad saw terjadi di waktu malam hari, karena kata asrā dalam bahasa Arab berarti perjalanan di malam hari.
Penyebutan lailan, dengan bentuk isim nakirah, yang berarti “ malam hari ”, adalah untuk menggambarkan bahwa kejadian Isrā’ itu mengambil waktu malam yang singkat dan juga untuk menguatkan pengertian bahwa peristiwa Isrā’ itu memang benar-benar terjadi di malam hari.
Allah swt meng-isrā’-kan hamba-Nya di malam hari, karena waktu itulah yang paling utama bagi para hamba untuk mendekatkan diri kepada Allah, dan waktu yang paling baik untuk beribadah kepada-Nya.
Perkataan ‘abdihi ( hamba-Nya ) dalam ayat ini maksudnya ialah Nabi Muhammad saw yang telah terpilih sebagai nabi yang terakhir.
Beliau telah mendapat perintah untuk melakukan perjalanan malam, sebagai penghormat-an kepadanya.
Dalam ayat ini tidak diterangkan waktunya secara pasti, baik waktu keberangkatan maupun kepulangan Nabi Muhammad saw kembali ke tempat tinggalnya di Mekah.
Hanya saja yang diterangkan bahwa Isrā’ Nabi Muhammad saw dimulai dari Masjidilharam, yaitu masjid yang terkenal karena Ka’bah ( Baitullah ) terletak di dalamnya, menuju Masjidil Aqsa yang berada di Baitul Makdis.
Masjid itu disebut Masjidil Aqsa yang berarti “ terjauh ”, karena letaknya jauh dari kota Mekah.
Selanjutnya Allah swt menjelaskan bahwa Masjidil Aqsa dan daerah-daerah sekitarnya mendapat berkah Allah karena menjadi tempat turun wahyu kepada para nabi.
Tanahnya disuburkan, sehingga menjadi daerah yang makmur.
Di samping itu, masjid tersebut termasuk di antara masjid yang menjadi tempat peribadatan para nabi dan tempat tinggal mereka.
Sesudah itu, Allah menyebutkan alasan mengapa Nabi Muhammad saw diperjalankan pada malam hari, yaitu untuk memperlihatkan kepada Nabi tanda-tanda kebesaran-Nya.
Tanda-tanda itu disaksikan oleh Muhammad saw dalam perjalanannya dari Masjidilharam ke Masjidil Aqsa, berupa pengalaman-pengalaman yang berharga, ketabahan hati dalam menghadapi berbagai macam cobaan, dan betapa luasnya jagat raya serta alangkah Agungnya Allah Maha Pencipta.
Pengalaman-pengalaman baru yang disaksikan Nabi Muhammad sangat berguna untuk memantapkan hati beliau menghadapi berbagai macam rintangan dari kaumnya, dan meyakini kebenaran wahyu Allah, baik yang telah diterima maupun yang akan diterimanya.
Di akhir ayat ini, Allah swt menjelaskan bahwa Dia Maha Mendengar bisikan batin para hamba-Nya dan Maha Melihat semua perbuatan mereka.
Tak ada detak jantung, ataupun gerakan tubuh dari seluruh makhluk yang ada di antara langit dan bumi ini yang lepas dari pengamatan-Nya.
Ayat ini menyebutkan terjadinya peristiwa Isrā’, yaitu perjalanan Nabi Muhammad saw dari Masjidilharam ke Masjidil Aqsa di waktu malam.
Sedangkan peristiwa Mi’raj, yaitu naiknya Nabi Muhammad dari Masjidil Aqsa ke Sidratul Muntaha ( Mustawa ) tidak diisyaratkan oleh ayat ini, tetapi diisyaratkan dalam Surah an-Najm.
Hampir seluruh ahli tafsir berpendapat bahwa peristiwa Isrā’ terjadi setelah Nabi Muhammad diutus menjadi rasul.
Peristiwanya terjadi satu tahun sebelum hijrah.
Demikian menurut Imam az-Zuhrī, Ibnu Sa’ad, dan lain-lainnya.
Imam Nawawi pun memastikan demikian.
Bahkan menurut Ibnu Ḥazm, peristiwa Isrā’ itu terjadi di bulan Rajab tahun kedua belas setelah pengangkatan Muhammad menjadi nabi.
Sedangkan al-Ḥāfiẓ ‘Abdul Gani al-Maqdisī memilih pendapat yang mengatakan bahwa Isrā’ dan Mi’raj tersebut terjadi pada 27 Rajab, dengan alasan pada waktu itulah masyarakat melaksanakannya.
Adapun hadis-hadis yang menjelaskan terjadinya Isrā’ itu sebagai berikut:
Pertama:
قَالَ أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ: لَيْلَةَ اُسْرِيَ بِرَسُوْلِ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ مَسْجِدِ الْكَعْبَةِ أَنَّهُ جَاءَهَ ثَلَاثَةُ نَفَرٍ قَبْلَ أَنْ يُوْحَى إِلَيْهِ وَهُوَ نَائِمٌ فِى الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ فَقَالَ أَوَّلُهُمْ: أَيُّهُمْ هُوَ؟ فَقَالَ أَوْسَطُهُمْ: هُوَ خَيْرُهُمْ.
فَقَالَ آخِرُهُمْ: خُذُوْا خَيْرَهُمْ، فَكَانَتْ تِلْكَ اللَّيْلَةَ فَلَمْ يَرَهُمْ حَتَّى أَتَوْهُ لَيْلَةً أُخْرَى فِيْمَا يَرَى قَلْبُهُ وَتَنَامُ عَيْنُهُ وَلَا يَنَامُ قَلْبُهُ وَكَذٰلِكَ اْلأَنْبِيَاءُ تَنَامُ أَعْيُنُهُمْ وَلَا يَنَامُ قَلْبُهُمْ- فَلَمْ يُكَلِّمُوْهُ حَتَّى احْتَمَلُوْا فَوَضَعُوْهُ عِنْدَ بِئْرِ زَمْزَمَ فَتَوَلَاهُ مِنْهُمْ جِبْرِيْلُ فَشَقَّ جِبْرِيْلُ مَا بَيْنَ نَحْرِهِ إِلَى لِبَّتِهِ حَتَّى فَرَغَ مِنْ صَدْرِهِ وَجَوْفِهِ فَغَسَلَهُ مِنْ مَاءِ زَمْزَمَ بِيَدِهِ حَتَّى أَنْقَى جَوْفَهُ ثُمَّ أَتَى بِطَشْتٍ مِنْ ذَهَبٍ فِيْهِ نُوْرٌ مِنْ ذَهَبٍ مَحْشُوٍّ إِيْمَانًا وَحِكْمَةً فَحَشَابِهِ صَدْرَهُ وَلَغَادِيْدَهُ يَعْنِى عُرُوْقَ حَلْقِهِ ثُمَّ اَطْبَقَهُ.
( رواه البخاري )
Anas bin Malik menuturkan bahwa pada malam diperjalankannya Rasulullah saw dari Masjidilharam, datanglah kepadanya tiga orang pada saat sebelum turunnya wahyu, sedangkan Rasul pada waktu itu sedang tidur di Masjidilharam.
Kemudian berkatalah orang yang pertama, “ Siapakah dia ini? ” Kemudian orang kedua menjawab, “ Dia adalah orang yang terbaik di antara mereka ( kaumnya ). ” Setelah itu berkatalah orang ketiga, “ Ambillah orang yang terbaik itu. ” Pada malam itu Nabi tidak mengetahui siapa mereka, sehingga mereka datang kepada Nabi di malam yang lain dalam keadaan matanya tidur sedangkan hatinya tidak tidur.
Demikianlah para nabi, meskipun mata mereka terpejam, namun hati mereka tidaklah tidur.
Sesudah itu rombongan tadi tidak berbicara sedikit pun kepada Nabi hingga mereka membawa Nabi dan meletakkannya di sekitar sumur Zamzam.
Di antara mereka ada Jibril yang menguasai diri Nabi, lalu Jibril membelah bagian tubuh, antara leher sampai ke hatinya, sehingga kosonglah dadanya.
Sesudah itu Jibril mencuci hati Nabi dengan air Zamzam dengan menggunakan tangannya, sehingga bersihlah hati beliau.
Kemudian Jibril membawa bejana dari emas yang berisi iman dan hikmah.
Kemudian dituangkanlah isi bejana itu memenuhi dada beliau dan urat-urat tenggorokannya lalu ditutupnya kembali.
( Riwayat al-Bukhārī )
Kedua:
اِذْ أَتَانِي آتٍ فَقَدَّ فَاسْتَخْرَجَ قَلْبِي، ثُمَّ أُتِيْتُ بِطَشْتٍ مِنْ ذَهَبٍ مَمْلُوْءَةٍ إِيْمَانًا، فَغَسَلَ قَلْبِي ثُمَّ حُشِيَ ( أُعِيْدَ ) ( رواه البخاري عن صعصعة )
Bahwa Nabi saw bersabda, “ Tiba-tiba datang kepadaku seseorang ( Jibril ).
Kemudian ia membedah dan mengeluarkan hatiku.
Setelah itu dibawalah kepadaku bejana yang terbuat dari emas yang penuh dengan iman, lalu ia mencuci hatiku.
Setelah itu menuangkan isi bejana itu kepadaku.
Kemudian hatiku dikembalikannya seperti sediakala ”.
( Riwayat al-Bukhārī dari Sa’ṣa’ah )
Ketiga:
أَنَّ رَسُوْلَ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: أُتِيْتُ بِالْبُرَاقِ وَهُوَ دَابَّةٌ أَبْيَضُ فَوْقَ الْحِمَارِ وَدُوْنَ الْبِغَالِ يَضَعُ حَافِرَهُ عِنْدَ مُنْتَهَى طَرْفِهِ فَرَكِبْتُهُ فَسَارَ بِي حَتَّى أَتَيْتُ بَيْتَ الْمَقْدِسِ فَرَبَطْتُ الدَّابَّةَ بِالْحَلْقَةِ الَّتِى يَرْبِطُ فِيْهَا الْأَنْبِيَاءُ ثُمَّ دَخَلْتُ فَصَلَّيْتُ فِيْهِ رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ خَرَجْتُ فَأَتَانِى جِبْرِيْلُ بِإِنَاءٍ مِنْ خَمْرٍ وَإِنَاءٍ مِنْ لَبَنٍ فَاخْتَرْتُ اللَّبَنَ فَقَالَ جِبْرِيْلُ أَصَبْتَ الْفِطْرَةَ.
( رواه أحمد عن أنس بن ملك )
Bahwa Rasulullah saw bersabda, “ Didatangkan kepadaku Buraq, yaitu binatang putih lebih besar dari himār, dan lebih kecil dari bigāl.
Ia melangkahkan kakinya sejauh pandangan mata.
Kemudian saya mengendarainya, lalu ia membawaku sehingga sampai ke Baitul Makdis.
Kemudian saya mengikatnya pada tempat para nabi mengikatkan kendaraannya.
Kemudian saya salat dua rakaat di dalamnya, lalu saya keluar.
Kemudian Jibril membawa kepadaku sebuah bejana yang berisi minuman keras ( khamar ) dan sebuah lagi berisi susu; lalu saya pilih yang berisi susu, lantas Jibril berkata, “Engkau telah memilih fitrah sebagai pilihan yang benar. ” ( Riwayat Aḥmad dari Anas bin Mālik )
Dari hadis-hadis tersebut, dapat disimpulkan bahwa Nabi Muhammad diperjalankan pada malam hari dari Masjidilharam ke Masjidil Aqsa atas izin Allah di bawah bimbingan malaikat Jibril.
Sebelum Nabi Muhammad saw diperjalankan pada malam itu, hatinya diisi iman dan hikmah, agar beliau tahan menghadapi segala macam cobaan dan tabah dalam melaksanakan perintah-Nya.
Perjalanan itu dilakukan dengan mengendarai Buraq yang mempunyai kecepatan luar biasa sehingga Isrā’ dan Mi’raj hanya memerlu-kan waktu kurang dari satu malam.
Dalam ayat ini tidak dijelaskan secara terperinci, apakah Nabi saw Isrā’ dengan roh dan jasadnya, ataukah rohnya saja.
Itulah sebabnya para mufasir berbeda pendapat mengenai hal tersebut.
Mayoritas mereka berpendapat bahwa Isrā’ dilakukan dengan roh dan jasad dalam keadaan sadar, bukan dalam keadaan tidur.
Mereka itu mengajukan beberapa alasan untuk menguatkan pendapatnya di antaranya:
a.
Kata subḥāna menunjukkan adanya peristiwa yang hebat.
Jika Nabi di-isrā’-kan dalam keadaan tidur, tidak perlu diungkapkan dengan meng-gunakan ayat yang didahului dengan tasbih.
b.
Andaikata Isrā’ itu dilakukan dalam keadaan tidur, tentulah orang Quraisy tidak dengan serta merta mendustakannya.
Banyaknya orang muslim yang murtad kembali karena peristiwa Isrā’ menunjukkan bahwa peristiwa itu bukanlah hal yang biasa.
Kata-kata Ummu Hani’ yang melarang Nabi menceritakan kepada siapapun pengalaman-pengalaman yang dialami ketika Isrā’ agar mereka tidak menganggap Nabi saw berdusta, juga menguatkan bahwa Isrā’ itu dilakukan Nabi dengan roh dan jasadnya.
Peristiwa ini yang menyebabkan Abu Bakar diberi gelar as-Ṣiddīq karena dia membenarkan Nabi, dengan cepat dan tanpa ragu, ber-Isrā’ dengan roh dan jasadnya, sedangkan orang-orang lain berat menerimanya.
c.
Firman Allah yang menggunakan bi’abdihi menunjukkan bahwa Nabi Isrā’ dengan roh dan jasad karena kata seorang hamba mengacu pada kesatuan jasad dan roh.
Perkataan Ibnu ‘Abbās bahwa orang-orang Arab menggunakan kata ru’ya dalam arti penglihatan mata, maka kata ru’ya yang tersebut dalam firman Allah berikut ini mesti dipahami sebagai penglihatan dengan mata.
وَمَا جَعَلْنَا الرُّءْيَا الَّتِيْٓ اَرَيْنٰكَ اِلَّا فِتْنَةً لِّلنَّاسِ
Dan Kami tidak menjadikan mimpi yang telah Kami perlihatkan kepadamu, melainkan sebagai ujian bagi manusia.
( al-Isrā’/17: 60 )
e.
Yang diperlihatkan kepada Nabi waktu Isrā’ dan Mi’rāj adalah penglihatan mata yang mungkin terjadi karena kecepatan yang serupa telah dibuktikan oleh manusia dengan teknologi modern.
Beberapa mufassir yang lain berpendapat bahwa Isrā’ dilakukan Nabi dengan rohnya saja.
Mereka ini menguatkan pendapatnya dengan perkataan Mu’awiyah bin Abi Sufyan ketika ditanya tentang Isrā’ Nabi Muhammad saw, beliau menjawab:
كَانَ رُؤْيَا مِنَ اللّٰهِ صَادِقَةً...
Isrā’ Nabi itu adalah mimpi yang benar yang datangnya dari Allah.
Pendapat yang mengatakan bahwa Isrā’ hanya dilakukan dengan roh saja lemah, karena sanad hadis yang dijadikan hujjah atau pegangan tidak jelas.
Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al - Terjemahan
English | Türkçe | Indonesia |
Русский | Français | فارسی |
تفسير | Bengali | Urdu |
سبحان الذي أسرى بعبده ليلا من المسجد الحرام إلى المسجد الأقصى الذي باركنا حوله لنريه من آياتنا إنه هو السميع البصير
سورة: الإسراء - آية: ( 1 ) - جزء: ( 15 ) - صفحة: ( 282 )transliterasi Indonesia
sub-ḥānallażī asrā bi'abdihī lailam minal-masjidil-ḥarāmi ilal-masjidil-aqṣallażī bāraknā ḥaulahụ linuriyahụ min āyātinā, innahụ huwas-samī'ul-baṣīr
We try our best to translate, keeping in mind the Italian saying: "Traduttore, traditore", which means: "Translation is a betrayal of the original text".
Ayats from Quran in Bahasa Indonesia
- Katakanlah: "Wahai Allah, Pencipta langit dan bumi, Yang mengetahui barang ghaib dan yang nyata, Engkaulah
- dia mengira bahwa hartanya itu dapat mengkekalkannya,
- Apa saja yang kamu tebang dari pohon kurma (milik orang-orang kafir) atau yang kamu biarkan
- Kaum Nuh telah mendustakan para rasul.
- Pemimpin-pemimpin mereka menjawab: "Sebenarnya kamulah yang tidak beriman".
- sedang mereka saling memandang. Orang kafir ingin kalau sekiranya dia dapat menebus (dirinya) dari azab
- Dan sekiranya tidaklah karena kurnia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu semua, dan Allah Maha Penyantun
- Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan
- Salam penghormatan kepada mereka (orang-orang mukmin itu) pada hari mereka menemui-Nya ialah: Salam; dan Dia
- Dan kaum Nuh sebelum itu. Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang paling zalim dan paling durhaka,
Surah Al-Qur'an dalam bahasa Indonesia :
Unduh surat dengan suarh qari paling terkenal:
surah mp3 : choose the reciter to listen and download the chapter Complete with high quality
Ahmed El Agamy
Bandar Balila
Khalid Al Jalil
Saad Al Ghamdi
Saud Al Shuraim
Al Shatri
Abdul Basit
Abdul Rashid Sufi
Fares Abbad
Maher Al Muaiqly
Al Minshawi
Al Hosary
Mishari Al-afasi
Nasser Al Qatami
Yasser Al Dosari
Sunday, November 17, 2024
لا تنسنا من دعوة صالحة بظهر الغيب